Surabaya (beritajatim.com) – Dua terdakwa, Muhammad Luthfy dan Delaguna Latantri Putera, menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas dugaan penipuan dan penggelapan dana Rp 3,5 miliar. Keduanya didakwa menipu korban dengan modus investasi pengadaan solar industri.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya, Deddy Arisandi, disebutkan bahwa pada 30 Mei 2023, terdakwa Luthfy bersama terdakwa Delaguna dan seorang buronan (DPO) bernama Abdul Ghofur bertemu korban Galih Kusumawati di Pakuwon Center Tunjungan Plaza. Mereka menawarkan kerja sama investasi dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) solar industri dengan janji keuntungan besar.
Terdakwa Luthfy mengklaim sebagai direktur PT Petro Energy Solusi (PES) yang disebut memiliki kerja sama dengan PT Tripatra Nusantara (TN) untuk proyek pengadaan solar industri. Untuk meyakinkan korban, mereka bahkan membuat grup WhatsApp (WA) bernama “PES X Bu Galih” agar komunikasi lebih mudah.
Terdakwa Luthfy, terdakwa Delaguna, dan DPO Abdul Ghofur kemudian menyusun dokumen “Business Plan Halmahera PT PES 1.000 KL” yang berisi proyeksi pemasukan, pengeluaran, serta margin keuntungan investasi. Mereka juga mengirimkan Purchase Order Nomor: 042/PO/SMS-TPN/IX/2023 yang dikeluarkan PT Sepertiga Malam Energi (SME) melalui grup WhatsApp untuk semakin meyakinkan korban.
“Bahkan agar korban Galih Kusumawati semakin yakin, terdakwa Luthfy dan terdakwa Delaguna menunjukkan lokasi yang diklaim tempat penyimpanan solar industri milik PT. PES di PT. Dovechem Maspio Terminal yang berlokasi di Manyar – Gresik. Para terdakwa juga menjanjikan keuntungan 50 persen dalam jangka waktu satu bulan dan memberikan jaminan cek apabila korban Galih Kusumawati memberikan uang untuk modal kerja,” lanjut Jaksa Deddy.
Termakan bujuk rayu, korban Galih Kusumawati menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar pada 13 Agustus 2023 dengan cara transfer ke rekening PT PES di Bank BCA. Sehari kemudian, dibuat Surat Perjanjian Kerja Sama terkait pengadaan solar industri berdasarkan Purchase Order Nomor: 042/PO/SMS-TPN/IX/2023.
“Agar lebih dramatis, terdakwa Luthfy juga menyerahkan selembar Cek BCA Bank BCA KCU Diponegoro No. ET 637444 atas nama PT. PES senilai Rp. 3 miliar kepada korban Galih Kusumawati,” ungkap Jaksa Deddy.
Merasa investasi ini menguntungkan, korban kembali menyerahkan tambahan modal sebesar Rp 500 juta pada 22 Agustus 2023. Transfer dilakukan ke rekening PT PES, dan dibuat kembali Surat Perjanjian Kerja Sama secara elektronik melalui grup WhatsApp “PES X Bu Galih”.
“Kembali, atas penyerahan tambahan modal tersebut, terdakwa Luthfy menyerahkan selembar Cek Bank BCA KCU Diponegoro No. EU 689421 atas nama PT. PES,” ucap Jaksa Deddy.
Namun, keuntungan yang dijanjikan tak pernah terealisasi. Pada akhir September 2023, korban mulai mempertanyakan pengiriman solar sesuai Purchase Order Nomor: 042/PO/SMS-TPN/IX/2023. Para terdakwa beralasan pembayaran masih tertunda.
Kecurangan semakin terungkap ketika pada 21 Desember 2023 korban mencoba mencairkan dua lembar cek senilai Rp 3,5 miliar yang diberikan terdakwa, tetapi Bank BCA menolak pencairan karena saldo tidak mencukupi.
Saat kasus ini dilaporkan dan diselidiki, terungkap bahwa tidak ada kerja sama antara PT PES dengan PT TN maupun PT SMS. Purchase Order Nomor: 042/PO/SMS-TPN/IX/2023 ternyata fiktif, begitu pula gudang penyimpanan solar yang sebelumnya ditunjukkan kepada korban.
“Lebih miris lagi, setelah menerima uang sebesar Rp. 3,5 miliar dari korban Galih Kusumawati, ternyata oleh terdakwa Luthfy uang tersebut malah dipergunakan untuk membeli mobil sebesar Rp 500 juta. Sedangkan uang sebesar Rp.3 miliar dipakai oleh terdakwa Luthfy dan DPO Abdul Ghofur untuk pembayaran hutang-hutangnya kepada Shyngys Kulzhanov,” pungkas Jaksa Deddy Arisandi. [uci/beq]
