ESDM Akui Target 1 Juta Barel Minyak Sulit, Tapi…

14 December 2023, 11:20

Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 cukup menantang. Mengingat, produksi minyak dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menilai meskipun sulit, ia optimistis target produksi minyak 1 juta bph di tahun 2030 dapat tercapai.
“1 juta bph itu kan masih lama ini. Target tahun depan dulu yang kita kejar. Sulit, dari awal juga sulit, tapi bukan tidak mungkin,” kata Tutuka di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Kamis (14/12/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Tutuka optimisme disertai kegiatan eksplorasi masif dalam sebuah industri hulu migas cukup penting. Sebab tanpa kedua hal itu, cukup sulit rasanya untuk menggenjot kenaikan produksi. “Kita harus optimis tapi ada kalkulasi jadi kira-kira risikonya gimana, estimasinya gimana, tapi eskplorasinya jalan terus,” ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan catatan ReforMiner Institute, tantangan pemerintah untuk mencapai target produksi migas semakin berat. Apalagi, selama periode 2010 hingga 2022 produksi migas nasional tercatat mengalami penurunan rata-rata sekitar 3,28% per tahun untuk minyak dan 3,36% per tahun untuk gas.
Ditambah, kinerja produksi migas pada tahun 2023 tercatat juga masih di bawah target. Berdasarkan data yang ada, proyeksi produksi minyak hingga akhir 2023 adalah 606,3 ribu barel per hari atau 91,1% dari target APBN 2023.

Sementara, perkiraan salur gas bumi pada 2023 adalah 5.400 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 87,7% dari target APBN 2023. Selama lima tahun terakhir, realisasi produksi migas terhadap target APBN rata-rata adalah 93,69% untuk minyak bumi dan 95,26% untuk gas bumi.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro dalam laporan ini memaparkan, kinerja produksi migas nasional tersebut di atas telah dapat diperkirakan sebelumnya, lantaran hanya mengandalkan produksi dari lapangan migas yang telah ada (eksisting), di mana sekitar 70% di antaranya sudah masuk kategori mature (matang).
“Profil dan kinerja produksi migas yang demikian itu juga terbentuk dari pola investasi hulu migas nasional yang telah hampir dua dekade terakhir ini porsi terbesarnya adalah untuk pemeliharaan produksi,” kata Komaidi dalam laporan tersebut, Kamis (7/12/2023).
Dalam laporan ini, Komaidi memerinci selama periode 2015-2023, porsi terbesar dari investasi hulu migas nasional rata-rata kurang lebih adalah untuk produksi (71,06%) dan pengembangan (15,4%). Sedangkan, porsi investasi untuk kegiatan eksplorasi pada periode yang sama hanya berada pada kisaran 5-6%.
Menurut dia, dengan profil produksi yang sebagian besar mengandalkan lapangan migas yang berumur tua dan pola investasi hulu yang porsi eksplorasinya minim. Hal ini tentunya akan sangat sulit untuk dapat mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta bph dan gas bumi sebesar 12.000 MMSCFD atau 12 BSCFD pada 2030.
Komaidi menilai, optimalisasi lapangan matang ini sejatinya dapat dikatakan telah cukup berhasil dilakukan oleh para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di Tanah Air, dalam menahan laju penurunan produksi yang ada.
Sebagai contoh dalam hal ini, adalah Pertamina, yang saat ini berkontribusi sekitar 68% terhadap produksi minyak nasional dan 34% terhadap produksi gas nasional.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Waduh, Laba Shell Meleset Dari Target

(pgr/pgr)

Partai

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi