Kelemahan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Jember 2025-2029 Terungkap

Kelemahan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Jember 2025-2029 Terungkap

Jember (beritajatim.com) – Sekian kelemahan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, 2025-2029 terungkap, dalam diskusi sejumlah aktivis organisasi masyarakat sipil, di Kafe The Tawangmangu, Rabu (18/6/2025).

Para aktivis tersebut membongkar habis isi naskah Rancangan Akhir Raperda RPJMD yang rencananya akan mulai dibahas dalam sidang paripurna di gedung DPRD Jember, Kamis (19/6/2025).

Visi RPJMD Jember 2025-2029 adalah ‘Dengan cinta wujudkan Jember baru yang lebih sejahtera dan maju’. Ada lima misi yang dituangkan dalam RPJMD untuk mewujudkan visi tersebut.

Pertama, pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan dan berpenghasilan rendah. Kedua, mewujudkan sumber daya manusia yang religius, unggul, dan setara melalui peningkatan akses pendidikan, kesehatan dalam masyarakat yang aman serta nyaman.

Ketiga, membangun birokrasi yang profesional, humanis dan melayani melalui penguatan berbagai regulasi yang adaptif, inovatif dan berkeadilan serta penerapan teknologi informasi untuk meningkatkan inovasi pelayanan publik.

Keempat, mewujudkan infrastruktur yang berkualitas, penataan kota berbasis pembangunan berkelanjutan yang mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah.

Kelima, percepatan pertumbuhan ekonomi kerakyatan melalui optimalisasi pertanian, usaha mikro, koperasi, pariwisata dan kemandirian desa, serta peningkatan ketahanan pangan daerah.

Agung Dewantoro, pegiat Lembaga Studi Desa untuk Petani Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (LSDP SD Inpers), mengatakan, sejumlah masalah yang terpotret tidak tepat dan tidak didukung data yang memadai.

“Banyak data yang not available atau tidak tersedia, padahal saat ini Juni 2025. Seharusnya data 2024 sudah ada semua,” kata Agung.

Agung mengkritik penggunaan data sektoral yang bersumber dari Badan Pusat Statistik. “Data-data sektoral yang lebih update dan valid mestinya harus dari dinas. Itu berarti selama ini kegiatan-kegiatan yang berjalan tidak menghasilkan laporan yang cukup,” katanya.

Ketidaktersediaan data ini berimplikasi terhadap inkonsistensi program yang direncanakan. Agung mencontohkan data perlindungan pekerja migran yang mencapai seratus persen pada 2024. “Kalau yang ditarget pekerja migran prosedural ya tercapai. Padahal masalah yang tergambar bukan yang prosedural, justru yang non prosedural. Jadi harus ada mekanisme untuk mengatasi itu,” katanya.

Rancangan Akhir RPJMD tersebut juga belum memperlihatkan gambaran kapasitas fiskal Kabupaten Jember untuk mengukur realistis tidaknya target yang dicanangkan.

“Pemimpin itu harus punya mimpi yang lebih. Tugas pemimpin harus membangun mimpi itu. Tapi mimpi itu harus dibuat pada saat bangun, bukan pada saat tidur dan mimpi beneran,” kata Agung. Dengan kata lain, mimpi seorang kepala daerah harus didukung analisis runtut dan sumber daya yang cukup.

Agung mencontohkan keinginan mengatasi kemiskinan dengan memperhatikan variabel dan karakteristik kelompok miskin yang jadi sasaran. “Sifat (program penanganan kemiskinan) masih putus-putus, reaksioner, dan tidak terencana dengan baik,” katanya.

Ifan Gallant, pengajar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Jember, menyoroti adanya ketidakselarasan program prioritas dengan IKU (Indikator Kinerja Utama) dalam Rancangan Akhir RPJMD.

Ifant mencontohkan program beasiswa kuliah gratis. “Tujuan program itu adalah untuk meningkatkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) dan IPG (Indeks Pembangunan Gender). Tapi kuliah gratis itu juga tidak menjamin pendidikan menjadi bermutu. Serapan tenaga kerjanya juga belum tentu tercapai, karena tidak dihitung. Mutu pendidikan juga masih debatable,” katanya.

Bambang Teguh Karyanto, Koordinator Wilayah Migrant Care Jember, juga mempertanyakan ketidaktersediaan data awal. “Bagaimana mau membuat program yang bagus kalau data awalnya tidak ada?” katanya.

Dokumem RPJMD 2025-2029 dinilai Bambang menihilkan kerja-kerja yang dilakukan organisasi sipil masyarakat yang bekerja sama dengan kepemimpinan pemerintah daerah sebelumnya. “Kerja teman-teman yang berkonsentrasi pada isu stunting, misalnya, seperti muspro, karena tidak tercermin dalam dokumen RPJMPD,” katanya.

Usaha kelompok-kelompok perlindungan pekerja migran seperti Migrant Care yang selama ini bekerja sama dengan Pemkab Jember untuk membantu pekerja migran bermasalah juga tak tercermin. “Angka-angka capaian itu tidak ada,” kata Bambang.

Hal ini menunjukkan bahwa RPJMD Jember 2025-2029 tidak memperhatikan keberhasilan program-program kerja pemerintahan sebelumnya.

Tak hanya itu. Berdasarkan evaluasi pegiat organisasi masyarakat sipil, RPJMD Jember 2025-2029 lebih bias perkotaan. RPJMD belum memperhatikan keragaman problem di tingkat desa. “Isu problem 226 desa tidak jadi perhatian utama,” kata Bambang.

Bambang mencontohkan nasib pembangunan di pesisir. “Tidak dibangun satu argumen bahwa kita memiliki 100 kilometer garis pantai dari Paseban sampai Bandealit. Kita memiliki banyak pulau terluar itu bagaimana ke depannya. Ini tidak berbanding lurus dengan rencana intervensi program,” katanya.

Dalam hal kebencanaan, Rancangan Akhir RPJMD Jember 2025-2029 kurang peka terhadap penanganan bencana. “Misalkan Damkar apakah punya tangga untuk bisa mencapai tower atau lantai atas mall di Jember kalau terjadi kebakaran? Bagaimana kalau terjadi banjir dari utara di Kecamatan Kaliwates?” kata Bambang.

Bambang dan kawan-kawan akan menyampaikan catatan-catatan terhadap Rancangan Akhir RPJMD Jember 2-25-2029 itu kepada DPRD Jember. Dia menduga kelemahan-kelemahan yang muncul dikarenakan RPJMD tersebur dikerjakan tenaga ahli dari luar Jember. “Jadi dia tidak mengerti Jember,” katanya. [wir]