Jakarta –
Tren kasus judi online dinilai sudah berada di tahap ‘bencana sosial nasional’. Hal ini dikarenakan lebih dari 8 juta warga Indonesia terjerat judol, dengan kisaran 2 triliun rupiah uang masyarakat level menengah ke bawah, mengalir ke luar negeri.
Tidak sedikit di antara mereka yang menjadi korban, mengaku tak kapok dan tetap bermain judol. Bahkan, jumlah kerugian yang didapatkan bernilai fantastis, hingga miliaran rupiah.
Pasien yang menjalani rawat inap di RSCM akibat kecanduan judi online juga dilaporkan mengalami kekambuhan bahkan hingga lebih dari tiga kali.
Mengapa Tak Bikin Kapok?
Kepala Divisi Psikiatri RSCM Dr dr Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ, menjelaskan korban judol kurang lebih mengalami kecanduan seperti yang dihadapi pecandu narkoba. Mereka kerap merasa cemas dan gelisah ketika berhenti memainkan judol.
“Dan pada saat orang itu sudah kecanduan judi, ada area bagian otak depan namanya prefrontal cortex, maka pada saat itu kehilangan kendali perilaku terjadi. Artinya pada saat aku harus berhenti ini karena aku sudah kalah 5 miliar, dia mau berhenti tapi otaknya tidak bisa berhenti untuk bermain judi,” terang dr Siste dalam konferensi pers RSCM, Jumat (15/11/2024).
Karenanya, dalam tahap ini, korban judol memerlukan perawatan lanjutan termasuk terapi psikoterapi.
“Harus ada transmagnetic stimulation yang bisa diberikan untuk mengaktifkan stop system di otak.”
Selain gejala psikis, korban kecanduan judol juga bisa mengalami keluhan fisik yakni cemas hingga nilai heart rate, meningkat drastis.
“Dia gemetar atau denyut nadinya menjadi meningkat itu bisa terjadi. Tidak ada halusinasi, tapi tadi ditanya level stresnya, yang sudah mengalami kecanduan itu bisa sampai depresi berat, akibat tidak bisa berhenti dari siklus lingkaran setannya. Misalnya dia judi, kalah, lalu dia pinjol.”
“Lalu pinjolnya harus dibayar, dia judi lagi, kalah, pinjol lagi. Menang sedikit, main lagi, kalah besar, pinjol lagi. Jadi itu lingkaran setannya yang tidak pernah berhenti, dia merasa frustrasi, depresi berat, sampai ada ide-ide mengakhiri hidup,” piungkasnya.
(naf/kna)