demokrasi prosedural maupun substantif sudah berlangsung dalam Pilkada di Kota Banjarbaru
Banjarbaru (ANTARA) – Enam hari usai pencoblosan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru tahun 2024, situasi politik di Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan masih terasa panas karena ada penolakan hasil Pilkada.
Sebagian masyarakat menolak hasil pilkada yang memenangkan pasangan nomor urut 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono dan aspirasi ini terus menggema.
Masyarakat yang tak puas atas aturan KPU mengenai suara tidak sah jika mencoblos pasangan “diskualifikasi” alias telah dibatalkan pencalonannya yakni paslon nomor urut 2 Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah. Dengan status suara tidak sah itu pemilih menilai hak suara mereka telah diabaikan KPU.
Padahal warga yang memilih pasangan Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah berharap ada mekanisme kotak kosong, sehingga suara tetap dihitung untuk peluang sebuah kemenangan bagi kotak kosong.
Logikanya mudah ditebak, bagaimana mungkin ada pemilihan yang menyajikan dua pilihan yaitu Paslon 1 dan Paslon 2 atau Suara Tidak Sah. Jadi dengan satu orang yang datang ke TPS dan mencoblos Paslon 1, sudah cukup menyatakan menang 100 persen, ini logika yang dianggap sebagian pemilih sebagai logika konyol.
Dan faktanya, saat pemungutan suara dan penghitungan suara di 403 TPS pada Rabu, 27 November 2024 lalu, perolehan suara untuk Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah unggul jauh dari Lisa dan Wartono.
Paslon 1 memperoleh 36.165 suara atau 31,6 persen, sedangkan paslon 2 mendapatkan 78.322 suara atau 68,4 persen.
Namun KPU Banjarbaru menyatakan suara yang diperoleh paslon 2 tidak sah sehingga suaranya menjadi nol alias kosong.
Itu artinya, paslon 1 menang mutlak 100 persen dengan memperoleh 36.165 suara berbanding nol suara paslon 2.
Hasil ini sontak membuat pemilih paslon 2 tidak terima dan kecewa berat.
Aktifis angkat bicara
Tak hanya warga biasa, sejumlah tokoh hingga aktivis pun angkat bicara, salah satu yang paling lantang bersuara adalah Prof Denny Indrayana.
Sebagai putra daerah Kalimantan Selatan, Denny menyampaikan selamat atas kemenangan suara rakyat di Banjarbaru.
Dia menilai harusnya yang kalah suara mundur dari pencalonan karena sejatinya tidak mendapat mandat dari rakyat.
Tak sekadar berujar lisan menyampaikan pendapat, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menggalang aksi membentuk tim hukum guna menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Dia telah mendirikan posko mengumpulkan dukungan masyarakat Banjarbaru untuk sama-sama melawan mengenai peristiwa proses pilkada yang dianggap merugikan rakyat dalam berdemokrasi.
Perolehan satu suara sudah cukup mengantarkan pasangan Lisa dan Wartono memenangkan pilkada lantaran lawannya dipastikan nol suara. Bagaimana bisa aturan ini dipakai dengan dana Pilkada yang miliaran rupiah dan pengorbanan waktu yang disisihkan rakyat untuk memilih.
Ternyata aturan itu merujuk pada mekanisme yang diatur KPU RI untuk Pilwali Banjarbaru setelah Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah dibatalkan pencalonannya oleh KPU Banjarbaru buntut rekomendasi Bawaslu Kalsel atas dugaan pelanggaran yang dilakukan petahana saat masa kampanye menindaklanjuti laporan Wartono.
Pilkada formalitas
Pilkada formalitas menjadi sebutan sebagian masyarakat yang kecewa dengan aturan demokrasi di Banjarbaru pada pemilihan serentak tahun ini.
Menurut masyarakat buat apa digelar pilkada jika tak ada celah kekalahan bagi calon tunggal yakni paslon 1 melawan paslon 2 yang sudah pasti nol suaranya.
Berbeda dengan mekanisme kotak kosong yang mengharuskan calon tunggal memperoleh lebih dari 50 persen suara sah untuk memenangkan kontestasi.
Di Kalimantan Selatan, pilkada tahun ini ada dua wilayah memiliki calon tunggal yakni Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan yang keduanya dimenangkan calon tunggal melawan kotak kosong.
Situasi di Pilwali Banjarbaru memang berbeda dengan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan yang sedari awal hanya calon tunggal ketika masa pendaftaran bakal calon dibuka dan akhirnya ditutup hingga masa perpanjangan tidak lebih dari satu pasangan mendaftar.
Menurut dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Varinia Pura Damaiyanti, calon tunggal atau melawan kotak kosong memang tidak ada dasar hukumnya untuk kasus di Banjarbaru.
Dia merujuk Undang-Undang ataupun Peraturan KPU lainnya hanya mengatur jika pembatalan pasangan calon terjadi 30 hari sebelum pemungutan suara pilkada maka KPU bisa menerapkan mekanisme calon tunggal melawan kotak kosong.
Ada cukup waktu bagi KPU untuk mencetak ulang surat suara dan beragam hal teknis lainnya disiapkan menuju hari pencoblosan.
Sedangkan kasus di Banjarbaru terjadi 27 hari sebelum pemungutan suara maka dari itu KPU Banjarbaru berkonsultasi ke KPU Kalsel dan diteruskan ke KPU RI yang akhirnya menerbitkan petunjuk teknis.
Surat Keputusan KPU RI Nomor 1779 Tahun 2024 yang menyatakan surat suara yang tercoblos ke paslon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah pun jadi pro dan kontra di tengah masyarakat.
Varinia melihat sejak awal pembatalan paslon nomor urut 2 di Pilwali Banjarbaru, KPU tidak pernah menyatakan calon tunggal alias melawan kotak kosong.
Ia melihat ada miss understanding di sana, dimana masyarakat tidak paham aturan KPU pusat terkait kasus itu, jelas Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Provinsi Kalimantan Selatan periode 2022 hingga 2023 ini.
Varinia juga menilai keriuhan di Banjarbaru saat ini lebih kepada persoalan suka atau tidak suka.
Ia persoalan like and dislikes, karena kalau kondisinya terbalik mungkin tidak seribut ini.
Adapun pembatalan pencalonan oleh Bawaslu yang memberikan rekomendasi dan akhirnya dieksekusi oleh KPU menurut dia pastinya telah sesuai prosedur dan aturan, sehingga semua pihak harus bisa melihat lebih jernih dinamika demokrasi di Banjarbaru.
Tidak terbelah berkepanjangan
Jika tak ada aral melintang, pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono akan ditetapkan secara resmi oleh KPU Banjarbaru sebagai pemenang pilkada.
Keduanya pun bakal dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru periode 2024-2029.
Suka tidak suka, keduanya menjadi pemimpin di Banjarbaru untuk menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan.
Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM Prof Dr H Budi Suryadi menyatakan Pemerintahan Kota Banjarbaru dan masyarakat harus dapat terus bekerja sama dalam melanjutkan pembangunan.
Apalagi setelah pilkada, paslon yang terpilih punya kewajiban merealisasikan visi misi dan programnya dalam pembangunan serta melayani masyarakat.
Budi menilai demokrasi prosedural maupun substantif sudah berlangsung dalam Pilkada di Kota Banjarbaru.
Dimana masyarakat telah menentukan pilihannya ke pasangan calon nomor urut 1 dan suara tidak sah sesuai dengan pilihannya.
Harapannya setelah perhelatan pilkada, masyarakat tetap damai agar proses pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Masyarakat tidak terbelah berkepanjangan dalam persoalan politik pilkada yang semestinya sudah selesai.
Banjarbaru dihuni masyarakat yang heterogen dan berpendidikan diyakini sudah cukup cerdas menyikapi persoalan yang terjadi, sehingga paham kapan selesai berpolitik dan melanjutkan kehidupan seperti sedia kala demi mendukung pembangunan daerah.
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024