Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Haidar Alwi sebut survei OCCRP soal tokoh terkorup lemah

Haidar Alwi sebut survei OCCRP soal tokoh terkorup lemah

Jakarta (ANTARA) – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi menyebut survei Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) terkait daftar pemimpin dunia yang diduga terlibat kejahatan terorganisasi dan korupsi terbilang lemah karena segala bentuk tindak kejahatan tidak dapat dibuktikan hanya dengan jajak pendapat.

“Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan, bukan melalui polling atau jajak pendapat,” kata Haidar dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.

OCCRP diketahui menulis nama Presiden Ketujuh RI Joko Widodo masuk sebagai finalis “Person of The Year” dalam kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi 2024. Padahal, menurut Haidar, hingga saat ini tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

“Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata,” katanya.

Oleh sebab itu, Haidar menilai daftar yang dirilis OCCRP, khususnya terkait Jokowi, hanyalah usulan yang tidak berdasar dari para pemegang hak suara dalam jajak pendapat.

Dia khawatir hal tersebut dapat merusak reputasi Jokowi di mata masyarakat Indonesia, bahkan dunia.

“OCCRP harus meralat rilisnya dan meminta maaf kepada Jokowi. Jika tidak, OCCRP yang berisi para jurnalis investigasi sama saja dengan mencoreng kredibilitasnya sendiri,” imbuh Haidar.

Lebih jauh, Haidar menyoroti absennya nama tokoh lain dari daftar tersebut, seperti Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Ia menyebut, Netanyahu sering dikaitkan dengan tindak kejahatan kemanusiaan dan menghadapi sejumlah dakwaan pidana, termasuk kasus penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi.

“Netanyahu yang sudah diperintahkan untuk ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional justru luput dari riset OCCRP, sedangkan Jokowi yang tanpa vonis kejahatan malah masuk. Ini semakin menunjukkan kelemahan OCCRP dalam melakukan risetnya,” ujar dia.

OCCRP merupakan organisasi jurnalisme investigasi internasional yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Organisasi non-profit tersebut sebelumnya merilis daftar finalis “Person of The Year” kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi yang dipilih berdasarkan jajak pendapat pembaca, jurnalis, dan dewan juri yang berasal dari jejaring global OCCRP.

Adapun sederet nama yang masuk dalam daftar tersebut, antara lain, Presiden Kenya William Ruto, mantan Presiden Indonesia Jokowi, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pebisnis asal India Gautam Adani. Sementara itu, Presiden Suriah Bashar al-Assad yang baru-baru ini digulingkan dinobatkan sebagai pemenang “Person of The Year”.

Menanggapi namanya masuk dalam daftar tersebut, Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah, Selasa (3/12) justru mempertanyakan korupsi yang dimaksud OCCRP serta meminta pihak yang mengeklaim untuk membuktikan pernyataannya.

“Terkorup? Terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya dibuktikan, apa?” kata dia.

Jokowi juga mengatakan bahwa belakangan ini banyak fitnah yang datang kepada dirinya. Selain itu, Jokowi juga mengaku mendapat pembingkaian jahat dan tuduhan tanpa bukti.

“Sekarang ‘kan banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat, banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti. Itu yang terjadi sekarang ‘kan?” tuturnya.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025