Solo (beritajatim.com) – Menjelang peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2025, Penasihat I Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Sosial (Kemensos), Fatma Saifullah Yusuf, bersama Penasihat II DWP Kemensos, Intan Agus Jabo Priyono, melakukan kunjungan kerja ke Kota Solo, Jawa Tengah, pada Minggu (12/10/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Sosial untuk meneguhkan komitmen terhadap inklusi sosial, pemberdayaan, pelestarian budaya, serta transformasi sosial bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Kunjungan ini dimulai dengan mengunjungi Batik Owens, sebuah sentra batik terkemuka di Solo yang dirintis oleh Owens Joe. Dalam suasana hangat, Owens Joe menyambut Fatma dan rombongan dengan ramah.
Di tengah berbagai karya batiknya yang penuh inovasi, Owen bercerita tentang dedikasinya untuk melestarikan nilai budaya batik, serta percaya bahwa semangat membatik dapat menjadi ruang tumbuh bagi siapa saja, termasuk penyandang disabilitas.
“Batik adalah cermin nilai dan ketekunan bangsa. Kami percaya, semangat membatik dapat menjadi ruang tumbuh bagi siapa pun, termasuk penyandang disabilitas. Mereka bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga calon pencipta dan penjaga warisan budaya,” ujar Owen Joe.
Selanjutnya, Fatma dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Batik Ciprat Jombor di Kelurahan Jombor, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo. Di sinilah para penyandang disabilitas mengekspresikan kreativitas mereka melalui seni batik ciprat — sebuah teknik yang memadukan spontanitas dengan kebebasan warna di atas kain.
Fatma tampak berinteraksi dengan para pengrajin disabilitas, bahkan berkreasi langsung dengan mereka, mencipratkan warna hingga menyelesaikan sebuah karya batik ciprat bersama.
“Setiap cipratan warna yang lahir dari tangan mereka adalah keberanian. Mereka tidak menyerah pada keterbatasan, tetapi menjadikannya sumber kekuatan,” tutur Wanita kelahiran Jombang Jawa Timur ini.
Selain itu, Fatma juga memberikan dukungan nyata terhadap ekonomi kreatif penyandang disabilitas dengan membeli sejumlah karya batik ciprat mereka. Dalam kesempatan itu, Owen Joe menyampaikan komitmennya untuk berkolaborasi dengan pengrajin Batik Ciprat Jombor dengan memberikan pelatihan dan pendampingan teknik baru seperti eco-discharge untuk meningkatkan daya saing karya-karya batik ciprat.
Rombongan DWP Kemensos saat berada di batik Solo
“Kreativitas adalah pintu menuju kemandirian. Ketika dunia usaha mau membuka ruang berbagi, maka budaya dan inklusivitas tumbuh bersama — saling memperkuat dan memberi nilai,” ungkap Fatma.
Tak hanya itu, Fatma juga menyerahkan bantuan ATENSI kepada 13 penerima manfaat (PM) pembatik disabilitas yang terdiri dari kebutuhan dasar dan perlengkapan rumah tangga, seperti beras, minyak goreng, kipas angin, dan sarung.
Bantuan ini menjadi bentuk penghargaan atas semangat dan karya mereka. “Kita ingin memastikan tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan menuju kemandirian sosial,” tegas Fatma.
Kunjungan ini juga dihadiri oleh berbagai pihak, seperti Kepala Sentra Terpadu Soeharso, Ketua DWP Sentra Terpadu Soeharso Solo, serta kepala kelurahan dan kecamatan setempat. Dalam dialog yang berlangsung, Intan Agus Jabo Priyono menegaskan komitmen DWP Kemensos untuk memperkuat jejaring pemberdayaan perempuan dan keluarga penyandang disabilitas.
“Inklusivitas harus dihidupkan di setiap lini mulai dari keluarga, komunitas, hingga dunia kerja. Batik adalah cara kita menjahit kemandirian itu,” ujarnya.
Melalui kemitraan antara Batik Owen dan Batik Ciprat Jombor, DWP Kemensos berharap dapat membangun rantai nilai ekonomi batik yang inklusif, di mana penyandang disabilitas menjadi subjek aktif dalam penciptaan karya, bukan hanya penerima bantuan.
Kunjungan ini menjadi simbol bahwa inklusivitas bukan hanya sebuah tema tahunan menjelang HDI, tetapi merupakan gerakan yang terus berlanjut. Pesan yang dibawa Fatma dan DWP Kemensos jelas: pelestarian budaya dan pemberdayaan sosial dapat berjalan seiring, membentuk wajah Indonesia yang lebih ramah, mandiri, dan berdaya saing.
“Kita ingin karya teman-teman disabilitas bukan hanya dikenal, tetapi diakui sebagai bagian dari identitas bangsa. Setiap warna pada kain mereka adalah cerita perjuangan — dan hari ini, kita bersama menuliskannya,” tutup Fatma. [suf]
