Jakarta –
Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis mengungkap hal janggal dalam proses seleksi di tahap wawancara. Calon peserta PPDS disebut harus bersedia menunjukkan saldo rekening masing-masing.
Pihak kampus menilai tujuan di balik pertanyaan isi saldo rekening atau tabungan adalah memastikan calon peserta PPDS sanggup secara finansial, terlebih biaya selama menjalani prodi kedokteran spesialis tidaklah murah. Mereka juga berdalih, hal ini demi menghindari kemungkinan putus sekolah di tengah jalan.
Survei KPK menunjukkan dari 58 responden yang pernah diminta menunjukkan isi saldo rekening atau tabungan dalam wawancara PPDS, ada enam di antaranya bersedia memperlihatkan saldo dengan tabungan di atas Rp 500 juta. Sementara empat responden dengan saldo di sekitar Rp 250 hingga Rp 500 juta, 11 responden memiliki saldo tabungan Rp 100 hingga Rp 250 juta, 19 responden di bawah Rp 100 juta, dan 18 responden tersisa tidak bersedia atau berkenan menunjukkan saldo tabungan mereka.
Responden tersebar merata dari universitas di wilayah Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Baik dari prodi radiologi, penyakit dalam, bedah saraf, bedah, anestesi, saraf/neurologi, kedokteran jiwa, anak, mata, THT-KL, bedah plastik rekonstruksi dan estetik, bedah urologi, patologi klinik, obgyn, orthopedi, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran fisik dan rehab dan BTKV.
“Persentase responden yang diminta menunjukan saldo rekening tabungan memang sangat kecil dibanding populasi responden, namun hasil ini dapat mengindikasikan adanya perbedaan isi pertanyaan wawancara antar peserta seleksi. Terdapat peserta seleksi yang ditanya jumlah saldo rekening tabungan, namun ada juga yang tidak ditanyakan,” demikian temuan KPK dalam kajiannya pada 2023.
Biaya Seleksi PPDS
KPK juga bertanya kepada responden terkait biaya yang dikeluarkan selama proses seleksi berlangsung, selain dari biaya resmi yang tercantum dalam pengumuman.
“Sebanyak 37 responden menyatakan pernah diminta membayar sejumlah biaya di luar biaya seleksi resmi universitas. Biaya tidak resmi yang diminta bervariasi, mulai dari Rp30.000-Rp500.000.000. Ada 7 responden yang mengikuti seleksi PPDS di wilayah Sulawesi menyatakan dimintai biaya tidak resmi hingga Rp500.000.000, 14 responden dari Bali-Nusa Tenggara dimintai hingga Rp 200.000.000, 13 responden dari Jawa dimintai hingga Rp 40.000.000 dan 3 responden dari Sumatera dimintai sampai dengan Rp20.000.000.”
Meski begitu, KPK menyebut temuan ini diperlukan pendalaman lebih lanjut. Termasuk kepada siapa biaya sebesar itu untuk proses seleksi mengalir, hingga bagaimana metode pembayarannya.
Survei ini dilakukan melalui platform daring google form. Pemilihan responden menggunakan teknik snowball sampling bekerja sama dengan Asosiasi Fakultas Kedokteran Negeri Seluruh Indonesia (AFKNI), dengan data yang diturunkan kepada seluruh dekan fakultas kedokteran penyelenggara PPDS, juga melalui jejaring mahasiswa dan alumni PPDS di tiap program studi.
Metode penyebaran kuesioner dengan snowball ini dilakukan dalam jangka waktu 30 hari hingga data mencapai saturasinya. Jumlah sampel yang mengisi serta selesai diolah adalah sebanyak 1.417 dengan proporsi 1.366 responden peserta yang lulus seleksi PPDS baik sebagai mahasiswa maupun alumni. Jumlah sampel kurang lebih 10 persen dari estimasi total populasi residen atau peserta didik sebanyak 13.000, berdasarkan data residen Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia per 2020.
(naf/kna)