Magetan (beritajatim.com) – Isu pembangunan flyover di perlintasan sebidang JPL 08, Kelurahan Mangge, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan mencuat usai insiden tujuh motor tertabrak KA Malioboro Ekspres di lokasi tersebut, Senin (19/5/2025) lalu.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Surabaya, Denny Michels Adlan, menyampaikan bahwa wilayah tersebut tergolong padat dan memerlukan solusi keselamatan jangka panjang, meski pembangunan flyover bukan hal yang mudah.
“Karena padatnya. Karena tidak mudah kita membangun fly over karena kalau saya lihat di JPL 08 ini kan dekat dengan Stasiun Magetan ya. Jadi banyak perhitungannya,” ungkap Denny, Rabu (20/5/2025)
Menurut Denny, faktor teknis seperti elevasi jalan dan kedekatan lokasi dengan Stasiun Magetan menjadi tantangan tersendiri. “Jadi kalau kami lakukan peninggian itu banyak infrastruktur yang harus dirubah karena gradiennya itu panjang bisa 2 kilometer atau 3 kilometer sebelum titik ini. Kami harus melakukan peninggian dan tentunya harus dilakukan studi dulu,” tambahnya.
Dia turut menyampaikan bahwa usai insiden kecelakaan tersebut, pihaknya melakukan evaluasi keselamatan jangka panjang, BTP Kelas 1 Surabaya menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah, PT Kereta Api Indonesia, serta masyarakat. Upaya peningkatan keselamatan akan difokuskan pada perbaikan dan pengawasan pintu perlintasan, khususnya yang tidak dijaga.
“Kita terus mendorong banyak masih banyak pintu perlintasan yang tidak dijaga dan kemudian mungkin ada ke depannya penanganan bisa jadi pintu perlintasan itu kita tiadakan. Misalnya dilakukan penutupan, manakala memang ada pengalihan lalu lintas yang bisa menjadi alternatif selama tidak meng- mengganggu masyarakat ataupun juga kita membangun infrastruktur baik itu pembangunan underpass ataupun flyover,” jelasnya.
Denny juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam menjaga keselamatan di perlintasan kereta api. Menurutnya, infrastruktur hanyalah alat bantu, sementara kewaspadaan pengguna jalan tetap menjadi kunci utama.
“Jadi sebenarnya pintu perlintasan itu bukan sebagai apa ya kalau itu sebagai alat bantu alat bantu untuk supaya masyarakat itu bisa berhati-hati untuk bisa melihat kondisi di lapangan. Jadi kami harapkan walaupun memang pintu perlintasan sudah terlintas terbuka ataupun juga ada yang tidak terjaga. Kami harapkan masyarakat itu bisa menengok kiri kanan, melihat situasi apakah sudah aman atau tidak,” ujarnya.
Ia menyebut perlunya “double protection” antara penyediaan infrastruktur yang memadai dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mencegah kecelakaan di perlintasan sebidang. [fiq/kun]
