Bisnis.com, JAKARTA — Jaguar Land Rover (JLR) melaporkan hasil keuangan untuk periode 1 Juli–30 September, dengan peringatan serangan siber yang menimpa perusahaan telah menelan biaya hingga US$220 juta setara dengan Rp3,67 triliun.
Mengutip laporan BleepingComputer, Senin (17/11/2025), insiden siber itu pertama kali diumumkan pada 2 September 2025. Serangan tersebut memaksa produsen mobil asal Inggris itu menghentikan operasi di beberapa pabrik utama dan memulangkan para karyawannya.
Dalam pernyataan susulan, JLR mengonfirmasi data perusahaan telah dicuri. Kelompok peretas Scattered Lapsus$ Hunters mengaku sebagai pelaku melalui kanal Telegram.
Gangguan operasional terjadi selama beberapa pekan dan memperburuk kondisi keuangan JLR serta sejumlah pemasoknya, yang bahkan menghadapi tekanan likuiditas serius.
Untuk mencegah kondisi makin memburuk, pemerintah Inggris turun tangan pada 29 September 2025 dengan menyetujui jaminan pinjaman senilai £1,5 miliar atau sekitar US$1,89 miliar, setara dengan Rp31,56 triliun guna memulihkan rantai pasok dan mempercepat dimulainya kembali produksi.
Operasional produksi akhirnya kembali berjalan secara bertahap mulai 8 Oktober 2025. Dampak dari serangan siber tersebut terlihat jelas pada laporan keuangan terbaru JLR. Gangguan produksi dan terhentinya penjualan membuat keuntungan perusahaan merosot tajam.
“Kerugian sebelum pajak dan pos luar biasa mencapai £485 juta [US$611,1 juta / Rp10,21 triliun] pada kuartal II dan £134 juta [US$168,84 juta / Rp2,82 triliun] pada paruh pertama, turun dari laba £398 juta [US$501,48 juta / Rp8,37 triliun] dan £1,1 miliar [US$1,386 miliar / Rp23,15 triliun] pada periode yang sama tahun sebelumnya,” tulis perusahaan.
Margin EBIT JLR juga anjlok menjadi -8,6% di kuartal II, dari sebelumnya 5,1%, dan -1,4% pada paruh pertama dari sebelumnya 7,1%. Perusahaan menyebut penurunan profitabilitas terutama disebabkan oleh serangan siber, dampak tarif AS, penurunan volume produksi dan penjualan, serta peningkatan biaya pemasaran.
Bank of England dalam Monetary Policy Report yang dirilis pekan ini menyatakan bahwa pertumbuhan PDB Inggris pada kuartal III 2025 lebih lemah dari perkiraan, dengan serangan siber terhadap JLR menjadi salah satu faktor utamanya.
Meski begitu, JLR menegaskan operasi perusahaan kini telah stabil. Proses distribusi grosir, logistik suku cadang, dan pembiayaan pemasok telah kembali normal sepenuhnya. JLR juga memastikan anggaran investasinya tidak akan dikurangi meskipun perusahaan baru saja menghadapi krisis besar.
Total investasi tetap diproyeksikan mencapai £18 miliar atau sekitar US$22,68 miliar, setara dengan Rp378,76 triliun dalam lima tahun mulai tahun fiskal 2024.
