Jakarta –
Wabah virus Human Metapneumovirus (HMPV) saat ini sedang merebak di China dan tengah menjadi perhatian internasional, termasuk Indonesia. Hal ini karena HMPV menyebar dengan sangat luas dan cepat, menyebabkan lonjakan kasus meningkat, khususnya di China bagian Utara.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) drg Widyawati, MKM, mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir terkait HMPV ini. Terpenting saat ini adalah tetap melakukan langkah-langkah preventif seperti menjaga pola hidup sehat, mencuci tangan secara teratur, dan menggunakan masker di tempat umum.
“Saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia. Meski begitu, kami mengimbau agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini penting untuk memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penularan berbagai virus yang berpotensi mengancam kesehatan,” jelas Widyawati, dikutip dari laman Kemkes, Sabtu (4/1/2025).
Terkait hal ini, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan setidaknya ada empat fakta yang masyarakat harus tahu terkait virus ini.
1. Bukan Virus Baru
Prof Tjandra mengatakan HMPV pertama kali dilaporkan di jurnal ilmiah di Belanda pada Juni 2021 yang berjudul ‘A newly discovered human pneumovirus isolated from young children with respiratory tract disease’.
“Sesudah itu ada lagi laporan temuan di berbagai negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang dan juga tentu China,” ujar Prof Tjandra kepada detikcom, Sabtu (4/1/2025).
“Para peneliti bahkan memperkirakan bahwa sebelum resmi dilaporkan di 2001 itu maka HMPV sudah puluhan tahun bersirkulasi. HMPV bukan virus baru,” sambungnya.
2. HMPV Memiliki Kaitan dengan AMPV
Prof Tjandra menjelaskan bahwa kata ‘human’ dalam HMPV sebenarnya memiliki kaitan dengan Animal Metapneumovirus (AMPV). AMPV atau yang dulunya dikenal sebagai Turkey Rhinotracheitis Virus (TRTV) sudah ditemukan sejak tahun 1978 di Afrika Selatan.
“Ini adalah penyakit pada unggas, yang punya 4 sub tipe, dari A sampai D,” ucapnya.
Para pakar berpendapat bahwa penyakit pada manusia akibat HMPV nampaknya akibat semacam evolusi dari AMPV yang sub tipe C.
3. Pemerintah China Belum Menerapkan Keadaan Darurat
Prof Tjandra juga menegaskan bahwa kabar yang menyebut pemerintah China menyatakan ‘state of emergency’ atau keadaan darurat yang mulai bertebaran di grup WhatsApp adalah hoaks.
Pasalnya belum ada sumber resmi dari pemerintah China maupun World Health Organization (WHO) terkait hal itu.
4. Tidak Bisa Disejajarkan dengan COVID-19
Terkait kabar bahwa HMPV yang coba “disejajarkan” dengan COVID-19, Prof Tjandra mengatakan bahwa ini tidaklah tepat. Menurutnya, ada tiga alasan mengapa HMPV tidak bisa sejajar dengan COVID-19.
“Pertama, ini (HMPV) bukanlah virus atau varian baru, ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Di sisi lain COVID-19 adalah varian baru dari virus corona,” katanya.
Kedua terkait gejala HMPV yang dinilai sama dengan COVID-19, menurut Prof Tjandra gejala yang muncul dari masalah pernapasan dan infeksi paru-paru umumnya akan seperti batuk, demam, mungkin sesak dan nyeri dada dan kalau memberat dapat masuk rumah sakit.
“Ketiga, ada juga yang menyebut HMPV mirip COVID-19 karena sekarang ada peningkatan kasus di China. Ini juga tidak tepat karena dari waktu ke waktu memang selalu saja ada peningkatan kasus infeksi saluran napas, apalagi di musim dingin di negara empat musim seperti China,” tutur Prof Tjandra.
“Jadi, tidak tepatlah kalau kita terlalu cepat mengorelasikan kenaikan kasus HMPV ini dengan COVID-19, walaupun tentu kita perlu tetap waspada,” tutupnya.
(dpy/suc)