Jakarta –
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap alasan mengapa pemerintah tak kunjung memberikan insentif mobil hybrid. Padahal, kebijakan tersebut telah dinantikan produsen roda empat sejak lama.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Rustam Effendi mengatakan, pihaknya sempat mempertimbangkan pemberian insentif untuk mobil hybrid. Namun, di tengah jalan, pemerintah memilih fokus ke mobil listrik karena lebih ramah lingkungan.
“Awalnya kita melakukan transisi energi secara bertahap. Namun ketika sudah berjalan, ditetapkan bahwa kita loncat ke BEV. Ini sudah ditetapkan ketika presiden sebelumnya,” ujar Rustam saat menyampaikan materi dalam forum diskusi yang digelar di Gondangdia, Jakarta Pusat.
Mobil hybrid. Foto: Istimewa
Kebijakan mengenai pemberian insentif hybrid tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 yang merevisi PP Nomor 73 Tahun 2019 yang mengatur pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil rendah emisi.
“Awalnya pemerintah sepakat menyamakan tarif PPnBM antara mobil BEV dengan hybrid, dalam hal ini PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle), yakni sama-sama nol persen,” ungkapnya.
“Namun itu tidak mendorong percepatan BEV sebagaimana amanat Perpres 79/2023, sementara kita sadari tren global mengarah ke BEV. Sehingga pada waktu itu disepakati antar kementerian bahwa memang perlu ada gap antara BEV dengan hybrid,” tambahnya.
Maka, dengan begitu, mobil PHEV dikenakan PPnBM mulai dari lima persen. Besarannya tergantung kapasitas mesin dan emisi karbon yang dihasilkan.
Keberpihakan ‘berlebih’ terhadap mobil hybrid juga membuat pasar mobil listrik bergerak lambat. Bahkan, dia Rustam merasa, pemainnya ketika itu hanya itu-itu saja, yakni Hyundai dan Wuling.
“Sementara untuk mengundang pemain lainnya agak berat karena perbandingan antara mobil konvensional dengan mobil listrik hampir 150 persen. Apabila ditambah biaya masuk, kala itu 50 persen, ditambah PPnBM 15 persen, tidak mungkin mereka masuk ke Indonesia dalam rangka tes pasar,” tuturnya.
Rustam menjelaskan, pemerintah melalui Presiden Jokowi sejak awal memang berniat ‘lompat’ langsung dari ICE ke BEV. Sehingga tak melalui perantara PHEV lebih dulu. Sebab, mereka ingin, transisinya bergerak lebih cepat.
“Pemerintah saya rasa telah memberikan solusi cerdas yaitu dengan memberikan insentif pembebasan bea masuk dan PPnBM BEV impor asalkan berkomitmen untuk produksi lokal melalui Peraturan BKPM No.6/2023,” kata dia.
(sfn/sfn)