Jaksa Tuntut Herman Budiyono Terdakwa Penggelapan Rp 12 Miliar dan 4 Tahun Penjara, Pengacara : Jaksa Lucu dan Ngawur

Jaksa Tuntut Herman Budiyono Terdakwa Penggelapan Rp 12 Miliar dan 4 Tahun Penjara, Pengacara : Jaksa Lucu dan Ngawur

Mojokerto (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riska Aprilliana menuntut pidana empat tahun penjara terhadap terdakwa Herman Budiyono dalam sidang lanjutan dugaan penggelapan dalam jabatan CV Mekar Makmur Abadi (MMA) senilai Rp12 miliar. Penasihat hukum terdakwa menilai tuntutan JPU lucu dan ngawur.

Sidang dengan agenda tuntutan tersebut digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja. JPU membacakan pertimbangan yang memberatkan terdakwa yakni mengakibatkan kerugian pelapor Rp12,2 miliar dan sebelumnya terdakwa pernah terjerat tindak pidana penganiayaan dan dihukum empat bulan.

“Sementara hal yang meringankan terdakwa sopan dan tidak berbelit-belit selama persidangan. Dengan ini menuntut terdakwa terbukti secara sah meyakinkan terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam pasal 374 KUHP. Menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun. Menyerahkan barang bukti ke pelapor dan membayar biaya perkara,” ungkapnya, Senin (25/11/2024).

Setelah JPU membacakan tuntutan, Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja menutup persidangan. “Sidang dilanjutkan minggu depan, Selasa ya dengan agenda pledoi,” tutupnya.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Michael SH MH CLA, CTL, CCL merasa lucu dan aneh dengan tuntutan empat tahun JPU. Sebab tuntutan tersebut hampir batas maksimal ancaman hukuman pasal 374 KUHP yakni lima tahun. Padahal jelas dalam fakta persidangan, Jaksa ini tidak mampu membuktikan perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa.

“JPU ngawur, Jaksa dalam tuntutannya hanya menyampaikan perpindahan uang. Padahal perpindahan uang belum tentu suatu tindak pidana. Dan itu ahli dari Jaksa sendiri yang menyampaikan bahwa perbuatan pidana dalam pasal 374 KUHP harus akurat dan konkrit jangan sepenggal-sepenggal maka akan menjadi kesimpulan yang tidak valid, tidak ada nilai kebenaran dan keadilan,” katanya.

JPU menyampaikan dalam tuntutan bahwa hanya soal perpindahan uang sehingga pihaknya mempertanyakan apakah perpindahan uang tersebut serta merta menyebabkan kerugian dan ada itikad buruk terdakwa. Padahal terdakwa menyetor modal, ada saudara yang pinjam uang dalam bentuk order barang belum dikembalikan dan terdakwa menjalankan perusahaan tidak rugi.

“Apabila Jaksanya fair mengungkap fakta persidangan, ada hutang kakak-kakak terdakwa yang mencapai Rp13 miliar maka mestinya hal itu dijadikan pertimbangan juga. Karena akibat adanya hutang-hutang itulah yang mestinya dianggap merugikan perusahaan bukan malah terdakwa yang menjadi salah satu pemilik modal dan menguntungkan perusahaan malah dikatakan merugikan perusahaan, jangan dibolak balik faktanya,” tegasnya.

Pihaknya kembali menegaskan bahwa prinsip tindak pidana penggelapan jabatan harus ada yang dirugikan. Yakni melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengambil hak orang lain. Dalam kasus yang menjerat kliennya, terdakwa tidak mengambil hak orang lain, sementara di sisi lain hutang para pelapor sampai sekarang belum dibayar ke perusahaan.

“Orang yang menguntungkan CV kok malah dianggap merugikan, kalau memang CV itu merugi kenapa kok mereka berebut. Terdakwa Herman ini penyetor modal, tidak digaji, kemudian kalau bicara badan usaha kepemilikan dua orang yakni pasif dan aktif yakni Herman dan papanya. Maka Herman ini memiliki hak atas perusahan tersebut karena sebagai pemodal juga,” urainya.

Pihaknya mempertanyakan hak mana uang dilanggar oleh terdakwa sehingga JPU menuntut empat tahun penjara. Jika memang ada pergantian rekening, menurutnya, bukan untuk kepentingan pekerjaaan dan pelapor Lidyawati saat order barang ke CV MMA justru transfer ke rekening milik terdakwa tersebut.

“Kenapa pelapor yang namanya Lidyawati saat order barang transfernya ke rekening itu. Besok dalam pledoi kami akan lampirkan semua bukti, total ada kurang lebih 41 bukti yang akan kami lampirkan. Nanti kita akan putarkan video karena prinsip perkara pidana itu kan harus bisa merugikan tegasnya,” pungkasnya. [tin/kun]