Jember (beritajatim.com) – Seorang advokat Mohammad Husni Thamrin melaporkan dugaan manipulasi klaim Jaminan Kesehatan Nasional di tiga rumah sakit ke Kejaksaan Negeri Jember, Jawa Timur.
“Saya melapor ke Kejaksaan Negeri Jember kemarin sebagai tindak lanjut hasil hearing pada 6 November 2025 di DPRD Jember,” kata Thamrin, Selasa (18/11/2025).
Thamrin mengadukan empat pihak yakni oknum dokter terduga pelaku manipulasi, Kepala BPJS Kesehatan Yessy Novita, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Jember Akhmad Helmi Luqman, dan Ketua Komisi D DPRD Jember Sunarsi Khoris.
Laporan dugaan Manipulasi klaim JKN ini berawal dari hasil temuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jember di Rumah Sakit Daerah Balung, Rumah Sakit Siloam, dan Rumah Sakit Paru.
“BPJS menyebutnya fraud, tapi saya menafsirkan itu bukan fraud biasa. Itu tindak pidana korupsi yang nilainya cukup besar, yang BPJS tidak berani membuka (nominal kerugian),” kata Thamrin.
Thamrin menangkap adanya niat jahat dalam penyelesaian persoalan ini. Menurutnya, ada pertemuan tertutup di sebuah hotel di Jalan Karimata yang dihadiri Komisi D DPRD Jember, BPJS Kesehatan Jember, dan Dinas Kesehatan Jember pada 5 November 2025.
Thamrin curiga pertemuan tertutup di hotel itu bertujuan menyelesaikan perkara tersebut tanpa harus ke jalur hukum. Sehari kemudian DPRD Jember menggelar rapat dengar pendapat di gedung parlemen. “Dalam hearing itu tidak ada niat BPJS Kesehatan, DPRD, maupun pihak lainnya untuk mengadukan ini ke ranah hukum,” kata Thamrin.
Thamrin menyesalkan sikap BPJS Kesehatan, Dinkes, dan Komisi D DPRD Jember yang menilai manipulasi ini termasuk perkara keperdataan biasa. “Hanya cukup mengembalikan kerugian dan kemudian kasusnya ditutup,” katanya.
Padahal, menurut Thamrin, dugaan manipulasi ‘mark up’ klaim ini sudah termasuk korupsi. “Dana BPJS ini uang negara, di antaranya hasil iuran masyarakat. Diakui bahwa ada manipulasi atau mark up,” katanya.
Yessy Novita tak berkomentar banyak soal laporan tersebut. “Ya udah kita ikutin aja. Kita lihat aja,” katanya.
Akhmad Helmi Luqman menyatakan penyelesaian temuan manipulasi klaim JKN itu dilakukan sesuai aturan. “Kami tidak punya kewenangan untuk itu (menyelesaikan secara hukum),” katanya.
Helmi juga membantah anggapan Thamrin bahwa pertemuan tertutup di hotel pada 5 November 2025 sebagai upaya untuk menyelesaikan kasus tersebut di luar prosedur hukum. “Pertemuan tertutup itu (rapat) dengar pendapat karena Komisi D merasa tidak dikasih tahu (soal temuan manipulasi tersebut). Tidak ada apa-apa,” katanya.
Ketua Komisi D Sunarsi Khoris terkejut saat tahu dirinya diadukan ke kejaksaan. “Lho saya juga? kok bisa saya juga?”
Sunarsi mengatakan tidak ada niat buruk dalam pertemuan tertutup dengan BPJS Kesehatan dan Dinkes Jember di salah satu hotel itu. “Saya hanya ingin mengetahui (temuan manipulasi klaim JKN tersebut),” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Sunarsi mendapat informasi bahwa temuan tersebut sudah diselesaikan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.
“Bu Yessy mengatakan, sesuai dengan permenkes, (persoalan) itu enggak masuk ranah hukum. Aku ngomong opo enek e. Tapi karena pertemuan tertutup itu, dipikir ada kongkalikong. Yakin, wallahi, aku ora enthuk opo-opo (demi Tuhan saya tidak memperoleh apa-apa, red),” kata Sunarsi.
Anggota Komisi D Achmad Dhafir Syah menghormati hak Thamrin untuk mengadukan ini ke kejaksaan. “Andai kata boleh menyarankan, sebetulnya ada baiknya tabayyun dulu: apakah memang bisa berlanjut ke ranah pelaporan ke aparat penegak hukum atau cukup diselesaikan dengan konfirmasi atau tabayyun kepada beberapa pihak,” katanya.
“Saya rasa kejaksaan akan melihat pelaporan itu, apakah nanti ditindaklanjuti atau seperti apa. Toh nanti akan ada klarifikasi ke para pihak, baik itu Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, maupun Ketua Komisi D,” kata Dhafir. [wir]
