Kasus Penipuan Bisnis Elpiji: Danny Manoarfa Diadili, Korban Rugi Rp 980 Juta

Kasus Penipuan Bisnis Elpiji: Danny Manoarfa Diadili, Korban Rugi Rp 980 Juta

Surabaya (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjadi saksi atas sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan modus bisnis elpiji yang menjerat Danny Manoarfa.

Korban, Diar Kusuma Putra, mengalami kerugian hingga Rp 980 juta akibat perbuatan terdakwa.

Sidang yang berlangsung di ruang Candra PN Surabaya, Jalan Arjuno, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Djuanto. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Duta Amelia dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya meminta Diar memberikan kesaksiannya mengenai awal mula kerja sama dengan terdakwa.

Janji Manis Terdakwa yang Menjerat Korban

Menurut keterangan Diar, perkenalannya dengan Danny Manoarfa berawal dari bisnis LPG. Terdakwa mengaku memiliki banyak koneksi di Pertamina dan menawarkan kemudahan dalam pengurusan izin agen LPG di Mojokerto.

“Saat itu, terdakwa bilang bahwa segala urusan izin akan diurus karena ia memiliki banyak kenalan di Pertamina,” ungkap Diar dalam persidangan, Senin (3/3/2025) sore.

Percaya dengan janji tersebut, Diar menyetujui kerja sama dan bertemu dengan terdakwa pada 21 September 2020 di kafe Excelso Ciputra World Surabaya. Dalam pertemuan itu, terdakwa memaparkan skema usaha, keuntungan, serta modal yang dibutuhkan. Sesuai kesepakatan, Diar diminta mentransfer dana Rp 500 juta agar proses perizinan dapat segera diproses.

Dana Bertahap yang Tak Berbuah Hasil

Setelah transfer pertama, terdakwa kembali meminta tambahan dana sebesar Rp 270 juta pada Januari 2021 dengan alasan biaya pengurusan izin belum mencukupi. Tanpa curiga, Diar kembali mentransfer uang tersebut.

Namun, setelah tiga bulan berlalu, izin yang dijanjikan tak kunjung keluar. Setiap kali ditanya, terdakwa hanya memberikan janji bahwa prosesnya hampir selesai. Hingga perjanjian berakhir, bisnis yang dijanjikan tidak pernah berjalan, dan izin untuk agen LPG di Mojokerto ternyata tak pernah dibuat.

Sebaliknya, uang yang disetorkan Diar justru dialihkan oleh terdakwa untuk pengurusan izin di Kota Depok pada 2 April 2023 tanpa sepengetahuan korban. Alasan terdakwa: ia mengalami kesulitan keuangan.

Cek Kosong dan Upaya Pengembalian Dana yang Gagal

Pada Oktober 2022, Diar akhirnya meminta pengembalian uangnya karena proyek yang dijanjikan tidak kunjung terealisasi. Terdakwa memberikan dua lembar cek masing-masing senilai Rp 300 juta dan Rp 250 juta. Namun, saat dicairkan di bank, cek tersebut ditolak karena saldo tidak mencukupi.

Kini, kasus ini memasuki tahap persidangan dengan agenda mendengarkan kesaksian korban. JPU menegaskan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana penipuan dan penggelapan. Sidang akan dilanjutkan dalam waktu dekat untuk mendengarkan tanggapan dari pihak terdakwa. [uci/ted]