Irma Suryati, Brilianpreneur yang Melayani dengan Sepenuh Hati agar Difabel Mandiri

9 December 2023, 7:35

MATANYA berkaca-kaca tatkala Irma Suryati, 48, warga Desa Karangsari, Kecamatan Buayan, Kebumen, Jawa Tengah (Jateng) itu mengenang masa lalu. Masih terbayang dengan jelas di ingatannya tempat usaha yang berada di Pasar Karangjati, Semarang, dilalap api pada 2002.

Padahal, usaha tersebut sudah digelutinya selama tiga tahun sejak lulus SMA dan mengikuti kursus keterampilan di Rehabilitasi Centrum (RC) Prof Dr Soeharso Surakarta. Apalagi usaha yang dimulainya bersama sang suami Agus Supriyanto mulai memberikan hasil. Dalam sekejab impiannya musnah terbakar api.

Irma ialah seorang difabel akibat mengalami lumpuh layu sejak kecil. Saat mengikuti kursus di RC Solo, Irma bertemu Agus. Setelah menikah, keduanya memulai usaha di tahun 1999 di Semarang.

Baca juga: Aksesibilitas Fasilitas Umum, Tantangan dan Harapan di Hari Penyandang Disabilitas Internasional

“Padahal waktu itu, saya sudah memiliki rumah dan mobil. Saya juga telah menggandeng para penyandang disabilitas berjumlah 50 orang dengan omset yang sudah bagus. Manajamen produksi dan pemasaran telah tertata dengan baik. Tetapi, kebakaran itu membuat kami jatuh ke titik nol lagi. Mobil dan rumahnya juga harus dijual,” kata Irma yang berbincang dengan Media Indonesia, Jumat (8/12).

Irma ingat saat melihat usaha pembuatan keset dari kain percanya hangus, rasa sedihnya tak terbendung. Meski begitu ia mampu menghibur diri dan ikhlas menerima kenyatan. “Untuk
menghilangkan trauma itu, saya pindah ke desa kecil di Kebumen, tempat usaha saya sekarang ini. Apakah memulai usaha di Kebumen mudah? Sama sekali tidak.”

Baca juga: Public Expose Live: Terus Bertransformasi, BRI Optimistis Menutup Tahun 2023 dengan Kinerja Cemerlang

Kala itu, ia mencoba membuat proposal yang akan diberikan kepada Bupati Kebumen Rustriningsih. Irma ditolak berkali-kali sama petugas di pemkab setempat, karena dikira akan meminta sumbangan. Apalagi, saat datang Irma menggunakan tongkat penahan kaki.

“Seperti pandangan orang kebanyakan, biasanya kalau yang datang orang cacat hanya meminta sumbangan. Waktu itu, saya telah jelaskan bahwa saya ke kabupaten untuk berdiskusi dengan bupati. Berkali-kali memang tidak dibolehkan. Tetapi saya tetap nekat harus bertemu bupati. Ternyata saat bertemu Bupati Rustriningsih, beliau sangat support,” jelasnya.

Pertemuan itu menjadi titik awal Irma memulai usaha pembuatan keset dari kain perca dengan melibatkan difabel di Kebumen. Awalnya mengundang penyandang disabilitas, lalu terbentuk paguyuban. Setelah itu, mulailah usaha Irma dan memberikan pelatihan kepada difabel.

“Pasar masih sangat terbuka. Bahkan, selain penyandang disabilitas, kami juga diajak oleh sebuah LSM yang ada di Purwokerto memberdayakan para pekerja seks komersial (PSK). Tidak ketinggalan juga warga biasa yang ingin menjadi mitra mengembangkan usaha keset,” jelasnya.

Makin Moncer

Irma kemudian membentuk Mutiara Handycraft yang menjadi nama UMKM dengan
basis produksi keset. Perlahan omzetnya semakin meningkat. Bahkan, jumlah masyarakat dan difabel yang tertarik menjadi mitra pun meningkat. Dalam waktu singkat, hampir seluruh difabel dari kecamatan di Kebumen yang ikut.

Moncernya usaha mengantarkan Irma ke Australia untuk memamerkan hasil produksinya. Variasi dan kualitas keset produksi UMKM Irma menarik perhatian banyak pembeli dari Negeri Kanguru itu. “Bahkan, sampai sekarang pasar Australia masih terbuka bagi kami,” ujarnya.

Tidak hanya keset, Irma juga membuat tas, masker, dan sepatu. Ia juga secara konsisten melakukan pelibatan penyandang disabilitas.

“Sekarang ini, Mutiara Handycraft memiliki 300 mitra difabel di Kebumen. Kalau di Jateng, sekitar 3 ribu difabel. Mereka tersebar di 17 kecamatan di Jateng. Ada juga yang non difabel, jumlahnya sekitar 31 ribu. Totalnya ada 33 ribu lebih mitra yang rutin memproduksi,” jelasnya.

Konsistensi Irma untuk memperhatikan penyandang disabilitas karena dia tahu masih ada orang yang kerap memandang sebelah mata. Ia mengalami bagaimana disingkirkan, disepelekan, tidak dianggap pada awal-awal usaha. “Maka dari itu, saya tetap melibatkan mereka untuk ikut serta memproduksi keset. Mereka ikut andil dalam produksi keset dan berbagai varian lainnya. Kini, setiap bulan mampu memproduksi 50 ribu pieces. Harganya berkisar antara Rp5 ribu hingga Rp125 ribu per pieces. Omzet totalnya bernilai antara Rp400 juta hingga Rp600 juta per bulannya,”ujar dia.

Dengan omzet sebesar itu, Irma mendapatkan laba yang lumayan. Namun, tidak seluruh keuntungannya dipakai secara pribadi. Irma menyisihkan 20% keuntungannya untuk penyandang disabilitas. “Jadi, saya tidak hanya mengajak penyandang disabilitas yang masih dapat bekerja untuk ikut gabung jadi mitra. Namun, saya juga tetap memberikan perhatian bagi difabel yang tidak bisa apa-apa. Sebanyak 20% keuntungan saya belikan sembako untuk mereka,” tambahnya.

Kini keset hasil produksi UMKMnya dipasarkan di dalam dan luar negeri. Di mana 20% dari total produksinya di ekspor ke Australia dan Singapura. “Untuk pemasaran di dalam negeri, Mutiara Handycraft menjualnya secara daring maupun langsung. Pemasaran daring itu muncul, salah satunya setelah mendapat motivasi dan pelatihan dan BRI,” jelasnya.

Ketika Irma terpilih Brilianpreneur 2021, BRI memberikan berbagai macam pelatihan dan kemudahan. “Saya berterima kasih kepada BRI yang telah memilih saya masuk dalam Brilianpreneur tahun 2021. BRI memberikan bantuan kepada saya berupa pelatihan-pelatihan salah satunya adalah digital marketing. Selain itu, tentu saja kemudahan penyaluran KUR
(kredit usaha rakyat) untuk kami,” kata dia.

Menurutnya, dia mendapatkan pinjaman pada saat mulai bangkit lagi dari pandemi senilai Rp300 juta, kemudian dapat lagi Rp250 juta. “Pinjamannya benar-benar tidak membebani. Uang yang saya pinjam dapat menjadi modal untuk memajukan usaha. Karena saya pinjam, banyak dari mitra-mitra saya yang ikut meminjam. Biasanya mereka kan takut dengan bunga tinggi, tetapi begitu saya pinjam dan membuktikan, akhirnya banyak yang ikut menjadi nasabah BRI. Tidak saja pinjam untuk permodalan, tetapi juga memilih sebagai tempat menabung,” jelas Irma.

Di sisi lain, setelah menjadi Brilianpreneur, Irma semakin mendapatkan banyak pembeli. Apalagi, setelah dirinya mendapatkan pengetahuan dan pelatihan pemasaran secara digital. “Saya tidak sendiri dalam memasarkan produk keset secara digital. Tetapi ada orang lain lagi, salah satunya adalah Mbak Dewi Meisunlari. Dia seorang difabel yang tidak memiliki dua tangan. Meski demikian, dia tetap dapat berdaya. Saya menempatkan dia untuk memasarkan secara daring,” katanya.

Dewi mengaku kesulitan kalau untuk memproduksi keset. Tetapi dirinya berusaha agar tetap berdaya sebagai tenaga pemasaran di dunia maya. Namun, ia sama sekali tidak canggung menawarkan produk keset dengan lantang di depan laptop. “Saya biasanya memasarkan produk keset melalui TikTok. Kalau dulu kan dapat langsung bayar, namun sekarang tidak bisa
lagi. Tapi, sekarang tetap menggunakan TikTok dan media sosial lainnya, seperti Facebook. Lumayan juga hasilnya,” tambahnya.

BRILianpreneur merupakan ajang yang dihelat oleh BRI untuk membuka kesempatan bagi pelaku UMKM yang ingin mengembangkan potensinya sehingga mampu bersaing terutama dalam pasar di dunia maya.

Dalam satu kesempatan, Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto menyatakan BRI berkomitmen untuk terus mendukung UMKM Indonesia. Tujuannya supaya dapat memperluas pasar sampai dengan ranah pasar global. (Z-3)

MATANYA berkaca-kaca tatkala Irma Suryati, 48, warga Desa Karangsari, Kecamatan Buayan, Kebumen, Jawa Tengah (Jateng) itu mengenang masa lalu. Masih terbayang dengan jelas di ingatannya tempat usaha yang berada di Pasar Karangjati, Semarang, dilalap api pada 2002.

Padahal, usaha tersebut sudah digelutinya selama tiga tahun sejak lulus SMA dan mengikuti kursus keterampilan di Rehabilitasi Centrum (RC) Prof Dr Soeharso Surakarta. Apalagi usaha yang dimulainya bersama sang suami Agus Supriyanto mulai memberikan hasil. Dalam sekejab impiannya musnah terbakar api.

Irma ialah seorang difabel akibat mengalami lumpuh layu sejak kecil. Saat mengikuti kursus di RC Solo, Irma bertemu Agus. Setelah menikah, keduanya memulai usaha di tahun 1999 di Semarang.

Baca juga: Aksesibilitas Fasilitas Umum, Tantangan dan Harapan di Hari Penyandang Disabilitas Internasional

“Padahal waktu itu, saya sudah memiliki rumah dan mobil. Saya juga telah menggandeng para penyandang disabilitas berjumlah 50 orang dengan omset yang sudah bagus. Manajamen produksi dan pemasaran telah tertata dengan baik. Tetapi, kebakaran itu membuat kami jatuh ke titik nol lagi. Mobil dan rumahnya juga harus dijual,” kata Irma yang berbincang dengan Media Indonesia, Jumat (8/12).

Irma ingat saat melihat usaha pembuatan keset dari kain percanya hangus, rasa sedihnya tak terbendung. Meski begitu ia mampu menghibur diri dan ikhlas menerima kenyatan. “Untuk 
menghilangkan trauma itu, saya pindah ke desa kecil di Kebumen, tempat usaha saya sekarang ini. Apakah memulai usaha di Kebumen mudah? Sama sekali tidak.”

Baca juga: Public Expose Live: Terus Bertransformasi, BRI Optimistis Menutup Tahun 2023 dengan Kinerja Cemerlang

Kala itu, ia mencoba membuat proposal yang akan diberikan kepada Bupati Kebumen Rustriningsih. Irma ditolak berkali-kali sama petugas di pemkab setempat, karena dikira akan meminta sumbangan. Apalagi, saat datang Irma menggunakan tongkat penahan kaki.

“Seperti pandangan orang kebanyakan, biasanya kalau yang datang orang cacat hanya meminta sumbangan. Waktu itu, saya telah jelaskan bahwa saya ke kabupaten untuk berdiskusi dengan bupati. Berkali-kali memang tidak dibolehkan. Tetapi saya tetap nekat harus bertemu bupati.  Ternyata saat bertemu Bupati Rustriningsih, beliau sangat support,” jelasnya.

Pertemuan itu menjadi titik awal Irma memulai usaha pembuatan keset dari kain perca dengan melibatkan difabel di Kebumen. Awalnya mengundang penyandang disabilitas, lalu terbentuk paguyuban. Setelah itu, mulailah usaha Irma dan memberikan pelatihan kepada difabel.

“Pasar masih sangat terbuka. Bahkan, selain penyandang disabilitas, kami juga diajak oleh sebuah LSM yang ada di Purwokerto memberdayakan para pekerja seks komersial (PSK). Tidak ketinggalan juga warga biasa yang ingin menjadi mitra mengembangkan usaha keset,” jelasnya.

Makin Moncer

Irma kemudian membentuk Mutiara Handycraft yang menjadi nama UMKM dengan 
basis produksi keset. Perlahan omzetnya semakin meningkat. Bahkan, jumlah masyarakat dan difabel yang tertarik menjadi mitra pun meningkat. Dalam waktu singkat, hampir seluruh difabel dari kecamatan di Kebumen yang ikut.

Moncernya usaha mengantarkan Irma ke Australia untuk memamerkan hasil produksinya. Variasi dan kualitas keset produksi UMKM Irma menarik perhatian banyak pembeli dari Negeri Kanguru itu. “Bahkan, sampai sekarang pasar Australia masih terbuka bagi kami,” ujarnya.

Tidak hanya keset, Irma juga membuat tas, masker, dan sepatu. Ia juga secara konsisten melakukan pelibatan penyandang disabilitas.

“Sekarang ini, Mutiara Handycraft memiliki 300 mitra difabel di Kebumen. Kalau di Jateng, sekitar 3 ribu difabel. Mereka tersebar di 17 kecamatan di Jateng. Ada juga yang non difabel, jumlahnya sekitar 31 ribu. Totalnya ada 33 ribu lebih mitra yang rutin memproduksi,” jelasnya.

Konsistensi Irma untuk memperhatikan penyandang disabilitas karena dia tahu masih ada orang yang kerap memandang sebelah mata. Ia mengalami bagaimana disingkirkan, disepelekan, tidak dianggap pada awal-awal usaha. “Maka dari itu, saya tetap melibatkan mereka untuk ikut serta memproduksi keset. Mereka ikut andil dalam produksi keset dan berbagai varian lainnya. Kini, setiap bulan mampu memproduksi 50 ribu pieces. Harganya berkisar antara Rp5 ribu hingga Rp125 ribu per pieces. Omzet totalnya bernilai antara Rp400 juta hingga Rp600 juta per bulannya,”ujar dia.

Dengan omzet sebesar itu, Irma mendapatkan laba yang lumayan. Namun, tidak seluruh keuntungannya dipakai secara pribadi. Irma menyisihkan 20% keuntungannya untuk penyandang disabilitas. “Jadi, saya tidak hanya mengajak penyandang disabilitas yang masih dapat bekerja untuk ikut gabung jadi mitra. Namun, saya juga tetap memberikan perhatian bagi difabel yang tidak bisa apa-apa. Sebanyak 20% keuntungan saya belikan sembako untuk mereka,” tambahnya.

Kini keset hasil produksi UMKMnya dipasarkan di dalam dan luar negeri. Di mana 20% dari total produksinya di ekspor ke Australia dan Singapura. “Untuk pemasaran di dalam negeri, Mutiara Handycraft menjualnya secara daring maupun langsung. Pemasaran daring itu muncul, salah satunya setelah mendapat motivasi dan pelatihan dan BRI,” jelasnya.

Ketika Irma terpilih Brilianpreneur 2021, BRI memberikan berbagai macam pelatihan dan kemudahan. “Saya berterima kasih kepada BRI yang telah memilih saya masuk dalam Brilianpreneur tahun 2021. BRI memberikan bantuan kepada saya berupa pelatihan-pelatihan salah satunya adalah digital marketing. Selain itu, tentu saja kemudahan penyaluran KUR 
(kredit usaha rakyat) untuk kami,” kata dia.

Menurutnya, dia mendapatkan pinjaman pada saat mulai bangkit lagi dari pandemi senilai Rp300 juta, kemudian dapat lagi Rp250 juta. “Pinjamannya benar-benar tidak membebani. Uang yang saya pinjam dapat menjadi modal untuk memajukan usaha. Karena saya pinjam, banyak dari mitra-mitra saya yang ikut meminjam. Biasanya mereka kan takut dengan bunga tinggi, tetapi begitu saya pinjam dan membuktikan, akhirnya banyak yang ikut menjadi nasabah BRI. Tidak saja pinjam untuk permodalan, tetapi juga memilih sebagai tempat menabung,” jelas Irma.

Di sisi lain, setelah menjadi Brilianpreneur, Irma semakin mendapatkan banyak pembeli. Apalagi, setelah dirinya mendapatkan pengetahuan dan pelatihan pemasaran secara digital. “Saya tidak sendiri dalam memasarkan produk keset secara digital. Tetapi ada orang lain lagi, salah satunya adalah Mbak Dewi Meisunlari. Dia seorang difabel yang tidak memiliki dua tangan. Meski demikian, dia tetap dapat berdaya. Saya menempatkan dia untuk memasarkan secara daring,” katanya.

Dewi mengaku kesulitan kalau untuk memproduksi keset. Tetapi dirinya berusaha agar tetap berdaya sebagai tenaga pemasaran di dunia maya. Namun, ia sama sekali tidak canggung menawarkan produk keset dengan lantang di depan laptop. “Saya biasanya memasarkan produk keset melalui TikTok. Kalau dulu kan dapat langsung bayar, namun sekarang tidak bisa 
lagi. Tapi, sekarang tetap menggunakan TikTok dan media sosial lainnya, seperti Facebook. Lumayan juga hasilnya,” tambahnya.

BRILianpreneur merupakan ajang yang dihelat oleh BRI untuk membuka kesempatan bagi pelaku UMKM yang ingin mengembangkan potensinya sehingga mampu bersaing terutama dalam pasar di dunia maya.

Dalam satu kesempatan, Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto menyatakan BRI berkomitmen untuk terus mendukung UMKM Indonesia. Tujuannya supaya dapat memperluas pasar sampai dengan ranah pasar global. (Z-3)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi