Bojonegoro (beritajatim.com) – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bojonegoro Muji Murtopo menolak keinginan sejumlah kepala desa yang akan menyerahkan mobil siaga desa.
Alasannya, dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan mobil siaga desa tersebut belum mengarah untuk penyitaan barang bukti berupa mobil, Sabtu (1/6/2024).
Saat ini, lanjut Muji Murtopo, proses hukum yang berjalan masih pemeriksaan saksi-saksi. Kepada masyarakat, diimbau agar menerapkan asas praduga tak bersalah.
Sejumlah saksi yang diperiksa saat ini sudah lebih dari separuh dari jumlah desa yang menerima. Total kepala desa yang akan diperiksa sebanyak 384 kades di 28 kecamatan.
“Kita harapkan kepada kepala desa ini untuk menyerahkan uang yang sudah diterima, daripada menumpuk mobil di kantor Kejari,” ujarnya, kemarin.
Pihaknya juga berharap, agar dalam proses pengungkapan dugaan kasus korupsi pengadaan mobil siaga yang bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) senilai kurang lebih Rp96 miliar tersebut segera tuntas. Untuk itu, pihaknya meminta kepada para saksi yang diperiksa untuk memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
“Kalau menurut saya, sebaiknya mobilnya ini dimanfaatkan untuk melayani masyarakat. Karena yang kami kejar bukan mobilnya, tetapi uangnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, pada Jumat (31/5/2024) sejumlah kepala desa akan menyerahkan mobil siaga desa ke Kejari Bojonegoro.
Sekitar 25 hingga 30 unit mobil siaga terlihat terparkir di sekitar kantor Adyaksa yang ada di Jalan Rajawali itu. Namun, setelah dilakukan mediasi antara Kasi Intelijen dan Kasi Pidana Khusus dengan perwakilan kades, akhirnya mereka membawa kembali mobil tersebut.
Para kades mengembalikan mobil siaga desa itu lantaran stigma masyarakat yang mengecap kepala desa telah melakukan korupsi berjamaah. Hal setelah banyaknya pemberitaan dan unggahan di media sosial soal penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Mobil Siaga Desa yang belakangan ini agenda pemeriksaan saksi-saksi kepala secara maraton.
Apalagi unggahan media sosial yang mengolah dan menarasikan isu bahwa kepala desa yang melakukan tindak pidana korupsi berjamaah.
Hal itu seperti yang dikatakan oleh Kepala Desa Wotan Kecamatan Sumberrejo, Anam Warsito. “Karena sudah viral dimana-mana yang diolah dari media maupun media sosial menyebut kades di Bojonegoro korupsi berjamaah,” ujarnya. [lus/ted]
