Ngawi (beritajatim.com) – Polemik pengisian jabatan Sekretaris Desa (Sekdes) di Desa Tirak, Kecamatan Kwadungan, Ngawi, terus bergulir. DPRD Kabupaten Ngawi bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Camat Kwadungan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna membahas kejanggalan dalam proses seleksi perangkat desa tersebut.
Kepala DPMD Ngawi, Budi Santoso, menyebutkan bahwa tahapan pengisian perangkat desa sudah dilakukan sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup). Namun, ia mengakui adanya tafsir ganda dalam aturan tersebut, khususnya terkait dengan syarat administrasi calon perangkat.
“Semua tahapan sudah dilakukan sesuai Perbup. Tapi memang ada hal-hal yang menjadi keputusan panitia, terutama persyaratan yang ternyata multitafsir dalam Perbup itu sendiri,” ungkap Budi Santoso, Selasa (4/11/2025).
Ia menambahkan, DPMD dipanggil oleh Komisi I DPRD untuk memberikan penjelasan sekaligus menerima masukan dari masyarakat terkait kisruh yang muncul setelah hasil seleksi diumumkan.
Sementara itu, Camat Kwadungan, Didik Hartanto, menjelaskan bahwa persoalan utama muncul dari status hukum salah satu peserta seleksi.
“Masalahnya ada pada salah satu peserta yang ternyata masih berstatus narapidana dengan bebas bersyarat. Itu yang dipertanyakan masyarakat,” terang Didik.
Menurutnya, pihak kecamatan sudah memberikan masukan kepada panitia agar berhati-hati sebelum menetapkan hasil seleksi. Namun keputusan sepenuhnya berada di tangan panitia.
“Kami sudah mengingatkan sejak awal agar hati-hati. Tapi kewenangan teknis sepenuhnya di panitia. Sekarang kami masih menunggu waktu untuk memberikan rekomendasi ke bupati, sesuai ketentuan tujuh hari kerja setelah laporan diterima,” tambahnya.
Di sisi lain, Ketua Komisi I DPRD Ngawi, Anis Hamidi, menilai bahwa permasalahan ini muncul akibat lemahnya ketegasan dalam regulasi daerah.
“Polemik ini berawal karena ada calon sekdes yang masih menjalani pidana bebas bersyarat, tapi tetap diterima panitia dan bahkan mendapat nilai tertinggi. Panitia hanya melihat SKCK tanpa menelusuri lebih jauh status hukumnya,” jelas Anis.
Ia menegaskan, posisi DPRD saat ini adalah mendorong camat agar mengeluarkan rekomendasi yang tidak memperkeruh suasana dan bisa diterima masyarakat.
“Baik menolak maupun menyetujui pelantikan sama-sama berpotensi digugat. Karena itu kami sarankan rekomendasi yang paling menenangkan dan tidak menambah gaduh,” ujarnya.
Anis juga mengakui bahwa ketidakjelasan aturan dalam Perbup menjadi celah yang harus segera diperbaiki.
“Di kabupaten lain ada ketegasan bahwa terpidana, meski bebas bersyarat, tidak boleh mencalonkan. Tapi di Ngawi belum ada penegasan seperti itu. Artinya, Perbup kita masih multitafsir,” tegasnya.
RDP tersebut diakhiri dengan kesepakatan agar DPMD dan Camat Kwadungan berhati-hati dalam memberikan rekomendasi, sembari menunggu tindak lanjut revisi aturan agar kasus serupa tidak terulang. [fiq/suf]
