Blitar (beritajatim.com) – Perayaan Natal 2025 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Blitar menyisakan kisah getir di balik sukacita hari raya. Di saat mayoritas narapidana beragama Kristen dan Katolik bergembira menerima pengurangan masa hukuman, satu warga binaan justru harus menelan kenyataan pahit.
Secara administratif, narapidana tersebut sebenarnya memperoleh Remisi Khusus II (RK II), yang berarti langsung bebas tepat di hari Natal. Namun, kebebasan itu urung terwujud. Bukan karena pelanggaran disiplin, melainkan karena ketidakmampuan membayar denda pokok yang diputuskan pengadilan.
Akibatnya, narapidana tersebut wajib menjalani hukuman tambahan berupa pidana pengganti atau subsider, sehingga tetap harus mendekam di balik jeruji besi meski secara hitungan masa pidana telah berakhir.
Kepala Lapas Kelas IIB Blitar, Romi Novitrion, membenarkan kondisi tersebut. Ia menyebutkan, dari sembilan narapidana Nasrani yang menerima remisi Natal tahun ini, satu orang sejatinya sudah memenuhi syarat untuk langsung bebas.
“Ada satu orang yang mendapatkan Remisi Khusus dua (RK II). Seharusnya yang bersangkutan langsung bebas hari ini. Namun, karena tidak bisa membayar denda, akhirnya harus menjalani hukuman subsider terlebih dahulu,” ujar Romi usai penyerahan Surat Keputusan (SK) Remisi secara simbolis, Kamis (25/12/2025).
Romi menjelaskan, hukuman subsider merupakan kurungan pengganti yang wajib dijalani apabila terpidana tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran denda. Ketentuan ini bersifat mengikat dan menjadi bagian dari putusan pengadilan yang harus dilaksanakan oleh lembaga pemasyarakatan.
Meski demikian, Romi menegaskan bahwa pemberian remisi tetap mencerminkan apresiasi negara terhadap perubahan perilaku narapidana selama menjalani masa pembinaan.
“Remisi adalah penghargaan atas kedisiplinan dan perubahan sikap. Ini adalah bagian dari proses reintegrasi agar mereka siap kembali ke masyarakat dan patuh pada aturan,” tegasnya.
Sebagai bentuk empati di momen Natal, pihak Lapas Kelas IIB Blitar juga menyerahkan bingkisan kepada keluarga narapidana yang hadir dalam kegiatan tersebut. Sebuah gestur humanis di tengah ketatnya aturan hukum yang tetap harus ditegakkan, termasuk bagi mereka yang terpaksa belum bisa menghirup kebebasan karena keterbatasan ekonomi. [owi/beq]
