Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Isu yang Mungkin Dibahas Cak Imin, Gibran dan Mahfud di Debat Cawapres

Isu yang Mungkin Dibahas Cak Imin, Gibran dan Mahfud di Debat Cawapres

Jakarta, CNN Indonesia

Debat calon wakil presiden (cawapres) yang diikuti oleh Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD kembali digelar Minggu (21/1).

Debat akan mengambil tema ‘Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan dan Agraria, Masyarakat Adat dan Desa’.

Nah, berkaitan dengan tema debat itu, CNNIndonesia.com mencoba mengulas beberapa tema yang kemungkinan akan dibahas dalam debat itu.

1. Sumber Daya Alam

Pada debat ini kemungkinan ketiga cawapres akan mengulas harta sumber daya alam Indonesia yang memang beragam dan kaya. Tak hanya dari keragaman hayati tetapi juga hasil pertambangan seperti nikel, batu bara, emas, bauksit, timah, dan tembaga.

Misalnya nikel, Indonesia menjadi pemilik cadangan terbesar di dunia. Berdasarkan data ESDM pada 2020, cadangannya mencapai 72 juta ton Ni atau 52 persen dari total cadangan dunia sebesar 139,41 juta ton Ni.

Kemudian, batu bara per 2021 lalu memiliki cadangan hingga mencapai 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata produksi batu bara sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan ini diyakini masih bisa sampai 65 tahun. Itu pun dengan asumsi tidak ada temuan cadangan baru.

Untuk bauksit cadangan Indonesia mencapai 1.200 juta ton atau 4 persen dari total cadangan dunia sebanyak 30.390 juta ton. Umur cadangan bauksit Tanah Air diprediksi masih bisa bertahan hingga 92 tahun mendatang.

Nah, debat kemungkinan besar akan berkutat pada masalah hilirisasi yang selama ini digembar-gemborkan Presiden Jokowi sudah menciptakan nilai tambah besar pada ekonomi Indonesia.

Untuk nikel misalnya, Jokowi mengatakan hilirisasi telah meningkatkan nilai tambah ekspor nikel dari Rp31 triliun pada 2015 menjadi Rp510 triliun 2023 kemarin.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pada September 2023 lalu mengatakan bahkan berkat hilirisasi ekspor besi dan baja ke China meroket.

“Hal ini seiring dengan kebijakan hilirisasi dan pembangunan smelter pengolahan bijih nikel yang sejak 2022 hingga Agustus 2023, komoditas nikel dan barang padanya masuk dalam lima besar komoditas yang diekspor ke Tiongkok,” kata Amalia dalam konferensi pers, Jumat (14/9).

Berdasarkan data BPS, pada Desember 2023, nilai ekspor besi dan baja tercatat sebesar US$2,28 miliar. Nilainya sama dari November yang juga US$2,28 miliar dan turun dari Desember 2022 yang sebesar US$2,32 miliar.

Para calon presiden dan wakil presiden sejatinya sudah sepakat dengan hilirisasi dan karena itu bertekad melaksanakannya. Meskipun demikian, mereka tak semua setuju dengan model hilirisasi yang dilaksanakan Jokowi saat ini.

2. Energi

Dalam bidang energi, kemungkinan yang akan menjadi pembahasan adalah langkah konkrit Indonesia untuk menuju kemandirian energi; termasuk soal bagaimana langkah mengurangi impor minyak dan gas (migas), terutama Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pasalnya, sampai tahun lalu Indonesia masih menjadi salah satu negara yang kecanduan impor minyak. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-September 2023 total volume impor minyak Indonesia mencapai 32,8 juta ton.

Impor minyak ini menjadi beban anggaran yang cukup besar setiap tahunnya. Sehingga akan menjadi isu yang paling disorot.

Saat ini, pemerintah sudah mulai melakukan berbagai langkah dengan memanfaatkan SDA yang dimiliki untuk mengurangi ketergantungan impor minyak. Yang sudah dijalankan adalah mencampur Bahan Bakar Nabati dengan biodiesel atau dikenal B30.

Selain itu, PT Pertamina (Persero) juga sudah memulai langkah mencampur BBM dengan bioetanol atau diberi nama Pertama Green 95.

Isu lainnya yang berkaitan dengan energi adalah penurunan produksi (lifting) minyak atau minyak siap jual yang pada 2023 ditargetkan sebesar 660 ribu barel per hari. Namun, pada catatan Kementerian ESDM produksi tahun lalu hanya bisa mencapai 605 ribu barel per hari.

3. Pangan

Masalah pangan juga akan menjadi isu sensitif yang kemungkinan akan dibahas dalam debat. Pasalnya, meski menjadi negara agraris, Indonesia rentan mempunyai masalah ketahanan pangan, khususnya beras.

Hal tersebut terlihat pada kebijakan pemerintah yang masih mengimpor beras dari berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data BPS, impor beras 2023 yang mencapai 3,06 juta ton adalah angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sebab, tahun sebelumnya impor beras tidak pernah mencapai 1 juta ton.

“Selama lima tahun terakhir impor beras di 2023 ini merupakan yang terbesar yakni 3,06 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 613,61 persen dibandingkan 2022,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (15/1).

Secara rinci, impor beras pada 2019 sebesar 444,51 ribu ton, lalu pada 2020 sebesar 356,29 ribu ton dan pada 2021 sebesar 407,74 ribu ton. Lalu meningkat lagi menjadi 429,21 ribu ton pada 2022 dan menjadi paling besar sepanjang tahun lalu.

Impor terbesar beras Indonesia pada tahun lalu paling banyak dari Thailand sebesar 1,38 juta ton atau mencakup 45,12 persen dari total beras impor. Terbesar kedua ada dari Vietnam sebesar 1,14 juta ton atau 37,47 persen dari total impor.

Kemudian, tertinggi ketiga dari Pakistan sebesar 309 ribu ton atau mencakup 10,10 persen dan dari Myanmar sebesar 141 ribu ton atau 4,61 persen dari total impor dalam negeri.

Selain itu, Indonesia juga masih mempunyai masalah terkait harga pupuk yang mahal sehingga banyak dikeluhkan para petani. Bahkan, pupuk subsidi yang diberikan pemerintah tidak menyasar ke seluruh petani.

Selain mahal, pupuk langka di sejumlah daerah juga menjadi sorotan. Salah satu penyebabnya, perang Rusia-Ukraina karena kedua negara itu menjadi pemasok utama bahan baku pembuat pupuk ke Indonesia.

Karenanya, Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menginstruksikan Sri Mulyani untuk menambah anggaran pupuk subsidi hingga Rp14 triliun. Diharapkan ini bisa menjawab keresahan para petani.

Selain itu, kenaikan harga bahan pokok yang begitu tajam menjadi permasalahan di sektor pangan Tanah Air. Apalagi yang naik adalah bahan pokok utama seperti beras, cabai, bawang, telur hingga daging ayam.

Tak lupa, swasembada pangan yang sampai saat ini masih menjadi wacana harus betul-betul diselesaikan oleh pemimpin di masa depan. Jika tidak, krisis pangan yang sudah terjadi di berbagai negara bisa menghampiri Indonesia.

4. Agraria

Konflik agraria, utamanya di bidang pertanahan masih menjadi isu yang sulit untuk dituntaskan dan kemungkinan besar akan menjadi salah satu isu yang dijadikan bahan debat Cak Imin, Gibran dan Mahfud MD. Ini terjadi baik di sektor perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan hingga pembangunan infrastruktur.

Perampasan hak milik tanah dari kelompok miskin masih menjadi permasalahan. Hal ini tercermin dari banyaknya kasus penduduk harus hengkang dari tanahnya sendiri akibat kalah dengan para penguasa di kawasannya.

Sebelumnya, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkapkan data 2.710 konflik agraria terjadi selama kepemimpinan Presiden Jokowi.

[Gambas:Photo CNN]

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan sejak 2015 hingga 2022, ribuan kasus persoalan agraria itu mencuat dan berdampak pada 5,8 juta hektar tanah. Korban terdampak pun mencapai 1,7 juta keluarga di seluruh wilayah Indonesia.

Tumpang tindih aturan menjadi salah satu penyebabnya sehingga banyak muncul kasus mafia tanah dan tak berkesudahan sampai saat ini.

Setidaknya ada empat permasalahan lahan di Indonesia. Pertama, pengakuan kepemilikan atas tanah. Kedua, peralihan hak atas tanah.

Ketiga, pembebanan hak dan keempat adalah pendudukan eks tanah partikelir.

Tak selesainya masalah agraria ini dan terus bergulir di setiap pergantian pemerintahan seakan menjadi warisan yang tak akan ada habisnya.