Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah eks Sekjen Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ma’ruf Cahyono (MC) ke luar negeri. Hal ini dilakukan untuk efektivitas penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR.
Dalam kasus ini, Ma’ruf Cahyono sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi tersebut.
“Benar. Sudah dilakukan cegah ke luar negeri kepada yang bersangkutan,” ujar Jubir KPK Budi Prasetyo, Kamis (3/7/2025).
Menurut Budi, Ma’ruf Cahyono dicegah ke luar negeri karena keberadaannya dibutuhkan dalam proses pengusutan perkara gratifikasi di lingkungan MPR ini. Ma’ruf Cahyono sudah dicegah ke luar negeri sejak 10 Juni 2025 lalu.
“Tentu dalam pencegahan luar negeri terhadap pihak-pihak terkait dibutuhkan oleh penyidik keberadaan yang bersangkutan, sehingga proses pemeriksaan atau proses penyidikan nanti dapat dilakukan secara efektif,” jelas Budi.
Sebelum mengumumkan Ma’ruf Cahyono sebagai tersangka, KPK sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini. Terbaru, Rabu (2/7/2025) kemarin, KPK memeriksa karyawan swasta Jonathan Hartono untuk didalami investasi yang dilakukan oleh tersangka Ma’ruf Cahyono.
KPK juga sudah memeriksa sejumlah saksi yang merupakan mantan pejabat di Sekretariat Jenderal MPR, antara lain Kartika Indriati Sekarsari selaku pejabat pengadaan barang/jasa di lingkungan Setjen MPR pada 2020-2023 dan Darojat Agung Sasmita Aji selaku kelompok kerja unit kerja pengadaan barang dan jasa (Pokja UKPBJ) di Sekretariat Jenderal MPR pada 2020.
Saksi lain yang sudah diperiksa adalah Cucu Riwayati selaku pejabat pengadaan barang/jasa pengiriman dan penggandaan pada Setjen MPR 2020-2021, Fahmi Idris selaku Pokja UKPBJ di Sekjen MPR pada 2020, Dyastasita Widya Budi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada kegiatan di biro persidangan dan sosialisasi Setjen MPR Tahun 2020, dan Joni Jondriman selaku kepala UKPBJ di Sekretariat Jenderal MPR pada 2020.
Dalam kasus ini, KPK telah melakukan penghitungan sementara terkait besaran angka penerimaan gratifikasi oleh tersangka, yakni sekitar Rp 17 miliar. Jumlah penerimaan gratifikasinya tidak menutup kemungkinan bertambah seiring pendalaman atas keterangan para saksi serta alat bukti lainnya.
Terpisah, Sekjen MPR Siti Fauziah menegaskan bahwa kasus penerimaan gratifikasi di MPR itu merupakan perkara lama dan terjadi pada periode 2019-2021. Siti juga menegaskan, pimpinan MPR periode 2024-2030 maupun periode 2019-2024 tidak terlibat dalam kasus ini.
