Kejari Ngawi Digugat Tersangka Dugaan Gratifikasi Pengadaan Lahan PT GFT

Kejari Ngawi Digugat Tersangka Dugaan Gratifikasi Pengadaan Lahan PT GFT

Ngawi (beritajatim.com)– Untuk pertama kalinya dalam sejarah Kejaksaan Negeri Ngawi, lembaga tersebut digugat melalui praperadilan oleh seorang tersangka. Gugatan diajukan oleh Notaris Nafiaturrohmah, S.H., M.Kn., terkait penetapan dirinya sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana gratifikasi pengadaan lahan PT GFT di Desa Geneng, Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi.

Permohonan praperadilan ini didaftarkan ke Pengadilan Negeri Ngawi dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2025/PN Ngw. Sidang perdana dijadwalkan pada Senin, 15 September 2025, dengan termohon Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur cq. Kejaksaan Negeri Ngawi.

Kuasa hukum Nafiaturrohmah, D. Heru Nugroho, S.H., M.H., CPL., CPCLE dan R. Dwi Priyono, S.H., menilai penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya sarat dengan pelanggaran hukum.

“Penegakan hukum itu wajib, tetapi jangan sampai aparat justru melanggar hukum dengan abuse of power. Jika demikian, jalan yang bisa ditempuh adalah praperadilan,” ujar D. Heru Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (12/9/2025)

Dalam siaran pers yang dikirimkan kuasa hukum, disebutkan bahwa Kejari Ngawi dinilai tidak profesional dan sewenang-wenang dalam menetapkan Nafiaturrohmah sebagai tersangka.

“Kejaksaan menetapkan Pejabat Umum Notaris sebagai tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup, lalu menahannya. Padahal dalam berkas perkara, sama sekali tidak jelas siapa pelaku gratifikasi, siapa pemberi maupun penerima suap,” tulis kuasa hukum.

Mereka menilai penetapan tersangka ini justru untuk melindungi sejumlah pihak tertentu.
“Kejaksaan nekat melakukan ini karena demi ‘melindungi’ sejumlah orang. Sehingga perlu ada yang dikorbankan dalam perkara ini. Kenapa justru Notaris yang dikorbankan? Apakah perusahaan asing? Pejabat di Pemkab Ngawi? Atau siapa?” tambah pernyataan tersebut.

Selain menuding adanya kriminalisasi, kuasa hukum juga menguraikan sejumlah pelanggaran prosedur hukum acara pidana, di antaranya:

Pemeriksaan penyidikan tidak sah karena tidak ada izin dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Wilayah Jawa Timur.

Penyidikan cacat hukum karena penyidik tidak menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Nafiaturrohmah.

Penetapan tersangka dianggap batal demi hukum, sebab tidak ada bukti permulaan yang cukup serta terdapat dua surat perintah penyidikan dan dua berkas perkara berbeda.

Penahanan dianggap tidak sah karena dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan baru.

Pihak kuasa hukum meminta rehabilitasi dan pemulihan kedudukan hukum klien mereka.

Menurut R. Dwi Priyono, gugatan ini merupakan yang pertama kali terjadi di Kejari Ngawi.

“Notaris adalah pejabat umum yang seharusnya dilindungi undang-undang. Namun dalam kasus ini justru dikriminalisasi,” tegasnya.

Kedua kuasa hukum berharap agar masyarakat dan media ikut mengawal jalannya praperadilan ini.

“Hukum harus ditegakkan kepada siapapun warga negara Indonesia. Fiat Justitia ruat caelum — keadilan harus ditegakkan meskipun langit runtuh,” pungkas D. Heru Nugroho. [fiq/beq]