Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Visum Gratis dan Pemulihan Menyeluruh Korban Kekerasan

Fraksi PDIP DPRD Jatim Dorong Visum Gratis dan Pemulihan Menyeluruh Korban Kekerasan

Surabaya (beritajatim.com) – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur menegaskan komitmennya memperkuat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak. Regulasi ini diarahkan untuk memastikan korban memperoleh layanan pelindungan komprehensif sejak pelaporan hingga pemulihan menyeluruh.

“Raperda ini kami rancang agar korban benar-benar terlindungi dari hulu ke hilir, bukan hanya pada saat kejadian,” kata Penasehat Fraksi PDIP DPRD Jatim, Dr. Sri Untari Bisowarno, Rabu (10/12/2025).

Salah satu langkah utama yang diperjuangkan adalah penggratisan layanan visum medis dan pemeriksaan pendukung bagi korban kekerasan seksual. Layanan tersebut dinilai krusial dalam proses hukum, namun sering terkendala biaya.

“Kalau ada kejadian seperti visum dan pemeriksaan DNA, itu harus gratis dan dibiayai APBD, terutama bagi warga miskin dan pra-sejahtera,” ujar Sri Untari.

Komisi E DPRD Jatim mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan 14 rumah sakit rujukan yang wajib memberikan layanan visum tanpa pungutan biaya. Pembiayaan layanan tersebut diusulkan ditanggung penuh melalui APBD. “Tidak boleh ada biaya apa pun yang dibebankan kepada korban karena ini layanan dasar yang menentukan keadilan,” ucapnya.

Sri Untari menyampaikan penanganan korban kekerasan tidak berhenti pada pelaporan dan pemeriksaan medis. Raperda ini mengatur pemulihan lanjutan yang mencakup rehabilitasi sosial, pendampingan psikologis, hingga pemulihan ekonomi. “Dalam Raperda ini kami mengupayakan pelindungan hingga pascakejadian, termasuk rehabilitasi sosial dan ekonomi,” katanya.

Dia menjelaskan banyak korban kehilangan rasa aman, kepercayaan diri, bahkan mata pencaharian akibat dampak kekerasan. Karena itu, pemulihan perlu dilakukan secara utuh dan berkelanjutan. “Raperda ini diarahkan agar korban benar-benar pulih secara menyeluruh, bukan hanya selesai perkara,” ujarnya.

Sri Untari juga mengungkapkan meningkatnya kasus kekerasan yang menimpa pelajar SD, SMP, dan SMA, dengan lokasi kejadian paling banyak justru berada di lingkungan keluarga. Kondisi ini membutuhkan kewaspadaan semua pihak.

“Keluarga seharusnya menjadi tempat paling aman, tetapi justru perempuan dan anak banyak disakiti di situ,” paparnya.

Selain keluarga, sekolah dipandang memiliki peran penting dalam deteksi dini dan penanganan kasus kekerasan. Optimalisasi Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pelindungan Perempuan dan Anak Sekolah terus didorong. “Sekolah perlu aktif melalui TPPKAS agar pencegahan dan penanganan bisa dilakukan lebih cepat,” pungkas politisi Dapil Malang Raya itu. [kun]