DPR Diminta Akhiri Reses, Bahas Perpu Cipta Kerja dan Tinjau Peluang Pemakzulan Jokowi

2 January 2023, 10:33

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah Abdul Rachman Thaha menyarankan DPR segera mengakhiri masa resesnya untuk meninjau kemungkinan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Sebab, kata dia, Presiden berkukuh menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja dengan mengabaikan keputusan Mahkamah Konstitusi dan pelibatan rakyat.“Menghadapi politik ugal-ugalan pemerintah semacam itu, seluruh anggota DPR seharusnya selekasnya mengakhiri masa reses lalu kembali ke Gatot Subroto untuk meninjau kemungkinan pemakzulan terhadap Presiden,” kata Abdul, Senin, 2 Januari 2023. Adapun aturan ihwal pemakzulan Presiden tertuang dalam UUD 1945 pasal 7A-7C. Aturan ini menyebutkan Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.Baca juga: Perpu Cipta Kerja Terabas Keputusan MK, Anggota DPD Sebut Jokowi Bisa DimakzulkanKendati demikian, Abdul ragu jika DPR berani memakzulkan Presiden. Pasalnya, kata dia, koalisi pemerintah di DPR sangat besar. “Kalau persoalan alasan pemakzulan, bisa saja. Ada pelanggaran terhadap roda pemerintahan. Dalam hal menjalankan fungsi dan kewenangannya, jika tidak sesuai bisa saja (DPR memakzulkan). Tapi apakah berani? Koalisi saat ini sangat besar,” kata Abdul.Menurut dia, MK sudah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja cacat secara formil. Adapun lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama 2 tahun.Alih-alih memperbaiki, Abdul menyebut pemerintah malah menerbitkan Perpu. “Lahirnya Perpu dianggap putusan MK itu gugur demi hukum. Padahal tidak, Presiden harusnya melaksanakan itu, bukan hanya Perppu,” ujarnya.Abdul mengatakan penerbitan Perpu Ciptaker menunjukkan bahwa tanda-tanda otoritarianisme dalam kemasan peraturan perundang-undangan makin nyata. Penerbitan Perppu Ciptaker juga dinilai Abdul ugal-ugalan serta membahayakan kehidupan berundang-undang di Indonesia. Ia menyebut penerbitan Perpu Cipta Kerja ibarat bunyi gong yang menandai masuknya Indonesia ke situasi krisis legislasi sekaligus krisis demokrasi.“Tidak hanya ini menunjukkan betapa di periode kedua kekuasaan rezim Jokowi tidak efektif, tapi bahkan membahayakan kehidupan berundang-undang negara kita,” kata dia.Jokowi sebelumnya merespons berbagai kritik atas terbitnya Perpu Ciptaker. Ia menegaskan Perpu ini diterbitkan karena ada ancaman-ancaman risiko ketidakpastian global.”Untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi para investor dalam dan luar, sebetulnya itu yang paling penting,” kata Jokowi.Jokowi menyebut kondisi saat ini memang terlihat normal. Akan tetapi, Jokowi mengklaim bahwa Indonesia diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastikan global.Untuk kesekian kalinya, Jokowi kembali menyinggung bahwa 14 negara sudah menjadi pasien IMF. Lalu, ada 28 negara lagi yang antre untuk menjadi pasien IMF. “Ini sebetulnya dunia ini sedang tidak baik-baik saja,” kata dia.Itulah yang kemudian menjadi alasan Jokowi menerbitkan Perpu Cipta Kerja. “Karena ekonomi kita di 2023 sangat tergantung investasi dan ekspor,” ujarnya.Baca juga:  Komite Pembela Hak Konstitusional Siapkan Langkah Hukum atas Perpu Cipta KerjaIMA DINI SHAFIRA | FAJAR PEBRIANTO

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi