Jokowi Pamer Pegang Data Intelijen Arah Parpol, Begini Bunyi Pasal 1 dan 2 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara

20 September 2023, 9:12

TEMPO.CO, Jakarta – Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang pamer kantongi semua data partai politik atai parpol dari intelijen dianggap tidak etis. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal atau Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim. Menurutnya, Jokowi patut diduga melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.“Pernyataan terbuka yang menyatakan memiliki seluruh data soal partai bukan hanya tidak etis tapi juga berpotensi dan patut diduga melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Hermawi saat dihubungi Tempo, Ahad, 17 September 2023.Hal senada juga diungkapkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi yang terdiri dari Imparsial, PBHI Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, Setara Institute itu protes lantaran Jokowi beserta perangkat intelijennya menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan.“Ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangan resminya, Sabtu 16 September 2023.Presiden Jokowi Pegang Data Intelijen, Lantas? Julius Ibrani mengatakan, intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi, terutama kepada presiden. Kendati demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara untuk masalah keamanan nasional. Kata dia, bukan berkaitan dengan masyarakat politik, partai politik dan sebagainya, serta juga bukan masyarakat sipil.Hal ini, kata Julius, berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Beleid itu berbunyi:1. Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.2. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.“Sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam demokrasi sehingga tidak pantas dan tidak boleh Presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden,” kata Julius.Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan, mereka memandang pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya. Hal ini tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia.Menurut mereka, persoalan ini merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan-tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara. Pada hakikatnya, lembaga intelijen dibentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden.“Pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadinya,” bunyi pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.Iklan

Apa Itu Pelanggaran UU Intelijen? Pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai pernyataan Jokowi ihwal informasi intelijen mengenai arah partai politik pada Pemilu 2024 masih dalam koridor Undang-Undang Intelijen. Menurutnya, presiden menerima informasi intelijen bukanlah sesuatu yang dirahasiakan. Yang rahasia, kata dia, adalah informasi intelijennya tersebut.“Pernyataan bahwa Joko Widodo sebagai Presiden memiliki informasi intelijen bukanlah pernyataan yang dirahasiakan,” kata Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Senin, 18 Agustus 2023.Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal itu mengatakan dalam Undang-Undang Intelijen Pasal 27 dijelaskan bahwa Badan Intelijen Negara atau BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam kerangka ini, kata Simom, memang menjadi tugas presiden untuk menerima dan memegang data intelijen sebagai bahan untuk pembuat kebijakan.“Sepanjang Presiden tidak membuka informasi yang dirahasiakan berdasarkan UU Intelijen, maka pernyataan presiden masih dalam koridor UU Intelijen,” ujar dia.Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam, Mahfud MD mengatakan, setiap kepala negara, termasuk Jokowi memiliki hak untuk mendapatkan informasi intelijen. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK ini menjelaskan, informasi intelijen yang diterima Jokowi tidak melanggar aturan. Hal ini dijamin dalam UU tentang Intelijen Negara.“Presiden wajib diberi laporan setiap saat oleh intelijen. Itu ketentuan undang-undang,” kata Mahfud MD kepada wartawan, Ahad, 17 September 2023.Menkopolhukam juga menyanggah data intelijen ihwal pergerakan parpol yang disampaikan kepada presiden ada kaitannya dengan Jokowi bakal cawe-cawe dalam Pemilu 2024. Mahfud mengatakan, laporan ke presiden mengenai kondisi parpol tidak hanya dilakukan jelang pemilu. Namun, kata dia, informasi tersebut harus disampaikan kepada presiden setiap saat.“Enggak urusan cawe-cawe, itu tidak ada kaitannya,” kata Mahfud MD.HENDRIK KHOIRUL MUHID  | TIKA AYU | ADE RIDWAN YANDWIPUTRAPilihan Editor: Selain Jokowi, Mahfud MD Pernah Sebut Punya Data Intelijen, Kapan?