Hati-hati yang Sering Konsumsi Ultra Processed Food, Berisiko Kena 12 Penyakit Ini

Hati-hati yang Sering Konsumsi Ultra Processed Food, Berisiko Kena 12 Penyakit Ini

Jakarta

Sebuah makalah terbaru yang diterbitkan di jurnal The Lancet, sebagai bagian dari seri berisi tiga publikasi, mengungkapkan konsumsi Ultra Processed Food (UPF) terus meningkat di seluruh dunia.

UPF merupakan salah satu kategori dalam klasifikasi NOVA, yang diperkenalkan pada 2009 oleh Prof Carlos Monteiro dari Universitas Sao Paulo, Brasil. Kategori ini mencakup produk makanan industri yang mengandung banyak bahan tambahan.

Makalah tersebut, yang merujuk pada studi terbaru, tinjauan ilmiah, dan meta-analisis, memberikan bukti tambahan mengenai hubungan antara konsumsi UPF dan meningkatnya risiko sejumlah masalah kesehatan utama.

Makalah kedua dalam seri The Lancet ini menekankan perlunya kebijakan global untuk mengatur UPF, sementara makalah ketiga menyerukan mobilisasi respons kesehatan masyarakat terhadap meningkatnya konsumsi UPF dalam pola makan dunia.

Dalam kajian ini, para peneliti menggunakan definisi UPF berdasarkan sistem klasifikasi NOVA. UPF termasuk dalam Grup 4 NOVA, yaitu “formulasi berbagai bahan yang sebagian besar hanya digunakan secara industri, dan biasanya dibuat melalui serangkaian teknik serta proses industri.”

Adapun contoh umum ultra processed food meliputi:

sup kalenganproduk roti komersialmakanan beku siap sajimakanan prepackaged atau siap saji kemasandaging olahansoda dan minuman energicamilan seperti keripik, cookies, dan crackerssereal sarapan manis

“Konsumsi ultra-processed foods yang semakin meningkat telah mengubah pola makan global, menggantikan makanan segar dan minim proses,” ujar Carlos A. Monteiro, MD, profesor nutrisi dan kesehatan masyarakat dari University of São Paulo, Brasil, sekaligus penulis utama studi tersebut, dalam siaran persnya, dikutip dari Medical News Today.

“Perubahan ini didorong oleh korporasi global besar yang meraih keuntungan besar dari produk ultra-processed, didukung pemasaran masif dan lobi politik untuk menghambat kebijakan kesehatan masyarakat yang mendukung pola makan sehat,” tambah Monteiro.

Dalam makalahnya, para peneliti juga meninjau 104 studi jangka panjang dan menemukan bahwa 92 di antaranya menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi UPF dan peningkatan risiko terhadap total 12 kondisi serta luaran kesehatan berikut:

obesitas abdominalkematian dari segala penyebab (all-cause mortality)penyakit kardiovaskularpenyakit ginjal kronispenyakit serebrovaskularpenyakit jantung koronerpenyakit Crohndepresitekanan darah tinggi (hipertensi)kolesterol tinggi (dislipidemia)overweight atau obesitasdiabetes tipe 2

Bagaimana cara mengurangi konsumsi ultra-processed food (UPF)?

Banyak orang ingin mengurangi konsumsi ultra-processed foods (UPF), tetapi sering kali merasa tertekan karena harus menghindari terlalu banyak hal sekaligus. Menurut ahli gizi, Monique Richard, MS, RDN, LDN, langkah awal justru bukan tentang melarang diri sendiri, melainkan memahami kondisi pribadi.

Richard menekankan pentingnya menilai akses, kemampuan, dan kesadaran sebelum melakukan perubahan. Ia mengingatkan setiap orang memiliki latar belakang berbeda, dengan keterbatasan dan tantangan masing-masing.

“Sebagai seorang ahli gizi, tugas saya adalah bertemu klien di titik mereka berada sekarang, bukan pada versi ideal diri mereka atau apa yang masyarakat pikir seharusnya mereka lakukan. Kami membantu menerjemahkan bukti ilmiah menjadi kebiasaan sederhana yang bisa dilakukan sehari-hari, dan dapat mengubah arah kesehatan serta meningkatkan kualitas hidup,” ucapnya.

Salah satu prinsip utamanya adalah ‘tambah dulu, baru kurangi’. Alih-alih langsung menyingkirkan UPF, coba tambahkan makanan yang lebih padat nutrisi. Satu porsi buah utuh, segenggam kacang, kacang-kacangan, atau sedikit sayur setiap kali makan perlahan akan menggantikan makanan ultra-proses secara alami.

Richard menyarankan mengganti pilihan makanan dengan opsi yang lebih sehat, tapi tetap praktis. Jika sebuah produk dipenuhi gula, pati, minyak, emulsifier, atau stabilizer, besar kemungkinan itu UPF. Carilah alternatif yang sedikit lebih baik, seperti air dengan tambahan irisan buah atau herbal sebagai pengganti minuman manis, atau bubuk lemon/lime sebagai flavor infuser tanpa gula.

Untuk sumber protein, pilih yang minim pengolahannya, seperti ayam rotisserie, kacang-kacangan, yogurt, atau tahu. Hidangan yang dipanggang atau dibakar juga lebih baik daripada yang dibalur tepung atau digoreng.

Richard juga menyarankan untuk sering memasak di rumah dan tidak perlu rumit. Bahkan satu kali makan buatan rumah dalam sehari dapat memberi manfaat. Penelitian pun menunjukkan kebiasaan memasak dan makan bersama keluarga punya dampak positif jangka panjang, melampaui sekadar asupan nutrisi.

“Penelitian menunjukkan banyak manfaat jangka panjang dari kebiasaan memasak dan makan bersama keluarga yang melampaui sekadar asupan nutrisi saat itu. Gunakan bahan-bahan sederhana seperti sayuran, kacang-kacangan, telur, biji-bijian utuh, rempah, dan bumbu. Bangun makanan Anda dari bahan makanan utuh, bukan daftar bahan yang tidak menyerupai makanan asli,” lanjutnya.

Halaman 2 dari 3

(suc/up)