Jakarta –
Libur Lebaran telah berakhir, Jakarta kembali ‘diserbu’ kendaraan bermotor. Bahkan, sejak satu-dua hari terakhir, kemacetan lalu lintas mulai terlihat di sejumlah titik. Lantas, seberapa besar pengaruhnya ke kualitas udara setempat?
Menurut pantauan detikOto saat Jumat pagi dan malam (4/4), beberapa titik di kawasan Jakarta Pusat dan Selatan mulai dipenuhi kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua. Kemacetan terlihat di area Kuningan, Tebet, Kebayoran, TB Simatupang dan sepanjang jalan Kalimalang menuju arah Cawang, Jakarta Timur.
Macet Jakarta tahun ini terbentuk lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karuan saja, jumlah pemudik 2025 mengalami penurunan hingga 20 persen dibandingkan tahun lalu. Itulah mengapa, lalu lintas tak pernah benar-benar sepi semenjak Lebaran.
Kualitas udara Jakarta. Foto: Doc. Air Visual
Meski demikian, menurut pantauan kami dari aplikasi AirVisual, kualitas udara di hampir seluruh titik di Jakarta menunjukkan warna hijau atau sehat saat hari pertama dan kedua Lebaran. Bahkan, hanya sedikit yang menunjukkan warna kuning atau normal.
Kondisi tersebut bisa terlihat melalui warna langit yang biru dan jernih. Selain itu, saking bersihnya, gedung-gedung yang posisinya jauh bisa terpantau dengan jelas. Ketika itu, kualitas udara Jakarta mirip-mirip di Singapura.
Namun, Sabtu pagi ini (5/4), kualitas udara di Jakarta tembus angka 152 dengan keterangan ‘tidak sehat’ dan warna merah. Sampel tersebut diambil pukul 09.00 WIB dan menempatkan Jakarta sebagai kota terkotor ke-10 di dunia.
Jalan raya di Cikini, Jakarta Pusat. Foto: Andhika Prasetia
Di beberapa titik, seperti Semanggi dan Kebon Jeruk, angkanya bahkan sampai 180. Sehingga, ada peringatan untuk menghindari aktivitas outdoor, tutup jendela untuk mencegah udara kotor masuk, mengenakan masker saat di luar ruangan dan menyalakan penyaring udara saat di rumah.
Sebagai catatan, menurut hasil studi komprehensif source apportionment yang dikerjakan Kemenko Marves bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan sejumlah pakar terkait, kendaraan bermotor masih menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Jakarta.
Emisi kendaraan bermotor menyumbang 32-41 persen terhadap polusi udara Jakarta saat musim hujan. Bahkan, angkanya meroket menjadi 42-57 persen ketika musim kemarau.
Sementara pembakaran batu bara untuk industri dan pembangkit listrik hanya menyumbang 14 persen. Data tersebut merupakan hasil pengumpulan sampel di tiga titik kota Jakarta.
(sfn/lth)