Jakarta –
Lebih dari satu warga Singapura meninggal setiap jam karena serangan jantung. Hal ini didasari riwayat kondisi seseorang, termasuk kolesterol tinggi hingga tekanan darah tinggi.
Menteri Kesehatan Singapura menilai kondisi tersebut jelas berkaitan dengan tingginya konsumsi garam dan lemak. Ada 23 subkategori makanan kemasan yang kemudian regulasinya akan diperketat, bukan hanya saat penjualan tetapi saat mengiklankan produknya.
Pasalnya, empat dari 10 produk yang dibeli warga Singapura saat ini berada di kelas D ‘Nutrigrade’ atau sangat tidak sehat, termasuk salah satunya mi instan. Sebanyak 82 persen mi instan yang dijual di Singapura masuk pada makanan level C dan D.
“Iklan untuk produk berlabel D akan dilarang,” kata Kementerian Kesehatan atau Ministry of Health (MOH) Singapura, dikutip dari CNA.
Garam, saus, bumbu, mi instan, dan minyak goreng harus diberi kelas A, B, C, atau D berdasarkan kandungan natrium, gula, dan lemak jenuhnya.
Kelas A adalah untuk makanan dengan kadar natrium, gula, atau lemak jenuh terendah. Sebaliknya, yang tertinggi diberi kelas D.
Produk akan diberi kelas berdasarkan zat gizi yang menjadi perhatian dengan kadar tertinggi. Misalnya, jika suatu produk memiliki kadar natrium C dan kadar lemak jenuh dalam kelas D, kelas akhir penentuan produk akan dimasukkan pada level D.
Label tersebut kemudian akan menyorot zat gizi yang menjadi perhatian, yang dalam hal ini adalah lemak jenuh.
Subkategori produk yang berbeda akan memiliki ambang batas berbeda untuk pemberian level, serta harus dibandingkan dengan produk lain dalam kategori yang sama.
Untuk produk yang dinilai C atau D, tanda Nutri-Grade harus dipajang di bagian depan kemasan produk.
“Untuk memberi pelaku industri waktu yang cukup untuk melakukan reformulasi produk mereka, pelabelan akan mulai berlaku pada pertengahan 2027. MOH mendukung perumusan kembali produk yang lebih sehat dengan hibah,” jelas otoritas terkait.
Ong mengatakan kementerian memutuskan setiap subkategori produk akan memiliki serangkaian level ambang batasnya sendiri untuk natrium atau lemak jenuh karena ada berbagai macam produk yang digunakan untuk masakan berbeda, dan digunakan dalam jumlah berbeda.
“Tidak mungkin untuk menilai kecap manis, kecap asin, dan kecap ikan berdasarkan serangkaian ambang batas yang sama, mengingat perbedaan yang melekat pada kandungan natrium dan gulanya, dan yang lebih penting, perbedaan yang melekat pada cara kita menggunakan saus tersebut,” katanya.
“Jika kita membiarkan setiap saus menggunakan ambang batas yang sama, bahan seperti kecap ikan yang secara inheren memiliki kandungan natrium tinggi dan digunakan dengan hemat, akan dikutuk untuk dinilai D dengan sedikit harapan untuk perbaikan. Produsennya juga tidak akan memiliki insentif untuk melakukan perbaikan.”
Dia mengatakan dengan menetapkan tingkat ambang batas yang berbeda untuk setiap kategori saus, konsumen memiliki dasar untuk memilih versi yang lebih sehat sementara industri akan memiliki insentif untuk reformulasi praktis dan progresif.
Health Promotion Board (HPB), badan pemerintah Singapura untuk mempromosikan gaya hidup sehat, juga melibatkan operator makanan dan minuman serta pedagang kaki lima untuk mendorong mereka beralih ke bahan-bahan yang rendah natrium. Ini adalah bagian dari gerakan “Kurangi Garam, Perbanyak Rasa” yang diluncurkan pada 2023, bertujuan untuk mengurangi asupan natrium warga Singapura hingga 15 persen.
Dorongan untuk mengurangi asupan natrium mengikuti perang melawan diabetes untuk mengurangi konsumsi gula di Singapura.
Pelabelan Nutri-Grade dan kampanye kesehatan masyarakat membantu menurunkan konsumsi gula. Total asupan gula harian berkurang dari 60 gram pada 2018 menjadi 56 gram pada 2022.
HPB merekomendasikan pembatasan gula tidak lebih dari 10 persen dari asupan energi harian, yaitu sekitar 50 gram, atau 10 sendok teh gula, berdasarkan diet 2000 kalori.
(naf/kna)