Jember (beritajatim.com) – DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, diminta membentuk panitia khusus untuk menindaklanjuti temuan manipulasi atau mark up klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tiga rumah sakit.
“Ini untuk menjawab persoalan yang disampaikan oleh masyarakat. Bukan hanya soal dugaan penyimpangan atau fraud di tiga rumah sakit, namun banyak persoalan tata kelola BPJS Kesehatan, baik itu klaim dari peserta BPJS maupun klaim dari pihak rumah sakit,” kata Direktur Transparansi Akuntabilitas dan Partisipasi Publik (TrAPP) Miftahul Rahman, Kamis (6/11/2025).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menemukan manipulasi klaim JKN di tiga rumah sakit, yakni Rumah Sakit Balung, Rumah Sakit Paru, dan Rumah Sakit Siloam. Belakangan diketahui terduga pelakunya adalah seorang dokter spesialis ortopedi.
“Pansus adalah ruang terbuka untuk menyelesaikan banyak persoalan yang sudah menyentuh kepentingan publik. Ketika ada pansus, BPJS kesehatan wajib menjelaskan dengan lebih transparan,” kata Miftahul, usai rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Jember.
Selain melakukan investigasi terbuka, Miftahul meminta pansus melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi pasien sebagai pengawas independen. “Hasil kerja pansus wajib dipublikasikan ke publik melalui media resmi DPRD Jember,” katanya.
Bambang Irawan, aktivis masyarakat sipil, juga meminta DPRD Jember tidak menutup mata dan BPJS Kesehatan tidak menutup data. “Nanti rakyat yang akan membuka. Ketika rakyat membuka, tidak ada yang bisa menutup. Perlu ada pansus yang mendalami persoalan ini, karena ini adalah kejadian luar biasa,” katanya.
Apalagi, menurut Miftahul, temuan manipulasi ini tidak sekali saja terjadi. “Beberapa tahun lalu sempat terjadi. Memang tidak sempat menjadi opini publik, tapi kami dengar kasak-kusuk soal penyelenggaraan BPJS dan masih ada semacam itu,” katanya.
Kasak-kusuk kecurangan dan manipulasi ini, menurut Miftahul, memunculkan keresahan publik. “Perlu diungkap secara terbuka seluruh data tagihan klaim BPJS di Kabupaten Jember, baik yang sudah dibayar maupun yang masih bermasalah,” katanya.
Miftahul meminta agar ada tindakan tegas terhadap setiap indikasi kecurangan, manipulasi, atau mark-up klaim oleh pihak rumah sakit atau oknum di dalam sistem BPJS. “Perlu ada jaminan perlindungan hak pasien agar pelayanan BPJS tidak terganggu akibat konflik administrasi antarlembaga,” katanya.
“Dana BPJS adalah uang rakyat. Setiap rupiah yang diselewengkan adalah pengkhianatan terhadap hak hidup dan kesehatan rakyat kecil. Kami, menuntut DPRD menjalankan fungsi pengawasan secara penuh, bukan sekadar seremonial rapat,” kata Miftahul.
Ketua Komisi D Sunarsi Khoris menilai belum perlu pembentukan pansus. “Tapi kalau memang teman-teman mendesak, kami tetap musyawarahkan dengan teman-teman komisi,” katanya, usai rapat.
Menurut Sunarsi, penyelesaian persoalan disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019. “Semua sudah ada tahapan-tahapan penyelesaian dan itu sudah ada regulasinya di dalam BPJS Kesehatan,” katanya. [wir]
