Bisnis.com, JAKARTA— Indonesia Investment Authority (INA) menilai pemerintah perlu memperkuat pemberian insentif bagi investor asing agar minat penanaman modal di sektor pusat data (data center) tetap terjaga.
Head of Digital Infrastructure, Transportation & Logistics Investments INA, Johan Batubara, mencontohkan kawasan Batam yang memiliki keunggulan sebagai free trade zone, sehingga biaya impor peralatan dapat ditekan.
“Jika diberlakukan bea masuk 10–15%, itu bisa langsung menaikkan biaya secara signifikan bukan hanya untuk operator, tapi juga penyewa,” kata Johan dalam acara Citi Data Center Day 2025 di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Johan menjelaskan, secara fundamental daya tarik Indonesia sebagai lokasi pengembangan pusat data terus meningkat, terutama di Pulau Jawa yang dinilai unggul dari sisi ketersediaan listrik, lahan, serta infrastruktur pendukung seperti konektivitas dan pasokan air.
Menurutnya, pembangunan pusat data membutuhkan modal yang besar. Untuk membangun pusat data saja dibutuhkan sekitar US$10 juta atau sekitar Rp166,21 miliar per megawatt.
Dia menambahkan, bagi penyewa pusat data, biaya yang harus ditanggung bisa mencapai tiga hingga lima kali lipat lebih besar. Karena itu, kebijakan insentif menjadi krusial untuk menjaga daya tarik investasi.
Selain faktor biaya, Johan menilai Indonesia juga memiliki keunggulan lain dari sisi efisiensi energi dan fleksibilitas regulasi, terutama di kawasan perdagangan bebas.
Indonesia memang memiliki biaya energi yang lebih murah, dan kawasan perdagangan bebas membuat proses implementasi lebih mudah dan fleksibel, termasuk dalam hal regulasi data.
“Kami sudah berkomunikasi dengan berbagai instansi pemerintah agar ada kompromi kebijakan,” katanya.
Dari sisi pendanaan, Johan menyampaikan bahwa minat investor global terhadap sektor pusat data sangat tinggi.
Dia menilai modal pada dasarnya sudah tersedia, namun tantangan utama saat ini adalah pada keahlian dan kemampuan eksekusi dari pelaku lokal.
Karena itu, INA juga membuka peluang kemitraan strategis dengan pemerintah, termasuk dalam pengembangan energi terbarukan.
“Kami juga membuka peluang kerja sama dengan pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan, karena sektor pusat data bisa menjadi anchor buyer listrik yang besar, menjaga keseimbangan suplai energi nasional,” tuturnya.
Johan menambahkan, pembiayaan industri pusat data saat ini masih didominasi oleh bank-bank regional yang memiliki jaringan lintas negara.
“Untuk saat ini, karena industri pusat data masih relatif baru di kawasan ini, sebagian besar pembiayaan masih bersifat lokal berdasarkan aset lokal. Bank-bank regional dengan cakupan dan kehadiran di berbagai pasar memiliki keunggulan. Biasanya mereka menggunakan neraca mereka sendiri untuk pembiayaan, dan pihak yang memiliki jaringan lintas negara akan menjadi pemenang,” ujarnya.