Jombang (beritajatim.com) – Kejari (Kejaksaan Negeri) Jombang mendalami kasus dugaan korupsi Perumda (Perusahaan Umum Daerah) Perkebunan Panglungan sebesar Rp1,5 miliar. Bahkan, korps Adyaksa sudah menaikkan status kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Kepala Kejari Jombang Agus Chandra menjelaskan, usai menaikkan status kasus dugaan korupsi tersebut, pihaknya melakukan penggeledahan di dua lokasi. Pertama di Bank UMKM Jatim Cabang Jombang, kedua di Perumda Perkebunan Panglungan Wonosalam.
Penggeledahan tim penyidik tersebut penting dilakukan guna percepatan pemberkasan dan menemukan dokumen terkait dugaan korupsi di Perumda Panglungan. “Kemarin kita sudah melakukan penggeledahan di dua lokasi itu,” kata Agus dalam konferensi pers, Selasa (10/9/2024).
Agus kemudian membeber indikasi korupsi tersebut. Yakni, pada 2021 Perumda Panglungan menerima pinjaman dana bergulir dari Bank UMKM Jatim Cabang Jombang sebesar Rp1,5 miliar. Sesuai proposal, dana tersebut digunakan untuk membeli bibit tanaman porang.
“Nah, saat ini kita sedang mendalami peruntukan uang tersebut. Karena hingga saat ini pembelian bibit porang tersebut belum realisasi. Makanya kita lakukan penggeledahan guna mengungkap aliran dana tersebut,” ujar alumnus UII (Universitas Islam Indonesia) ini.
Apa hasil dari penggeledahan itu? Agus mengatakan, penggeledahan dilakukan untuk mendapatkan beberapa dokumen penting yang sejak penyelidikan hingga penyidikan belum diserahkan oleh pihak-pihak terkait.
Agus menegaskan, yang disita dari penggeledahan itu di antaranya dokumen analis kredit yang diajukan Perumda Panglungan terkait dana bergulir. Kemudian analis kredit restrukrisasi 2022, serta dokumen perjanjian yang dilakukan Perumda dengan pihak lain.
“Kami juga menyita laporan keuangan serta dokumen agunan terkait pengajuan pinjaman dana bergulir. Ini penting untuk bahan penyidikan,” katanya.
Indikasi korupsinya seperti apa? Agus Kembali menegaskan bahwa setelah dana pinjaman itu cair, Perumda Panglungan tidak menggunakan anggaran itu sesuai proposal. “Mulai 2021 hingga hari ini kita tidak tahu bibit porang tersebut. Sehingga dana Rp1,5 miliar itu kami duga peruntukannya tidak sesuai dengan proposal,” ujar Agus yang akan pindah tugas ke Kejati Banten ini.
Bukan itu saja, Agus juga mengatakan bahwa mekanisme pengajuan kredit juga terdapat indikasi menabrak aturan. Karena dana bergulir tersebut sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat. Namun justru Perumda Panglungan yang mendapatkan dana bergulir.
“Kemudian agunan yang digunakan oleh Perumda adalah milik perorangan yang notebene pegawai di lingkungan perusahaan daerah itu. Debiturnya atas nama Direktur Perumda Panglungan. Kita belum menetapkan tersangka, tapi sejumlah pihak sudah kita periksa,” pungkasnya. [suf]
