Jakarta, CNBC Indonesia – Bytedance, induk perusahaan TikTok, berupaya agar tetap bisa beroperasi tanpa harus menjual platform media sosial mereka di Amerika Serikat (AS). Langkah terbaru, perusahaan asal China tersebut minta diperlakukan adil dengan aturan yang berlaku di Negeri Paman Sam itu.
Berdasarkan aturan, Bytedance harus menjual Tiktok. Jika sampai batas 19 Januari 2025 tidak dilakukan maka perusahaan akan dilarang beroperasi di AS.
Sebelumnya, Bytedance berupaya untuk menunda penerapan pemblokiran tersebut. Dalam argumen di Mahkaman Agung, pengacara dua raksasa teknologi China memaksa aturan yang sama juga diterapkan di kasus lain.
“Dulunya bioskop AMC dimiliki perusahaan AMC. Berdasarkan teori, kongres bisa memerintahkan bioskop AMC menyensor film apapun yang tidak disukai atau yang diinginkan Kongres,” jelas Noel Fransisco yang mewakili Tiktok dan Bytedance, dikutip CNN Internasional, Minggu (12/1/2025).
Pengacara pembuat kontenTiktok,Jefrrey Fisher mempertanyakan fokus Kongres hanya padaTiktok. Padahal ada platform besar lain juga yang berasal dari China dan digunakan banyak orang AS. Dia mencontohkan Temu. Situs e-commerce itu disebutnya digunakan 70 juta orang Amerika.
“Sangat mengherankan mengapa yang dipilih hanya Tiktok saja dan tidak memilih perusahaan lain yang data pribadinya diambil dari puluhan juta orang. Selama prosesnya, tersedia juga untuk dikendalikan China,” kata Fisher.
Aturan itu ditandatangani Presiden Demokrat Joe Biden. Pemeirntahannya meminta batas waktu divestasi berselang sehari sebelum pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS.
Berdasarkan hukum, ada waktu 90 hari untuk memperpanjang masa aturan tersebut. Namun nampaknya dalam kasus ini tidak ada upaya nyata Bytedance untuk menjual Tiktok.
Akhir Desember lalu, Trump meminta menunda batas waktu penjualan tersebut. Tujuannya agar pemerintahannya bisa mengejar terkait politik yang jadi masalah dalam kasus ini.
(hsy/hsy)