Keamanan Siber Multivendor Persulit Perusahaan Tangkal Serangan Hacker

Keamanan Siber Multivendor Persulit Perusahaan Tangkal Serangan Hacker

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan global di dunia yang mengandalkan ekosistem multivendor untuk solusi keamanan siber mengaku mengalami kesulitan dalam menangkal serangan siber karena operasional yang terlalu rumit.

Menurut riset Kaspersky terbaru berjudul Improving resilience: cybersecurity through system immunity, hal tersebut menyebabkan tekanan operasional dan finansial.

Head of Unified Platform Product Line di Kaspersky Ilya Markelov mengatakan meskipun diversifikasi solusi keamanan dapat menawarkan manfaat tertentu, peningkatan kompleksitas yang tidak terkendali sering kali menyebabkan pemborosan sumber daya yang signifikan dan inefisiensi operasional.

“Lebih lanjut, kompleksitas ini dapat menciptakan blind spot yang kritis, sehingga mempersulit upaya untuk mempertahankan visibilitas ancaman secara komprehensif dan merespons risiko yang muncul secara efektif,” kata Markelov dalam keterangan resmi, Rabu (10/9/2025).

Temuan ini mengungkapkan 43% perusahaan merasa tumpukan keamanan terlalu rumit dan memakan waktu untuk dirawat, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk merespons ancaman yang muncul dengan cepat.

Kompleksitas ini disebut seringkali diakibatkan oleh penggunaan beberapa solusi keamanan dari berbagai vendor, yang masing-masing memiliki antarmuka manajemen dan persyaratan operasionalnya sendiri.

Lalu, 42% organisasi mengalami pembengkakan anggaran akibat solusi yang tumpang tindih. Redundansi ini tidak hanya meningkatkan biaya tetapi juga mempersulit alokasi sumber daya dan perencanaan strategis.

Lebih jauh, ditemukan masalah kompatibilitas memperburuk kesulitan ini karena 41% responden menyatakan mereka tidak dapat mengotomatiskan proses keamanan secara efektif karena perangkat mereka kurang terintegrasi. Akibatnya, terjadi intervensi manual serta peningkatan risiko kesalahan manusia.

Selain itu, 39% responden mengalami kesulitan dengan visibilitas ancaman yang tidak konsisten, karena data yang dikumpulkan dari berbagai vendor seringkali gagal berkorelasi secara mulus, menciptakan blind spot dan mengurangi kesadaran situasional secara keseluruhan.

Kendati demikian, hampir setengah responden percaya satu penyedia keamanan siber dapat memenuhi semua kebutuhan mereka secara memadai, menunjukkan adanya pengakuan akan potensi manfaat konsolidasi.

Namun, hanya 28% yang telah mengadopsi pendekatan vendor tunggal dalam praktiknya, mencerminkan pendekatan hati-hati didorong oleh kekhawatiran akan ketergantungan berlebihan terhadap satu pemasok atau risiko yang dapat hadir dari vendor lock-in.

Hal lain dalam temuan tersebut adalah pergeseran lanskap menuju konsolidasi. Sebanyak 86% perusahaan secara aktif bergerak ke arah ini, 33% di antanya mulai menggabungkan perangkat keamanan mereka ke dalam platform terpadu.

Sementara itu, 53% lainnya berencana untuk melakukannya dalam dua tahun ke depan. Tren ini disebut menggarisbawahi pergeseran strategis menuju penyederhanaan operasi keamanan siber, pengurangan biaya, dan pencapaian manajemen ancaman yang lebih efektif melalui solusi terintegrasi.

Seiring dengan semakin banyaknya organisasi yang menyadari keunggulan arsitektur keamanan yang efisien, pergerakan menuju konsolidasi vendor siap untuk membentuk kembali lanskap keamanan siber dalam waktu dekat.

“Tren konsolidasi yang muncul mencerminkan kematangan strategi keamanan siber, yang menekankan adopsi platform terintegrasi yang menyederhanakan manajemen, mengurangi upaya manual, dan meningkatkan visibilitas keseluruhan terhadap postur keamanan,” ujar Markelov.