Jakarta –
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) diusulkan untuk bisa menjadi pengelola bank emas atau bullion bank di RI. Kedua lembaga ini harus memenuhi syarat tertentu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa beroperasi sebagai bank emas.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro OJK Ahmad Nasrullah mengatakan aturan terkait syarat pengoperasian bank emas di RI sudah masuk dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bullion.
Salah satunya adalah dari sisi kesiapan dana yang dimiliki bank atau lembaga jasa keuangan (LJK) lain sebelum memulai layanan bank emas. Di mana mereka harus memiliki modal inti atau modal sendiri setidak-tidaknya Rp 14 triliun.
“Indikator terkait permodalannya itu kami mengambil indikator permodalan di modal inti yang untuk bank umum. Jadi intinya ini untuk bank umum yang sudah memiliki modal inti di atas Rp 14 triliun, sekurang-kurangnya Rp 14 triliun,” jelas Nasrullah dalam konferensi pers OJK yang dilakukan secara online, Senin (9/12/2024).
“Nah mungkin kalau untuk yang selain perbankan seperti LJK non-bank, misalkan PT Pegadaian sudah siap mengajukan permohonan, di sini memang ukuran angkanya kita tidak pakai modal inti tapi menggunakan modal sendiri ataupun ekuitas di sini sama di angkanya Rp 14 triliun,” ucapnya lagi.
Selain itu, bank atau LJK tadi juga harus memiliki simpanan kas atau setara kas dengan jumlah yang sama dengan nilai emas yang disimpan. Langkah ini dimaksudkan sebagai salah satu manajemen risiko.
“Cuma memang ada ketentuan berapapun yang dia simpan itu harus di-backup dengan nilai cash setara itu. Jadi memang agak berat di sini, ya. Kalau bank misalnya sekarang menyelenggarakan kegiatan usaha bank emas dia mau nambah bullion, nanti dia harus mempunyai cadangan dalam bentuk uang cash sebesar cadangan emas yang dia punya. Kira-kira seperti itu, ya,” terang Nasrullah.
Tidak berhenti di sana ada juga aturan lain terkait kepemilikan brankas tempat penyimpanan emas atau vault yang sesuai dengan standar keamanan internasional. Dengan begitu setiap emas yang disimpan oleh bank atau LJK lainnya dipastikan aman.
Kemudian ada juga syarat lain yang bersifat administratif semisal memiliki data pemimpin satuan kerja penyelenggaraan bullion, rencana bisnis yang terkait dengan operasional bank emas untuk tiga tahun ke depan, bukti kesiapan operasional dan manajemen, dan lain sebagainya.
“Jadi selain kesiapan administratif, kita perlu memastikan juga persiapan infrastruktur dan operasionalnya termasuk mitigasi risikonya. Nah salah satunya itu vault atau tempat penyimpanan emas itu ada standar internasionalnya. Jadi kita memastikan keamanannya,” kata Nasrullah
“Itupun nanti standar penyimpanan emasnya mungkin ya, ada yang sudah terstandarisasi, mungkin juga ada yang belum, ya, tapi sampai saat ini memang belum banyak yang mengajukan kami, ya,” terangnya lagi.
Menurutnya, berdasarkan aturan itu sejauh ini baru ada dua lembaga yang berpotensi dapat menjadi bank emas di RI, yakni BSI sesuai yang diusulkan dan PT Pegadaian.
Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bakal mengajukan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dijadikan bank emas atau bullion bank.
“Saya kira ini awal mula beberapa bank akan menjadi bullion bank. Saya mengusulkan kepada OJK, minimal BRI yang merupakan holding Pegadaian, juga Bank Syariah Indonesia agar bisa menjadi tuan rumah sebagai bullion bank di Indonesia,” kata Airlangga dalam acara Indonesia SEZ Business Forum 2024 di Hotel St. Regis Jakarta, Senin (9/12/2024).
(kil/kil)