Surabaya (beritajatim.com) – Hosairiyah, seorang ibu rumah tangga di Surabaya, dijatuhi hukuman penjara selama empat bulan. Ia dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan surat waris yang digunakan untuk menjual rumah milik orang tuanya tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya.
“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP,” ujar Hakim Ketua Meilia Christina Mulyaningrum dalam sidang putusan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hosairiyah dengan pidana penjara selama empat bulan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati menuntut Hosairiyah dengan hukuman penjara selama empat bulan.
Selain Hosairiyah, dalam perkara ini juga terdapat terdakwa lain, yakni Irwansyah, pembeli rumah milik orang tua Hosairiyah. Irwansyah dihukum lebih ringan, yakni tiga bulan 15 hari penjara, setelah dinyatakan turut serta dalam tindak pidana tersebut.
Diketahui, Hosairiyah Binti Alm. Soepari, bersama Faridah dan Nor Hotimah, merupakan kakak beradik kandung dan ahli waris dari almarhum Soepari bin Niman dan almarhumah Rochimah binti Pai. Orang tua mereka meninggalkan rumah di Jalan Bulak Banteng Langgar II/2C, Kelurahan Sidotopo Wetan, Kecamatan Kenjeran, Surabaya. Rumah tersebut disewa oleh Irwansyah.
Hosairiyah menawarkan rumah itu kepada Irwansyah dengan harga Rp350 juta tanpa memberitahu kedua saudaranya yang juga ahli waris. Ia menunjukkan petok D rumah tersebut sebagai bukti awal kepemilikan.
Keduanya sepakat melakukan jual beli, kemudian mengurus Surat Keterangan Ahli Waris dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke Notaris Wibowo Ibo Sarwono, S.H. agar dapat dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
Hosairiyah menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga (KK), akta kematian kedua orang tuanya, KTP, dan surat nikah sebagai syarat pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris.
Pada 3 Oktober 2018, saksi Feryanto melihat Irwansyah datang sendiri tanpa didampingi Hosairiyah ke Kantor Kelurahan Sidotopo Wetan untuk mengajukan pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris kepada alm. Hasan Bisri, staf kelurahan.
Hasan Bisri meminta kelengkapan tanda tangan RT/RW, lurah, dan camat sesuai domisili pemohon. Namun, Irwansyah dan Hosairiyah justru membuat surat palsu untuk melengkapi syarat administrasi agar dapat diterbitkan Surat Keterangan Ahli Waris Tunggal.
Atas pengajuan itu, Hasan Bisri meminta Feryanto membuat draft surat tersebut. Sidang waris bahkan dilakukan di rumah di Jalan Bulak Banteng Langgar II/2C, bukan di kantor kelurahan sebagaimana mestinya.
Terbitnya Surat Keterangan Ahli Waris palsu itu menjadi dasar dilakukannya perikatan jual beli rumah senilai Rp350 juta antara Hosairiyah dan Irwansyah.
Penjualan rumah tersebut akhirnya diketahui oleh dua ahli waris lainnya, Faridah dan Nor Hotimah, yang kemudian melaporkan kasus ini ke pihak berwenang. Akibat perbuatan kedua terdakwa, keduanya mengalami kerugian sebesar Rp350 juta. [uci/kun]
