Surabaya (beritajatim.com) – DPRD Surabaya mengungkap temuan serius di SMPN 37 setelah inspeksi lapangan yang dilakukan pada momen Hari Guru Nasional. Kenaikan harga jajanan kantin dan keterbatasan fasilitas sekolah dinilai memberatkan siswa, terutama keluarga dari kelompok tidak mampu.
“Misalnya gorengan harga Rp2.000 dijual Rp3.000 kemudian ayam keprek dari harga Rp9.000 dijual Rp10.000, berarti per seribu diambil mereka,” ujar Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, saat inspeksi di SMPN 37 Jalan Kalianyar, Genteng, Selasa (25/11/2025).
Imam menjelaskan bahwa informasi kenaikan harga ini diterima setelah orang tua siswa menyampaikan aduan terkait beban biaya di kantin sekolah.
Dia menyebut pihak sekolah berdalih bahwa selisih harga sudah melalui kesepakatan dengan pedagang dan dana dihimpun untuk kegiatan pelajar.
“Kalaupun setiap bulannya bisa dapat Rp2 juta sampai Rp2,5 juta dari 3 atau 4 pedagang. Margin itu terlalu tebal. Ini pertama merugikan siswa, kedua bisa bikin dagangan tidak laku dan merugikan pedagang,” tegasnya.
Menurut Imam, praktik tersebut mencerminkan masalah yang lebih fundamental, yaitu tidak terpenuhinya fasilitas pendidikan sehingga sekolah mengambil langkah mandiri yang justru menimbulkan masalah baru. Dia menilai inisiatif mencari pemasukan tambahan muncul karena kebutuhan operasional tidak seluruhnya dipenuhi.
“Ternyata fasilitas untuk kepentingan proses belajar-mengajar sekolah negeri di Surabaya masih belum diberikan semuanya. Akhirnya sekolah atau guru-guru pakai cara sendiri-sendiri,” ujar Imam.
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan karena SMPN 37 memiliki siswa dari keluarga kurang mampu dalam jumlah besar. Terdapat 261 siswa dari total 757 siswa yang masuk kategori MBR, tetapi sekolah ini belum tersentuh program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Loh, siswa miskin ini, kalau jajan harga segitu apa tidak menambah beban? Padahal sekolah-sekolah yang MBR-nya sedikit saja sudah dapat MBG,” sindir Imam.
Imam mengungkap data bahwa dari lebih dari 3.000 sekolah di Surabaya, baru sekitar 80 yang mendapatkan MBG. Dia menilai distribusi program harus menyentuh sekolah-sekolah di kawasan padat penduduk dan kantong kemiskinan agar tepat sasaran.
“Prioritasnya harus diberikan kepada kawasan seperti Genteng, Simokerto, Tambaksari, dan Semampir. Karena di tempat-tempat itulah banyak anak dari keluarga tidak mampu,” pungkasnya. [asg/ian]
