Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal memperkuat sistem administrasi perpajakan Coretax serta memperluas basis penerimaan yakni terhadap transaksi digital guna mendorong target penerimaan 2026.
Untuk diketahui, pemerintah tahun depan menargetkan penerimaan pajak hingga Rp2.357,7 triliun sebagaimana diatur pada Undang-Undang (UU) APBN 2026.
Otoritas pajak telah menjadikan Coretax sebagai tumpuan utama sistem administrasi pajak berbasis teknologi. Sistem tersebut pun sudah diperbaiki dan dipersiapkan sedemikian rupa untuk digunakan dalam penyampaian SPT tahun depan.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono menjelaskan penggunaan Coretax didasari oleh logika bahwasanya banyak negara yang sudah menerapkan digital tax administration atau IT-based tax administration system.
Harapannya, Coretax memiliki kemampuan interoperabilitas untuk akan lebih mampu mengawasi kepatuhan pajak berdasarkan database yang lebih banyak, namun dengan lebih cepat dan akurat. Akan tetapi, Prianto menilai hanya waktu yang akan mampu menjawab seberapa besar efektivitas Coretax terhadap penerimaan pajak.
“Ketika masih berupa rencana, logika dasarnya adalah bahwa rencana tersebut akan berjalan efektif 100%. Jadi, DJP membuat ekspektasi bahwa penguatan Coretax dan perluasan basis penerimaan ke transaksi digital memang bertujuan untuk mengejar penerimaan pajak,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (23/11/2025).
Menurut Prianto, efektivitas Coretax maupun rencana pemajakan terhadap transaksi digital untuk mendulang penerimaan negara tahun depan hanya bisa dijawab setelah implementasi. Hasilnya nanti akan disandingkan dengan target penerimaan pajak senilai Rp2.357,7 triliun tahun depan.
Namun, dia mengakui bahwa transaksi bisnis digital saat ini semakin meningkat secara signifikan. Coretax pun diharapkan bisa membantu rencana ekstensifikasi penerimaan pajak oleh fiskus di 2026 mendatang.
“Karena transaksi bisnis secara digital semakin meningkat signifikan, Coretax menjadi sebuah kebutuhan karena DJP memerlukan proses bisnis yang andal di sistem administrasi pajaknya,” terang Prianto.
Sebelumnya pada konferensi pers APBN KiTa November 2025, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menyatakan pihaknya bakal fokus memperkuat sistem pelayanan elektronik pajak yakni Coretax. Sistem administrasi perpajakan itu bakal digunakan untuk mengawal kepatuhan pembayaran pajak tahun berjalan maupun tahun-tahun sebelumnya.
Bimo juga mengungkap arahan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk mulai memperluas basis penerimaan pajak, supaya tidak lagi mempraktikkan ‘berburu di kebun binatang’. Perluasan atau ekstensifikasi dilakukan dengan basis data yang ada.
“Apakah itu nanti untuk melalui sistem elektronik misalnya, kemudian juga digital transaction yang lain nanti akan kami lihat sesuai dengan arahan pimpinan,” terang Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu, Kamis (20/11/2025).
Adapun, untuk mengejar target pajak tahun ini, Bimo mengatakan bakal memaksimalkan seluruh instrumen yang ada. Untuk diketahui, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2025 baru Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook laporan semester I/2025.
Dengan demikian, otoritas pajak masih harus mengejar sisa target pemasukan Rp614,9 triliun. Bimo menyebut pihaknya masih akan menggali seluruh potensi penerimaan dengan beragam strategi yang sudah dicanangkan.
Misalnya, dengan mirroring data internal antarunit Kemenkeu seperti Direktorat Jenderal Bea Cukai maupun Direktorat Jenderal Anggaran untuk PNBP.
“Kemudian data-data yang akan habis untuk audit dan juga untuk penegakan hukum akan kami selesaikan sampai Desember. Selain itu tentu ada strategi kami untuk penegakan hukum yang multi-door approach dengan semua aparat penegak hukum, kemudian menggabungkan antara tindak pidana perpajakan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang,” terang Bimo.
