Insentif Diskon Tiket Pesawat Diramal Tak Efektif Kerek Jumlah Penumpang

Insentif Diskon Tiket Pesawat Diramal Tak Efektif Kerek Jumlah Penumpang

Bisnis.com, JAKARTA — Insentif yang diberikan pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat diproyeksi tidak signifikan menggenjot jumlah penumpang maskapai pada momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026.

Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi), Alvin Lie memprediksi pemberian insentif yang dilakukan pemerintah tersebut hanya meningkatkan jumlah penumpang maksimal 15% dibandingkan dengan hari biasa dalam 3 bulan terakhir.

“Dampaknya tidak signifikan. Justru yang terjadi hanya pergeseran penumpang dari LCC [maskapai berbiaya murah/low cost carrier] ke FSC [layanan penuh/full service],” kata Alvin, Sabtu (18/10/2025).

Dia berpendapat maskapai layanan penuh seperti Garuda Indonesia dan Batik Air yang paling diuntungkan dalam skema insentif tersebut. Sementara, maskapai berbiaya murah seperti Citilink dan Lion Air justru menjadi kurang diminati.

Menurutnya, penumpang yang biasanya menggunakan LCC akan beralih ke FSC. Terlebih, selisih harga untuk kedua jenis layanan maskapai tersebut untuk kelas dan rute yang sama hanya 15% .

Alvin menuturkan ketika pemerintah memaksakan harga turun 13-14%, akan terjadi pergeseran penumpang ke kelas layanan penerbangan yang lebih tinggi. Penumpang berusaha mendapatkan layanan terbaik dengan biaya terjangkau, bukan lagi mencari tiket paling murah.

Kendati demikian, lanjutnya, momen Nataru tidak akan signifikan meningkatkan jumlah keterisian kursi penumpang (seat load factor/SLF) maskapai.

Dia menjelaskan penyebab utamanya masih dipengaruhi melemahnya daya beli masyarakat. Selain itu, lambannya pengumuman pemberian insentif dari pemerintah jelang peak season.

“Pengumuman hanya berjarak 2-4 pekan sebelum peak season. Padahal penumpang yang berlibur sudah rencanakan jauh hari dan sudah beli tiket 1-3 bulan sebelumnya,” ujarnya.

Adapun, perpindahan penumpang yang biasanya naik moda transportasi darat seperti bus, kereta api dan kendaraan pribadi hingga angkutan laut hanya sekitar 3% yang akan beralih ke moda transportasi udara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2025, dikutip Sabtu (18/10/2025), pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah terhadap harga tiket pesawat untuk menjaga daya beli masyarakat dan menggerakkan perekonomian nasional selama periode Nataru.

Beleid yang diteken Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tersebut berlaku untuk periode pembelian tiket pesawat kelas ekonomi yang dilakukan sejak 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026 dan periode penerbangan yang dilakukan sejak 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.

Pemerintah hanya menanggung PPN sebesar 6% dari nilai penggantian. Sementara, masyarakat masih membayar PPN sebesar 5% yang akan ditagih melalui maskapai.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menurunkan biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge), yang menjadi komponen harga tiket pesawat, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 50/2025.

Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menetapkan besaran fuel surcharge ditetapkan untuk jenis pesawat bermesin jet dan propeller (baling-baling ganda) dengan masing-masing maksimal 2% dan 20% dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan maskapai.

“Penurunan fuel surcharge tersebut berlaku untuk pelaksanaan penerbangan pada 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026 dan periode pemesanan tiket penerbangan mulai 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026,” seperti dikutip dalam beleid yang diteken sejak 8 Oktober 2025.