Kejanggalan Pengusutan Tragedi Kanjuruhan versi LPBHNU Malang

3 October 2023, 23:49

Jakarta, CNN Indonesia — Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Kota Malang mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengusutan kasus Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Tragedi tersebut terjadi pada 1 Oktober 2022 atau sekitar satu tahun lalu itu menewaskan 135 orang dan melukai lebih dari 500 orang.
Menurut Ketua LPBHNU Kota Malang Fachrizal Afandi, persidangan atas tragedi yang menewaskan ratusan orang satu tahun lalu itu hanya formalitas saja dan tidak menyentuh akar masalah yang ada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Persidangan itu sifatnya formalitas saja. Tidak menyentuh akar masalah. Pihak berwajib tidak berusaha membuka atau menyelidiki kejadian sebenarnya,” ujar Fachrizal, Sabtu (30/9) dikutip dari laman resmi NU, www.nu.or.id, Selasa (3/10).
Fachrizal menduga ada yang tak ingin membuka atau mencari kebenaran materiil atas tragedi kelam itu. Menurutnya, hal tersebut menyebabkan persidangan di Pengadilan Surabaya memutuskan hukuman ringan kepada para pelaku pada 16 Januari 2023.
“Oleh karena itu putusannya ada yang vonis bebas, ada yang enggak sampai 1 tahun. Meskipun sudah dibatalkan Mahkamah Agung, tapi masih banyak pertanyaan yang menghinggapi kami,” tuturnya.

Fachrizal juga memaparkan beberapa kejanggalan yang muncul sebelum dan saat proses peradilan Tragedi Kanjuruhan.
Pertama, kata Fachrizal, laporan dari pihak luar yang diajukan korban tak digubris secara hukum pidana. Kedua, terkait pasal perlindungan anak.
Ketiga, belum terungkapnya pelaku penembak gas air mata. Keempat tak terungkapnya sosok yang mengunci pintu gate 13 sehingga gas air mata yang ditembak ke tribun penonton tak terelakkan.
“LPBHNU mendesak polisi segera memeriksa Brimob, Kapolda, untuk dimintai pertanggungjawaban atas pelanggaran disiplin etik ketika mengerahkan pasukan gas air mata,” ujar Fachrizal.

Sementara itu, Komnas HAM pada Senin (1/10) mengeluarkan rilis terkait satu tahun Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang usai Arema FC vs Persebaya Surabaya berlaga. Setidaknya ada tiga catatan penting yang diungkap Komnas HAM terkait penanganan Tragedi Kanjuruhan baik oleh aparat penegak hukum maupun negara.
“(Pertama) putusan pengadilan tidak mengatur atau menegaskan tanggung jawab pelaku dalam restitusi atau rehabilitasi korban,” tulis Komnas HAM dalam keterangannya, Senin.
Kedua, kata Komnas HAM, layanan dan bantuan untuk pemulihan korban belum merata dan tidak tepat sasaran terkait layanan pemulihan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi.
“(Ketiga) mekanisme penerimaan dan penyaluran bantuan terhadap korban masih sporadis, tidak terkonsolidasi, dan tergantung pada kelompok, organisasi, atau lembaga tertentu,” tulis Komnas HAM.
Selain itu, lembaga kemanusiaan itu juga memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut. Di antaranya, tidak adanya data korban yang terkonsolidasi dan terintegrasi.
“Termasuk data jumlah korban, tipologi kerugian korban, dan layanan atau bantuan yang diperlukan dan telah diterima oleh masing-masing korban,” ujar Komnas HAM.
[Gambas:Video CNN]
Selain itu, Komnas HAM juga mengatakan belum ada leading sector yang mengoordinasi pemulihan korban, sehingga tidak ada mekanisme yang jelas dalam penerimaan dan penyaluran layanan kepada para korban.
Lembaga itu mengatakan proses penegakan hukum terkait Tragedi Kanjuruhan belum sepenuhnya mengungkap soal tembakan gas air mata ke tribun dan tangga pintu 13 Stadion Kanjuruhan secara mendalam.
Komnas HAM mengingatkan bahwa asap tembakan gas air mata masuk ke lorong tangga dan keluar melalui pintu 13. Hal itu menciptakan kepanikan dan menyebabkan desak-desakan para penonton untuk keluar stadion dalam kondisi mata perih, kulit panas, dan dada sesak.
“Kepanikan itu menyebabkan penumpukan di pintu 13, yang mengakibatkan banyak penonton terjepit, terjatuh, dan terinjak-injak,” kata Komnas HAM.
Diketahui, Pemerintah melalui Kemenkopolhukam membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk melakukan investigasi terhadap penyebab utama insiden. TGIPF menyatakan gas air mata adalah biang kerok Tragedi Kanjuruhan. Sejumlah rekomendasi TGIPF Kanjuruhan itu kemudian diserahkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Di satu sisi, kepolisian menetapkan enam tersangka dalam tragedi ini. Rinciannya adalah Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Kabag Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi.
Proses hukum terus berjalan, dan lima tersangka telah divonis pengadilan. Sementara itu, status tersangka Akhmad Hadian hingga kini berkasnya belum kembali dilimpahkan ke kejaksaan. Hadian sendiri sudah dibebaskan dari sel karena melewati batas masa tahanan kepolisian.

(psr/kid)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Transportasi