Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI, Said Abdullah, mendesak agar tunjangan perumahan untuk anggota parlemen di Senayan, Jakarta dihentikan. Dia pun mengajak seluruh anggota DPR untuk Kembali mengukur diri dan mempertanyakan kembali apakah sudah menjalankan fungsi mereka sebagai aspirator rakyat dengan baik.
“Fraksi PDI Perjuangan DPR RI meminta untuk dihentikan tunjangan perumahan terhadap anggota DPR serta fasilitas lainnya di luar batas kepatutan, dan semua itu akan menjadi pelajaran buat kami ke depannya,” tegas Said. dalam keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Sabtu (30/8/2025).
Said menegaskan politik bukan sekadar rasionalitas dan kesepakatan. Politik harus lekat dengan dimensi etik, empati, serta simpati. Sehingga tunjangan terhadap anggota DPR harus dimaknai bukan sekadar jumlah namun menyangkut nilai-nilai dari tiga aspek tersebut.
“Dengan demikian ukurannya tidak cukup kesepakatan antar fraksi mengenai penghapusan tunjangan anggota DPR, tetapi kami mengajak seluruh anggota DPR untuk mengukur diri, apakah dalam situasi seperti ini, di saat rakyat mempertanyakan kinerja DPR, mempertanyakan fungsinya sebagai aspirator, di saat perekonomian rakyat serba sulit, mereka menyambung nasib di jalanan, namun DPR mendapatkan tunjangan yang jumlahnya oleh ukuran rakyat kebanyakan sangat luar biasa,” ujar Said.
Jika ukuran etik tersebut bisa dijalankan oleh mayoritas anggota DPR, Said meyakini segala bentuk tunjangan serta fasilitas yang melampaui nilai kepatutan tidak akan ada lagi. Jika tiap anggota DPR memiliki sensibilitas terhadap kehidupan rakyat yang masih susah, maka tidak akan lagi ada berbagai fasilitas dari pajak yang berlebihan.
“Sebaliknya jika mayoritas anggota DPR bekerja dengan simpatik, mendengar, mengartikulasikan aspirasi-aspirasi rakyat, mungkin saja rakyat tidak akan mempertanyakan eksistensi dan kemanfaatan DPR. Dengan denyut aspirasi rakyat yang terus bisa diperjuangan, maka dengan sendirinya marwah DPR bisa dijaga,” tegas dia.
Bagi Fraksi PDIP, terang Said, aspek etik, empati, dan simpati merupakan jiwa bagi gerak politik DPR, bukan sekadar kesepakatan dan ketentuan legal formal.
“Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan DPR sendiri telah memberi peringatan terhadap anggota anggota fraksi kami untuk memiliki sense of crisis, bisa tepo sliro, dan memerintahkan untuk terus mawas diri, sebab DPR adalah etalase, dimana hak rakyat untuk mempersoalkan semua hal yang dianggap menyimpang dan tidak patut,” kata dia. [beq]
