Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Hamas Masih Ada, Sandera Belum Bebas, Israel Telan Kerugian Ekonomi Rp 1.102 di Perang Gaza – Halaman all

Hamas Masih Ada, Sandera Belum Bebas, Israel Telan Kerugian Ekonomi Rp 1.102 di Perang Gaza – Halaman all

Hamas Masih Ada, Sandera Belum Bebas, Israel Telan Kerugian Ekonomi Rp 1.102 di Perang Gaza

TRIBUNNEWS.COM – Israel menderita kerugian besar dan belum juga mencapai target perang mereka di Jalur Gaza sejak melancarkan invasi militer darat ke wilayah kantung Palestina tersebut pada 7 Oktober 2023 silam.

Dalam 16 bulan, kerugian ekonomi akibat perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza mencapai sekitar 250 miliar shekel ($67,57 miliar atau setara Rp 1.102 triliun) pada akhir tahun 2024, menurut sebuah laporan.

Surat kabar bisnis Israel, Calcalist merilis angka tersebut pada hari Jumat yang mencerminkan perkiraan Bank Israel,

Kerugian ekonomi itu mencakup biaya militer langsung, pengeluaran sipil, dan kerugian pendapatan, tetapi bukan dampak finansial sepenuhnya.

Laporan tersebut menggambarkan biaya tersebut sebagai ” beban berat ” dan mengkritik “kegagalan” upaya perang, menyoroti perlunya peningkatan substansial dalam anggaran pertahanan Israel selama dekade berikutnya.

Ketegangan anggaran telah memicu diskusi di Israel , khususnya mengenai realokasi pendapatan dari sumber daya gas alam di Mediterania, yang awalnya ditujukan untuk perawatan kesehatan dan pendidikan tetapi sekarang tampaknya dialokasikan untuk belanja pertahanan.

Laporan itu juga menyebutkan rekomendasi terkini dari Komite Nagel , yang menyarankan tambahan 275 miliar shekel ($74 miliar) untuk pertahanan selama dekade berikutnya dengan peningkatan tahunan sebesar 27,5 miliar shekel ($7 miliar).

Dua serdadu Israel (IDF) tampak membetulkan rantai tank tempur yang bermasalah. Perang banyak front yang berlarut secara nyata menguras ekonomi Israel sebagai dampak dari beban perang. (khaberni/tangkap layar)

Komite mengusulkan untuk memperkuat sistem pertahanan udara berlapis-lapis milik Israel , termasuk Iron Dome dan sistem laser yang baru dioperasikan, di samping memperkuat perbatasan Lembah Jordan dengan penghalang yang dijaga ketat.

Tentara Israel telah menewaskan lebih dari 46.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, di Gaza sejak serangan lintas perbatasan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023.

Serangan tersebut telah menghancurkan daerah kantong itu dan risiko kelaparan meluas.

Namun, di balik aksi genosida tersebut, Israel belum bisa mencapai target perang yang mereka ditetapkan di awal invasi, termasuk memberangus gerakan Hamas dan membebaskan para sandera Israel yang ditahan di Gaza.

Keluarga sandera Israel yang ditawan oleh militan Palestina menyalakan Hanukkiah, sebuah kandil menorah bercabang sembilan yang digunakan pada hari raya Yahudi Hanukkah (AHMAD GHARABLI / AFP)

Sandera Israel di Gaza Dikawal Brigade Bunuh Diri

Terkait kondisi sandera Israel di Gaza, seorang pejabat senior Hamas mengklaim tanggung jawab pengamanan warga Israel yang disandera di Jalur Gaza diserahkan kepada brigade khusus yang disebut “brigade bunuh diri”.

Brigade itu berisi para pejuang terlatih yang memang ditugaskan memastikan keamanan dan perlindungan bagi para sandera di tengah perundingan gencatan senjata Hamas-Israel.

Saat diwawancarai Al Araby Al Jadeed, pejabat yang enggan disebutkan namanya itu tidak mengungkapkan rincian tentang struktur dan metode brigade itu.

Dia lalu menyinggung keputusan Hamas baru-baru ini perihal upaya untuk mendorong kemajuan perundingan gencatan senjata.

Keputusan itu, misalnya kesepakatan untuk menambah sandera yang akan dibebaskan, adalah respons atas situasi buruk kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza.

“Kami tidak jauh dari perjanjian (gencatan senjata) jika [Perdana Menteri Israel] Benjamin Netanyahu menunjukkan respons positif atas isu gencatan senjatan senjata permanen dan penarikan mundur [pasukan Israel],” katanya.

Dia mengatakan Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya ingin secepatnya mewujudkan perjanjian gencatan senjata.

“Kami bernegosiasi dengan fokus yang jelas untuk memperluas kepentingan rakyat kami,” kata dia.

Petempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, membidik sasaran. (Khaberni)

Menurutnya, pemerintah Israel menekan Hamas agar bisa mendapatkan rincian identitas dan lokasi para sandera. Hal itu adalah bagian dari strategi intelijen Israel.

Namun, Hamas dan sekutunya tetap teguh melawan setiap upaya untuk memanipulasi proses perundingan demi mendapatkan data intelijen.

“Situasinya sudah jelas. Netayahu memainkan permainan berbahaya dengan nyawa para sandera, dan setiap keterlambatan dalam proses ini tidak bisa dibenarkan,” ujarnya.

Kata dia, jika militer atau dinas intelijen Israel berhasil mendapatkan lokasi para sandera, Israel tidak akan mendapatkan para sandera itu hidup-hidup, kecuali kesepakat berhasil dicapai.

“Bahkan, jika mereka bisa mengetahui lokasi sandera, peluang untuk memulangkan mereka hidup-hidup sangat kecil. Satu-satunya skenario yang bisa memungkinkan kembalinya mereka secara aman ialah dengan perjanjian yang dinegosiasikan.”

Perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel ditengahi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS). Selama beberapa hari terakhir digelar pembicaraan di Kota Doha, Qatar.

Perundingan itu berfokus pada tahap pertama gencatan yang melibatkan pembebasan sandera.

Poin yang paling penting ialah perihal “akhir perang”. Israel menyodorkan usul “penghentian operasi militer secara permanen” dan “penerapan ketenangan secara penuh”.

Hamas menolak usul itu karena tidak jelas dan hanya menunjukkan penghentian pertempuran untuk sementara saja.

Biden: Ada kemajuan nyata

Presiden AS Joe Biden pada hari Kamis menyebut ada “kemajuan nyata” dalam pembicaraan gencatan senjata Israel-Hamas.

“Kita membuat sedikit kemajuan nyata, saya bertemu dengan para negosiator dari ini,” kata Biden di Gedung Putih, dikutip dari Al Arabiya.

“Saya masih berharap kita bisa mewujudkan pertukaran tahanan.”

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengklaim gencatan senjata dan pembebasan sandera “sudah sangat dekat”.

Blinken berharap hal itu bisa terwujud sebelum Biden lengser dan pemerintahan dipegang oleh Donald Trump.

Menurut dia, andaipun gencatan senjata itu belum bisa terwujud pada masa pemerintahan Biden, rezim selanjutnya akan mewujudkannya.

Presiden AS Joe Biden (Instagram Joe Biden)

Sandera mengeluh

Seorang warga Israel yang disandera Hamas di Gaza mengungkapkan kekecewaannya kepada pemerintahan Netanyahu.

Keluh kesahnya itu disampaikan lewat video yang diunggah sayap militer Hamas, Brigade Al Qassam, hari Sabtu, (4/1/2025).

Dalam pernyataannya selaama 3,5 menit, sandera berama Liri Albag itu mengklaim kabinet Netanyahu ingin membunuh para sandera.

“Kalian ingin membunuh kami?” tanya Elbag dikutip dari IRNA.

Albag berusia 19 tahun. Sebelumnya, dia menjadi tentara perempuan yang bertugas memantau perbatasan Israel-Gaza.

Dia mengkritik pemerintah Israel. Menurutnya, pembebasan sandera di Gaza bukanlah prioritas kabinet maupun militer Israel.

Albag juga khawatir dunia mulai melupakan para sandera. Kata dia, keberlangsungan hidup sandera tergantung pada penarikan pasukan Israel dan upaya IDF untuk menjangkau sandera.

“Jika orang-orang terkasih kalian disandera, akankah perang masih berlanjut?” tanya Albag.

Perempuan itu meragukan komitmen Israel untuk mengakhiri perang di Gaza yang sudah berlangsung lebih dari setahun.

Kemudian, dia menyampaikan pesan kepada Menteri Pertahanan Israel.

“Lihatlah mata ayah saya dan beri tahu dia dan ibu saya bahwa mereka tak akan pernah memeluk anak perempuan mereka lagi,” katanya.

“Anda tidak punya keberanian untuk melakukan itu. Saya sadar bahwa kami hanya pion dalam permainan Anda.”

Di samping itu, dia berpesan kepada orang-orang yang berada di dalam kabinet Netanyahu.

“Kalian tidak akan menyelamatkan kami melalui operasi militer, kalian tahu tak akan bisa.”

“Ini pencarian yang menjengkelkan, dan kami dibombardir setiap hari. Bagaimana bisa seseorang tinggal di suatu tempat yang kalian bombardir, tanpa tempat berlindung?”