Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim menuntut masing-masing dua tahun penjara pada Dua orang pengacara pemohon PKPU PT. Hitakara, Indra Ari Murto & Riansyah. Oleh Jaksa, keduanya dinyatakan terbukti secara sah melakukan pemalsuan surat tagihan, penggelembungan tagihan investasi dan sumpah palsu karena mengajukan Permohonan PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya.
Menanggapi tuntutan tersebut, praktisi hukum, sekaligus saksi ahli dan kriminolog Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr. M. Sholehuddin, SH., MH., mengajak Hakim dan Penuntut Umum dalam kasus tuduhan pemalsuan surat tagihan dan penggelembungan tagihan PT. Hitakara untuk dapat mengutamakan kejernihan hati nurani, rasa keadilan dan fakta-fakta hukum dalam memberikan keputusan hukum yang paling adil untuk dua pengacara yang duduk sebagai terdakwa saat ini.
Indra dan Riansyah, saat ini berada dalam tahanan Rutan Medaeng, Surabaya dan sebelumnya di tahanan Bareskrim Polri, selama hampir 5 bulan.
“Pasal 400 KUHP, rumusan delik 400 berkaitan dengan bidang hukum keperdataan. Secara tegas dinyatakan adanya kepailitan sehingga menjadi unsur delik dan akhirnya harus mengacu pada hukum perdata terlebih dahulu. Lebih jauh lagi, Pasal 400 ayat ke-2 KUHP, sebenarnya dakwaan kriminalisasi terhadap perbuatan kreditur yang menggelembungkan atau menambah tagihan pada nyatanya tidak benar dan tidak terbukti dilakukan dalam suatu proses persidangan kepailitan. Ini menjadi fakta hukum yang sangat jelas,” ujarnya.
“Nyatanya para pengacara yang didakwa ini tengah menjalankan tugas, mendapat amanah dari para investor sekaligus korban investasi PT. Hitakara yang tercatat telah memberikan tagihan pada proses PKPU berjumlah 40 orang, namun justru dipidanakan oleh aparat hukum yang sebenarnya kasus ini berjalan dan berproses dalam ranah perdata. Oleh karena itu saya mengajak untuk kita semua menggunakan hati nurani dan rasa keadilan serta fakta hukum untuk memutus perkara ini secara adil,” tegas Sholehuddin. [uci/kun]
