Jurnalis Israel: Dari Panama, Greenland hingga Gaza, Ocehan Trump yang Sakit Mental Tak Usah Diseriusi
TRIBUNNEWS.COM – Seorang jurnalis dan penulis Israel menggambarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai orang yang sakit mental.
Karena itu, ide dan seruan Trump tentang pengusiran warga Palestina dari Gaza, dia anggap sebagai omong kosong.
Jurnalis sekaligus penulis Israel itu adalah Uri Masaf.
Dia menerbitkan analisisnya di surat kabar berbahasa Ibrani, Haaretz tentang ketidakmungkinan melaksanakan deportasi jutaan warga Palestina di Gaza yang hancur seperti yang direncanakan Donald Trump.
“Kita tidak punya waktu untuk omong kosong Trump yang sakit mental, dan tidak akan ada deportasi dari Gaza,” katanya, dikutip dari Khaberni, Jumat (7/2/2025).
Dalam analisisnya, Uri menjelaskan kalau, “Tidak ada rencana, tidak ada pekerjaan persiapan, tidak ada gunanya, dan tidak seorang pun (negara mana pun) akan menerima dua juta warga Palestina di tanahnya.”
“Dunia tidak berada di zaman Perang Dunia II, dan Trump mengoceh tanpa makna. Ini gayanya, mengingat bahwa ia pernah mengusulkan pembangunan hotel di Korea Utara alih-alih rudal nuklir,” kata Uri mengenang sejumlah pernyataan berbau bualan Trump.
Belakangan, kata Uri, Trump juga menampilkan wacana-wacana ‘gila dan tak masuk akal’ seperti pengambilalihan Terusan Panama, tanah Greenland, dan aneksasi Kanada.
“Sejak terpilih, ia (Trump) telah berbicara tentang invasi Panama, mengambil alih Greenland, dan mencaplok Kanada. Kita cukup dewasa untuk mengingat bagaimana ia pernah berkata dalam sebuah pertemuan dengan Netanyahu tentang mencaplok Tepi Barat ke Israel,” penulis tersebut menambahkan.
Ia menjelaskan, menganggap serius pernyataan Trump yang asal-asalan itu merupakan penghinaan (bagi akal sehat).
“Karena ia menderita sakit mental, dan kini orang-orang hidup di era kemerosotan yang cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa Perdana Menteri pemerintah pendudukan Israel, Netanyahu, juga menderita sakit mental dan tidak punya hati nurani, tetapi ia tidak bodoh. Ia pun terpaku karena tidak nyaman ketika Trump mulai mengoceh tentang evakuasi Gaza, sementara Netanyahu menumpuk pujian yang memalukan kepadanya,” kata Uri.
Hanya karena sejalan, Uri juga menyoroti bagaimana media-media Israel seperti bahu-membahu menggaungkan rencana tidak masuk akal untuk mendeportasi jutaan warga Gaza ke luar dari tanahnya ke lokasi yang bahkan belum pasti tanpa perencanaan.
“Sangat menyedihkan melihat sebagian besar media Israel bekerja sama dengan lelucon ini, dan terlibat dalam diskusi di tingkat pelajaran ilmu sosial kelas tujuh, tentang deportasi – mendukung atau menentang. Bahkan sebelum dimensi moral, ini pada dasarnya mencerminkan kedangkalan dan kemalasan intelektual. Sangat mudah untuk memanipulasi mereka. Dan di sini Trump dan Netanyahu sudah menjadi ahli: pemboman media terus-menerus dengan pembicaraan kosong tentang hal-hal yang tidak akan pernah terjadi – besok, Trump bahkan tidak akan ingat apa yang sedang dibicarakannya,” katanya.
KONFERENSI PERS TRUMP – Tangkapan Layar YouTube FOX 2 Detroit yang Memperlihatkan Presiden AS Donald Trump Melakukan Konferensi Pers terkait Tabrakan Pesawat Antara Jet American Airlines dengan Helikopter Black Hawk pada Kamis (30/1/2025). Insiden tabrakan pesawat ini dijadikan bahan politik Trump untuk menyalahkan pendahulunya, Joe Biden. (Tangkapan Layar YouTube FOX 2 Detroit)
Poin-poin Pernyataan Kontroversial Donald Trump Soal Gaza
Seperti diberitakan, Donald Trump menyodorkan wacana Amerika Serikat (AS) terlibat langsung dalam konflik di Jalur Gaza yang selama 15 bulan terakhir dibombardir Israel tersebut.
Trump blak-blakan menyatakan, keterlibatan langsung AS itu lewat cara pengambilalihan kendali Gaza, sebuah rencana yang dianggap ‘gila’ dan banjir kecaman oleh banyak negara-negara di dunia.
Ide Trump agar AS, sekutu abadi Israel, mengambil alih Gaza muncul setelah sebelumnya ia mengusulkan penggusuran permanen warga Palestina di Jalur Gaza.
Para pemimpin Palestina dan dunia Arab secara terbuka menolak komentar Trump sebelumnya yang mengusulkan kalau warga Palestina harus dipindahkan ke Mesir dan Yordania.
Para pembela hak asasi manusia juga mengecam komentar Trump tersebut sebagai wacana pembersihan etnis.
Trump tidak memberikan banyak perincian tentang usulannya, tetapi ia memaparkan ‘fitur’ dasar rencana tersebut, yang telah memicu dan diperkirakan akan memicu reaksi negatif lebih lanjut.
Berikut ini beberapa pernyataan Trump dari pertanyaan-pertanyaan yang dijawabnya selama konferensi pers Rabu (5/2/2025) pagi waktu AS, di Gedung Putih, Washington DC, AS, bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu:
NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Rabu (5/2/2025) dari akun resmi The White House di media sosial X, menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) berbicara dalam konferensi pers setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Donald Trump mengatakan AS akan mengambil alih Jalur Gaza setelah mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut. (Akun The White House di X (@WhiteHouse))
Apa yang Dikatakan Trump? AS Siap Jadi ‘Pahlawan’
Trump menyatakan, AS siap menjadi ‘pahlawan’ dengan membangun ulang Gaza agar ‘aman’ untuk ditempati.
Harus digarisbawahi, hancur leburnya Gaza di berbagai sektor, sebagian besar terjadi karena agresi militer Israel dengan dalil memberantas Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas.
Israel memburu Hamas karena Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, titik awal agresi dan bombardemen buta selama 15 bulan terakhir.
Adapun Hamas, menyatakan, serangan berdarah ke Israel itu adalah akumulasi dari perlawanan atas penindasan Israel di wilayah Palestina.
“Amerika Serikat akan mengambil alih kendali Jalur Gaza, dan kami akan melaksanakan tugas kami di sana juga,” kata Trump di awal konferensi pers.
“Kami akan bertanggung jawab untuk membongkar semua bom berbahaya yang belum meledak dan senjata lainnya di lokasi, meratakan lokasi, membersihkan dan meratakan bangunan yang hancur, dan menciptakan pembangunan ekonomi yang akan menyediakan lapangan pekerjaan dan perumahan tanpa batas bagi penduduk di wilayah tersebut.”
KEADAAN GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English yang diambil pada Kamis (6/2/2025) menunjukkan keadaan kota Gaza setelah gencatan senjata diterapkan pada 19 Januari 2025. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)
2. Siapa yang Akan Menerima Warga Gaza?
Trump mengatakan Washington akan meminta negara tetangga lainnya, seusai muncul respons penolakan dari Mesir dan Yordania, untuk menerima warga Palestina yang mengungsi dari Gaza, meskipun ia tidak mengatakan apakah Palestina bersedia menerima rencana seperti itu.
Meskipun Trump telah berulang kali meminta Mesir dan Yordania untuk melakukannya sejak 25 Januari, negara-negara tersebut dan negara Arab lainnya telah menolak usulannya.
“Sebaliknya, kita harus pergi ke negara-negara lain yang tertarik, dan ada banyak yang ingin melakukan ini, dan membangun berbagai wilayah yang pada akhirnya akan menampung 1,8 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza, dan mengakhiri kematian dan kehancuran di sana, dan negara-negara tetangga yang memiliki kekayaan besar dapat membiayainya,” imbuh Trump.
Sebagai gambaran betapa ‘gila’ proposal Trump ini, populasi Gaza sebelum agresi Israel adalah 2,3 juta orang.
Pemindahan jutaan orang ini jelas akan menimbulkan masalah baru, terlebih Israel terus-terusan menembaki warga sipil Palestina yang mereka anggap sebagai ‘tersangka’ Hamas saat berpindah untuk mengungsi.
3. Akankah Amerika Mengirimkan Pasukan Saat Mengeksekusi Rencana Trump?
“Kami akan melakukan apa yang diperlukan. Jika diperlukan, kami akan melakukannya. Kami akan mengambil sebidang tanah itu. Kami akan mengembangkannya, kami akan menciptakan ribuan dan ribuan lapangan kerja, dan itu akan menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan oleh seluruh Timur Tengah,” kata Trump ketika ditanya apakah Washington akan mengirim pasukan AS ke Gaza berdasarkan usulannya.
DONALD TRUMP – Tangkapan layar YouTube White House yang diambil pada Rabu (5/2/2025) menunjukkan Presiden AS menggelar konferensi pers dengan PM Israel Benjamin Netanyahu pada hari Rabu (5/2/2025) (White House)
4. Apakah Trump Mendukung Solusi Dua Negara?
Solusi dua negara (two-state solution) merupakan salah satu opsi solusi konflik Israel–Palestina menyerukan untuk dibuatnya “dua negara untuk dua warga.”
Solusi dua negara ini menyodorkan model, Palestina berdampingan dengan Israel, di sebelah barat Sungai Yordan.
Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah mendukung solusi dua negara antara Palestina dan Israel yang akan menciptakan negara bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki bersama Israel.
Ketika ditanya apakah Washington di bawah kepemimpinannya tidak lagi mendukung hal itu, Trump berkata, tanpa menjawab pertanyaan secara langsung, “Itu tidak berarti apa pun tentang dua negara atau satu negara atau negara lainnya. Itu (wacana pemindahan warga Gaza untuk kemudian membangun wilayah itu) berarti kami ingin memberi orang kesempatan untuk hidup… karena Gaza adalah lubang neraka bagi orang-orang yang tinggal di sana.”
5. Siapa yang akan Tinggal di Gaza jika Trump Merencanakan Hal Ini?
“Saya membayangkan orang-orang di dunia tinggal di sana, orang-orang di dunia,” kata Trump ketika ditanya siapa yang ia bayangkan tinggal di Gaza.
“Orang Palestina juga, orang Palestina akan tinggal di sana, banyak orang akan tinggal di sana,” tambahnya, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Pada tanggal 19 Januari, gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada tahap pertamanya, yang berlangsung selama 6 minggu.
Kesepakatan, yang dicapai melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika, menetapkan dimulainya negosiasi tidak langsung mengenai tahap kedua paling lambat pada hari ke-16, dengan kesepakatan yang akan diselesaikan sebelum akhir minggu kelima tahap pertama.
(oln/khbrn/*)