Jakarta –
Air hujan di DKI Jakarta ramai dilaporkan mengandung mikroplastik. Hal ini memicu kekhawatiran terkait pencemaran lingkungan di perkotaan. Menurut Guru Besar IPB University ari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Prof Etty Riani, fenomena semacam ini sebetulnya memungkinkan terjadi dan bisa dijelaskan secara ilmiah.
Prof Etty menekankan mikroplastik terutama dengan ukuran sangat kecil atau nanoplastik memiliki massa sangat ringan sehingga mudah terangkat ke atmosfer.
“Partikel ini bisa berasal dari berbagai sumber di darat seperti gesekan ban mobil, pelapukan sampah plastik yang kering dan terbawa angin, hingga serat pakaian berbahan sintetis,” beber Prof Etty dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (22/10/2025).
Partikel mikroplastik yang berada di udara bisa terbawa arus angin dan akhirnya turun ke bumi, bersama air hujan.
“Hujan berperan seperti pencuci udara. Mikroplastik yang melayang di atmosfer akan menyatu dengan tetesan air hujan. Karena ukurannya sangat kecil, partikel itu tidak terlihat, sehingga seolah-olah air hujan bersih,” jelas Prof Etty.
Sementara sumber mikroplastik di udara perkotaan seperti DKI Jakarta relatif beragam. Prof Etty menjelaskan ada degradasi dari beragam jenis sampah plastik, gesekan ban kendaraan, sampai pakaian sintetis.
Menurutnya, faktor lingkungan seperti suhu tinggi dan kondisi udara kering juga berpengaruh. Hal ini mempercepat proses pelapukan plastik serta mempermudah partikel halus beterbangan ke atmosfer.
“Tingginya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi akar masalah. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, manusia tidak lepas dari plastik. Akhirnya, plastik akan terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik,” bebernya.
Prof Etty menilai pemerintah perlu meningkatkan edukasi terkait kepada masyarakat soal pola hidup lebih ramah lingkungan.
“Kita perlu hidup lebih sederhana dan kembali ke alam. Kurangi penggunaan plastik, hindari produk perawatan tubuh yang mengandung mikroplastik, dan biasakan memilah sampah sejak dari rumah,” jelas dia.
Salah satu yang bisa dimulai dengan konsisten adalah prinsip 3R yakni reduce, reuse, hingga recycle. Pemerintah juga seharusnya memberikan sanksi bagi mereka yang tidak mendukung kebijakan pengurangan plastik.
“Plastik bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga kesehatan. Di dalamnya ada bahan aditif berbahaya yang bisa memicu gangguan hormonal dan meningkatkan risiko kanker,” pungkasnya.
Tonton juga video “Pramono Respons Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik” di sini:
Halaman 2 dari 2
(naf/kna)
