Judi Online: Menelisik Dampak Buruk, Ancaman Hukuman dan Peran OJK Kediri

Judi Online: Menelisik Dampak Buruk, Ancaman Hukuman dan Peran OJK Kediri

Kediri (beritajatim.com) – Seorang pria berinisial AB alias Gambut harus berurusan dengan Polres Kediri, pada pertengahan November 2024 lalu. Laki-laki 63 tahun asal Desa Plosolor, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri itu terbukti menjadi bandar judi online (judol).

Tak hanya Gambut, lima penjudi lainnya ikut digulung polisi. Mereka, M (34) warga Desa Plosor, BN alias Nyoto (58) dan J alias Kendit (53) warga Desa Kawedusan, Kecamatan Plosoklaten serta P (65) warga Desa Plosolor.

Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Fauzi Pratama menyatakan, para pelaku diringkus di sebuah warung saat kepolisian melakukan sweeping rutin. Mereka yang diamankan berperan mulai dari penombok, pengepul hingga bandar.

“Ini bagian dari komitmen Polri dalam mendukung program Asta Citra Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto,” ungkapnya.

Penangkapan keenam pelaku judol tersebut menandakan bahwa fenomena penyakit masyarakat itu marak di Kediri. Judol membawa banyak dampak buruk, sehingga harus diberantas sampai ke akar-akarnya.

Akibat judol, tak sedikit orang yang tertimpa masalah finansial, sosial hingga kesehatan mental.

Terjerat Judol, Terpaksa Jual Rumah

Judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) bagai dua sisi mata uang. Saat pemain judol ketagihan dan perlu dana, mereka akan mencari sumber dana apapun tanpa mempertimbangkan risikonya, termasuk ke pinjol yang ilegal.

Salah satu warga Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri harus menjual rumah dan tanahnya gegara ‘terjerat’ pinjol ilegal. Belakangan diketahui jika pria itu sebelumnya kalah judi daring. Bahkan, kini dia melarikan diri karena menanggung malu dan bingung.

“Rumah beserta pekarangan rumahnya dijual. Kemarin ada yang nawar Rp400 juta belum dilepaskan. Gara-garanya kalah main judi online, lalu punya utang,” ujar UM, salah satu tetangga.

Masih kata tetangga yang enggan disebut namanya ini, keluarga itu kabarnya bermain judi daring jenis slot. “Karena kalah banyak, akhirnya hutang kesana-kemari. Akhirnya hutang di pinjaman online,” tambah wanita yang enggan disebut namanya tersebut.

Bermain judi memang seolah menjadi candu. Seseorang yang sudah terjerat, sulit untuk melepaskan diri dari ikatannya. Apalagi, jika dia pernah merasakan kemenangan, seakan tidak sanggup berhenti untuk pasang taruhan.

Marak Istri Gugat Suami Kecanduan Judol

Judol menjadi faktor utama tingginya kasus gugatan cerai di Kabupaten Kediri. Banyak istri yang memilih untuk mengakhiri rumah tangganya, karena sang suami kecanduan bermain judi.

Fenomena maraknya gugatan cerai akibat judol ini dicatat oleh Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dalam kurun waktu 6 bulan pertama tahun 2024. Angka gugatan totalnya mencapai 1.349 dan jumlah ini jauh lebih tinggi dari cerai talak (suami gugat cerai istri).

Periode Januari – Juni 2024 ada 366 kasus cerai talak dan 1.349 cerai gugat. Yang ironis, penyebab banyaknya cerai gugat karena suami kecanduan judol.

Menurut Humas PA Kabupaten Kediri, Munasik, dari total 1.349 kasus gugat cerai, lebih dari 30 persen disebabkan oleh suami kecanduan judol. Karena judol, nafkah terhadap keluarganya tak terpenuhi. Istri pun memilih pergi.

“Karena judi online, nafkah terhadap keluarga tidak terpenuhi. Sehingga pihak perempuan menggugat cerai ke pengadilan,” kata Munasik beberapa waktu lalu.

Diakuinya, fenomrna perjudian punya andil besar terhadap angka perceraian di Kabupaten Kediri. Terlebih, bekalangan ini marak judi online di tengah kemudahan layanan digital akibat perkembangan zaman.

Peran OJK dalam Penanganan Judol

Pemberantasan judol menjadi tanggung jawab bersama, termasuk OJK. Selain melakukan kampanye secara masif, OJK juga memiliki kewenangan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait serta pemblokiran rekening dalam upaya bersama ini.

Kepala OJK Kediri Ismirani Saputri mengatakan, institusinya masuk dalam Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online. Satgas ini dibentuk oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 21 Tahun 2024.

Adapun tugas mereka adalah untuk mengoptimalkan pencegahan dan penegakan hukum perjudian daring secara efektif dan efisien. Pembentukan satgas juga dianggap bahwa judi daring melanggar hukum dan merugikan finansial, gangguan sosial serta dampak psikologis dengan efek kriminal berkelanjutan.

“OJK masuk dalam satgas pemberantasan judi online dan kami ada di bidang pencegahan dan penindakan. Kami melakukan edukasi. Kami melakukan ibauan kepada masyarakat untuk tidak terjebak dalam judol,” tegas Ismi dalam acara Media Update, pada Senin petang 16 Desember 2024.

Lalu apa tindakan OJK? Ismi menyebut, lembaganya melakukan perintah pemblokiran rekening yang terindikasi dengan judi online ke perbankan. Jumlah rekening yang terblokir kini terbilang sangat besar.

“Kita melakukan perintah pemblokiran ke perbankan. Sebab, medianya yang dipakai itu perbankan. Transfer-transferan dan dan lain-lain, walaupun nantinya ada yang lari ke kripto, dan yang lebih besar lain ke luar negeri,” imbuh perempuan berkacamata ini.

Per 14 Desember 2024, imbuh dia, OJK skala nasional sudah menutup lebih dari 10 ribu rekening (sumber Komdigii). OJK juga selalu bekerjasama dalam satgas.

“Tahun 2024 di Kediri ada 5 yang melakukan pengaduan ke OJK. Karena tiba-tiba rekeningnya ditutup tanpa yang bersangkutan tahu. Setelah yang bersangkutan cek ke bank, jawaban bank karena terindikasi terkait judol,” imbuh dia.

Ismi mengakui apabila OJK tengah melakukan pengetatan dan pengencangan. Untuk itu, dirinya mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kehati-hatian. Sebab, Kemen Kominfo dan OJK sedang melakukan penelusuran terkait rekening yang berkaitan dengan bandar judol.

“Kalau sudah diblokir, pembukaannya susahnya minta ampun.
Jangan sampai sekali-kali main judol,” tegasnya mewanti-wanti masyarakat tidak terperangkap judol.

Judol dan Pinjol Bagaikan Segitiga Setan

Masyarakat perlu hati-hati. Meskipun Satgas Pemberantasan Judi Online terus melakukan pemblokiran terhadap rekening yang terindikasi judol, tetapi pelaku terus mencari celah.

Belakangan, pelaku judol memanfaatkan dompet digital untuk mengalirkan dana. E-wallet misalnya. Kemudian ada juga yang menggunakan e-commers. Maka, peran Bank Indonesia disini sangat penting dalam menelusuri ini.

“Judol itu caranya banyak sekali. Ada yang menyebut dengan Segitiga Setan. Ada yang pakai dana dari pinjol, tapi uangnya untuk diputer ke judol. Ada juga melalui investasi bodong. Tiga itu segitiga kematian. Itu saling berkaitan dan memberikan efek yang luar biasanya,” tegas Ismi.

Ismi minta masyarakat tak perlu risau. Meskipun pelaku menggunakan berbagai upaya untuk mengelabuhi, tetapi Satgas Pemberantasan Judol memiliki cara untuk mengatasinya. Tetapi, pihaknya, tetapi perlu mengingatkan untuk tetap waspada.

Pihaknya mencontohkan, kasus pelaku judol yang datang ke konter agen laku pandai, salah satu BRILink. Mereka membeli dan dana tersebut yang terindikasi dipakai untuk judol dan berpengaruh terhadap si agen. Maka, setiap agen harus rajin untuk melakukan pengecekan.

Ancaman Hukuman Berat Bagi Pelaku Promosi Judol

Di Tulungagung, seorang selebgram harus meringkuk di dalam penjara selama 10 tahun. Artis media sosial (medsos) bernama Jelita Pamungkas (28) itu terbukti mempromosikan judol.

Terdakwa merupakan warga Desa Padangan, Kecamatan Ngantu, Kabupaten Tulungagung. Dia secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana informasi elektronik yang bermuatan perjudian.

Tak hanya diganjar hukuman 10 tahun, terdakwa juga dipidana denda sebesar Rp5 miliar. Apabila tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan penjara.

Jelita ditangkap Satreskrim Polres Tulungagung karena menerima endorsmen situs judi online slotvip, indobet dan eslot untuk diunggah di akun Instagram pribadinya. Dari jasa promosi itu, dia menerima keuntungan sebesar Rp25 juta.

Kasus tersebut tentu bisa menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang coba-coba, bahkan berani melakukan perjudian online.

OJK Kediri mengingatkan kepada masyarakat tentang ancaman hukuman bagi pelaku judi daring ini. Mereka yang terbukti terlibat judol bisa dipidana penjara selama 10 tahun dan denda maksimal Rp25 juta.

“Selain itu, rekening mereka akan diblokir seumur hidup, hingga kasus selesai dan terbukti tidak bersalah,” pungkas Ismi. [nm/aje]