Jakarta –
Menduduki posisi sebagai pemangku kepentingan dan pejabat pemerintahan bukanlah perkara yang mudah. Beban ini dirasakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sebagai menteri keuangan, Sri Mulyani merasa bahwa dirinya kerap dicap sebagai pihak yang menetapkan dan menerbitkan kebijakan-kebijakan keuangan. Sedangkan dari kebijakan tersebut, biasanya akan menuai respons pro dan kontra dari berbagai kalangan.
“Kadang-kadang menjadi menteri keuangan memang menjadi tidak enak. Karena indikatornya semua menjadi tidak sama happy, semuanya equally unhappy. Karena begini, kok dapetnya cuman segini? Saya mintanya 100 dapetnya cuma 25, tetapi ini yang merasa sudah dikasih 25 membebankan saya,” kata Sri Mulyani, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Padahal, Sri Mulyani bilang bahwa penetapan kebijakan-kebijakan keuangan tersebut merupakan hasil koordinasi dan keputusan bersama dengan Kementerian/lembaga (KL) terkait. Misalnya saja untuk kebijakan tentang cukai tembakau.
“Kebijakan yang itu merupakan hasil pembahasan sidang kabinet, katakanlah cukai hasil tembakau tadi, penggunaan tembakau petani lokal, cukainya untuk grup 1, grup 2, grup 3, yang beda-beda kelasnya. Masalah kesehatan, Menkes inginnya tinggi banget (cukai) karena mengancam rokok, Menaker-Menperin minta serendah-rendahnya,” terangnya.
Baik dirinya maupun menteri-menteri lainnya juga berupaya keras untuk menetapkan instrumen fiskal terbaik yang aman dipakai untuk melakukan perlindungan. Namun memang kadang kala dalam prosesnya hal ini menimbulkan dilema.
Hal ini misalnya dalam hal kebijakan bea masuk impor. Sri Mulyani mengatakan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang merasakan dilema antara melindungi industri hulu dan hilir terkait pengenaan bea masuk tinggi.
Apabila bea masuk tinggi ditetapkan, menurut Sri Mulyani, industri hulu bisa terlindungi, namun industri hulu yang kesulitan memperoleh bahan baku impor murah. Namun bila diturunkan, industri hulu tadi justru bisa musnah.
“Kalau kita mengenakan bea masuk di hulu, pasti hilirnya nanti lapor ke bapak/ibu (DPR). Saya kok didzalimi dengan bea masuk Kemenkeu. kalau saya kemudian turunkan, nanti yang hulu gantian ke bapak/ibu sekalian juga bilang menkeu tidak memihak industri kami. ini yang menyebabkan kita harus memahami setiap instrumen pasti ada konsekuensinya,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, tugas untuk menyeimbangkan hulu dan hilir ini dibahas bersama-sama bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dari rapat koordinasi, maka akan dihasilkan kesepakatan bersama sehingga semua KL juga memahami konsekuensi atas keputusan tersebut.
“Ini yang menjadi salah satu kenapa kami memang harus hati-hati. Tapi saya setuju yang disampaikan bapak/ibu sekalian bahwa kami akan mencoba untuk terus mengkalibrasi dan komunikasikan,” kata dia.
Lihat juga Video Sri Mulyani: Prabowo Minta Saya Jadi Menteri Keuangan
(shc/rrd)