Jakarta –
Artis Jonathan Frizzy (JF) ditetapkan sebagai tersangka kasus vape mengandung obat keras zat etomidate. Pria yang disapa Ijonk itu ditangkap di kawasan Jakarta Selatan.
“Dilakukan penangkapan pada hari Minggu, tanggal 4 Mei 2025, sekira pukul 17.00 WIB, Jalan Bintaro Akasia, Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, dikutip detikNews, Senin (5/5/2025).
Polisi menjerat Jonathan Frizzy dengan pasal berlapis. Selain dijerat dengan UU Kesehatan, dia dikenai pidana turut serta.
“Pasal 435 Subsider pasal 436 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 KUHPidana,” terang Ade Ary.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Marthinus Hukom, buka suara soal kandungan zat etomidate pada kasus vape obat keras Jonathan Frizzy. Ia menyinggung soal obat yang mengandung penenang memang memerlukan pengawasan khusus.
“Saya belum tahu ya, saya belum baca itu, etomidate itu turunan dari zat apa, saya baru denger itu ya. Obat-obat kesehatan ya? Bukan narkotika ya?” ujar Marthinus kepada wartawan di DPR RI, Senin (5/5).
Marthinus juga sempat berdiskusi dengan jajaran BNN lain saat menjawab pertanyaan wartawan selama sesi doorstop tersebut. Ia menyebut zat etomidate belum dimasukkan ke golongan narkoba.
“Dia belum dimasukkan dalam golongan narkoba mungkin masih Undang-Undang Kesehatan ya,” ujar Marthinus.
Kendati begitu, Marthinus mengingatkan obat keras yang merangsang saraf memerlukan pengawasan khusus lantaran efek sampingnya.
“Ya semua zat yang menghilangkan rasa sakit itu kan berarti ada obatnya, unsur apa ya, penenang ya, antidepresan kalau tidak salah ya. Maka antidepresan itu kan saya bukan ahli kesehatan,” ujar Marthinus.
“Tapi paling tidak begini, sesuatu yang merangsang syaraf itu kan perlu ada pengawasan di situ. Depresan berhubungan dengan syaraf jadi memang harus betul-betul diawasi ya,” tambahnya.
Senada, Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati menyoroti pentingnya pengawasan obat keras berkaitan dengan kasus produksi vape mengandung etomidate.
Ia menjelaskan, etomidate hanya bisa digunakan berdasarkan resep dokter dan penggunaannya terbatas di lingkungan medis. Obat ini digunakan sebagai bius intravena yang biasanya diberikan pada pasien sebelum operasi.
“Ini tidak dijual di apotek biasa. Kalau ada yang menjual etomidate secara ilegal atau lewat jalur tidak resmi, itu melanggar hukum dan berisiko pidana,” ucap Prof Zullies ketika dihubungi detikcom, Selasa (30/4).
Prof Zullies menegaskan distribusi etomidate harus diawasi secara ketat. Setiap tahap pengiriman, mulai dari produsen, distributor, rumah sakit, hingga pasien yang menerima, perlu didokumentasikan dengan baik.
Etomidate tidak boleh diperjualbelikan melalui e-commerce maupun media sosial. Oleh karena itu, menurut Prof Zullies, otoritas perlu melakukan patroli siber secara rutin untuk mencegah peredaran ilegal obat tersebut.
“Penjualan atau kepemilikan etomidate tanpa izin medis sah harus dikenai pidana berat. Karena risikonya bisa fatal,” jelasnya.
“Perlu memperhatikan tren penyalahgunaan. Jika ada indikasi trending misuse, misalnya percobaan etomidate dalam vape atau ‘party drugs’, otoritas harus cepat merespons dengan peringatan publik,” tandasnya.
(suc/up)
