DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa Nasional 4 September 2025

DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 September 2025

DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pimpinan DPR RI akhirnya membuka pintu dialog dengan perwakilan mahasiswa pada Rabu (3/9/2025) siang.
Pertemuan berlangsung di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, atau yang dikenal sebagai “Gedung Kura-Kura”.
Forum ini akhirnya digelar setelah hampir sepekan terakhir gelombang demonstrasi berlangsung di depan Kompleks Parlemen, tanpa ada satupun wakil rakyat yang menemui massa.
Ada tiga Wakil Ketua DPR yang hadir langsung menemui mahasiswa, yakni Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Cucun Ahmad Syamsurijal (PKB), dan Saan Mustopa (Nasdem).
Mereka duduk berhadap-hadapan dengan puluhan mahasiswa dari berbagai kampus yang mengenakan almamater masing-masing.
Satu mikrofon disediakan di tengah ruangan, dipakai bergantian oleh perwakilan mahasiswa untuk menyampaikan tuntutan.
Pertemuan ini menjadi tindak lanjut dari aksi besar yang digelar sejak 25 hingga 31 Agustus 2025. Ribuan massa kala itu mengecam “tunjangan jumbo” anggota DPR, kontroversi sejumlah wakil rakyat, hingga menuntut pembubaran DPR.
Aksi yang awalnya damai berakhir ricuh setelah aparat membubarkan massa menggunakan gas air mata dan menyemprotkan air dengan mobil water canon.
Sejumlah massa aksi, baik dari kalangan mahasiswa maupun dari elemen masyarakat lainnya ditangkap aparat dengan berbagai alasan
.
Dalam pertemuan itu, Perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Agus Setiawan menuntut DPR membentuk tim investigasi independen untuk mengusut dugaan kekerasan aparat selama aksi.
Dia juga meminta investigasi menyeluruh atas isu makar di dalam aksi demonstrasi 25-31 Agustus yang sempat dilontarkan Presiden Prabowo Subianto, saat mengunjungi korban yang dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta, Senin (1/9/2025) lalu.
“Kami ingin ada pembentukan Tim Investigasi yang independen untuk mengusut tuntas berbagai kekerasan yang terjadi sepanjang bulan Agustus ini,” ujar Agus.
Menurut Agus, tudingan makar itu merugikan gerakan mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya yang hanya ingin menyampaikan aspirasinya.
“Pun juga dengan dugaan makar yang keluar dari mulut Bapak Presiden Prabowo Subianto. Kami ingin tim investigasi ini mengusut tuntas semuanya sehingga apa yang disampaikan Bapak Presiden dapat dibuktikan. Karena kami dari gerakan merasa dirugikan dengan statement tersebut,” lanjutnya.
Agus juga menyinggung soal kenaikan tunjangan DPR yang disebutnya ironis, mengingat kondisi ekonomi rakyat yang sedang sulit.
Bahkan, terdapat sejumlah anggota DPR yang justru berjoget-joget ketika publik sedang mengkritik besarnya tunjangan tersebut.
“Di tengah masyarakat rentan menderita, di-PHK, ekonomi lesu, daya beli masyarakat menurun, kok bisa ada wakil rakyat yang justru kabarnya tunjangannya dinaikkan. Dan ketika ada kabar tersebut terjadi simbolisasi joget-joget dan kemudian membuat hati kami sedih, Bapak-bapak sekalian,” kata Agus.
Dia menambahkan, persoalan yang terjadi hari ini menunjukkan bahwa DPR hanya mengingat rakyat saat pemilu.
Ketika terpilih, DPR seolah lupa dengan janji-janji kepada rakyat.
“Kami seakan-akan dimanfaatkan di setiap momen pemilunya saja dengan berbagai janjinya. Tetapi ketika sudah duduk di kursi yang enak ini, seakan-akan melupakan kami,” ucapnya.
Agus juga menyampaikan kerisauan para mahasiswa atas masa depan bangsa.
Menurutnya, narasi besar menuju Indonesia Emas 2045 bisa gagal tercapai apabila DPR dan pemerintah tidak benar-benar memegang amanah rakyat.
“Saya khawatir bahwa narasi-narasi Indonesia Emas 2045 justru tidak akan tercapai. Harapannya, agar ingat kembali amanah rakyat, mandat rakyat yang dibebankan di pundak-pundak kita sekalian, agar betul-betul bisa diperjuangkan,” pungkasnya.
Perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti Jili Colin menegaskan bahwa mahasiswa dan masyarakat tidak mungkin menyuarakan aspirasi dengan anarkis.
Dia pun menyoroti propaganda yang menuding aksi demonstrasi kali ini ditunggangi provokator.
“Saya berani bersaksi bahwasanya kami di sini kaum terpelajar, mahasiswa-mahasiswi. Tidak mungkin, Pak, kami menyuarakan pendapat kami, aspirasi kami, keluhan rakyat, jeritan rakyat dengan tindakan-tindakan anarkis,” kata Jili.
Dia juga mendesak DPR untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat serta menghentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa.
“Hentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa. Jauhkan budaya represifitas terhadap hak-hak kita, selaku mahasiswa dan masyarakat untuk bersuara,” ujarnya.
Dari HMI DIPO, Abdul Hakim menyuarakan tuntutan agar mahasiswa yang ditangkap selama demonstrasi segera dibebaskan.
Dia bahkan mendesak Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad langsung menelepon Kapolri.
“Izin Pak Prof Dasco, Kang Saan, Kang Cucun segera telepon Kapolri sampaikan permintaan kami. Kami semua di sini sepakat, semua sepakat ya kawan-kawan. Sampaikan bahwasanya bebaskan kawan-kawan kami, seluruh Indonesia, lepaskan,” tegas Hakim.
Mahasiswa lain pun langsung menyatakan “sepakat” secara serentak.
Setelah itu, Hakim menegaskan bahwa para mahasiswa dan aktivis yang ditahan bukanlah pemberontak.
Dia juga memastikan bahwa massa aksi menyampaikan aspirasi tanpa tindakan anarkis.
“Kita ini bukan tebusan, kita ini bukan pemberontak, kita ini menyampaikan aspirasi masyarakat dengan benar. Kita tidak ada melakukan perusakan, pembakaran tidak ada, silakan dicek di seluruh Indonesia tidak ada,” ucap Hakim.
Sementara itu, Ketua Umum GMNI Muhammad Risyad Fahlefi menyoroti lambannya DPR mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai penting bagi rakyat.
Misalnya, RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Masyarakat Adat, dan revisi KUHAP.
“Selama lima tahun ke belakang, DPR RI tidak banyak mengakomodir pengesahan RUU yang menjadi tuntutan rakyat. Hal inilah yang membuat rakyat terus menuntut lewat serentetan aksi demonstrasi,” kata Risyad.
Menurut Risyad, akumulasi dari tuntutan yang tak kunjung terpenuhi kerap memantik gelombang aksi.
Kondisi ini akhirnya membuka ruang bagi provokasi dan penunggangan kepentingan tertentu dalam demonstrasi.
“Yang kami khawatirkan, ketika ada aksi penunggangan, ada aksi provokasi, dan seterusnya, kawan-kawan mahasiswa juga terpantik. Kenapa? Karena ada akumulasi dari tuntutan-tuntutan kami yang kemarin belum terwadahi,” kata Risyad.
Koordinator Pusat BEM SI Muzammil Ihsan menagih janji Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal penciptaan 19 juta lapangan kerja.
“Hari ini para pemudanya tamat kuliah tidak tahu ingin bekerja di mana untuk menafkahi hidupnya juga tidak tahu di mana. Sehingga mereka melakukan tindakan-tindakan kriminal untuk keuntungan dirinya,” ujar Muzammil.
Dia juga mendesak adanya evaluasi kabinet, setelah Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer tersandung kasus korupsi.
“Ini bukan lagi tentang bagi-bagi kue kekuasaan, tapi ini tentang profesionalitas dalam bekerja untuk rakyat,” tegasnya.
Merespons berbagai tuntutan itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permintaan maaf atas kinerja lembaga yang selama ini belum maksimal menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
“Selaku Pimpinan DPR kami menyatakan permohonan maaf atas kekeliruan serta kekurangan kami sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsi mewakili aspirasi rakyat yang selama ini menjadi tanggung jawab kami,” ujar Dasco.
Dia menegaskan, permintaan maaf ini tidak cukup bila tidak diikuti langkah nyata.
Oleh karenanya, dia memastikan akan memperbaiki kinerja dalam waktu sesingkat-singkatnya.
“Evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh akan dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” kata Dasco.
Dasco menyebut, DPR sudah mengambil langkah awal dengan menghentikan tunjangan perumahan sejak 31 Agustus 2025, serta memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
“Reformasi DPR akan dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani untuk menjadikan DPR lebih baik dan transparan,” tambahnya.
Soal tuntutan pembebasan massa aksi yang ditahan, Dasco menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian.
Namun, upaya ini akan dilakukan dengan melihat kasus per kasus yang membuat pedemo ditahan aparat.
“Ya yang pertama-tama kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Kami akan melihat kasus per kasus. Apabila memang dapat dikomunikasikan kita akan komunikasikan. Ini di luar yang melakukan tindakan-tindakan anarkis yang memang terbukti,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Saan Mustopa memastikan tuntutan pembentukan tim investigasi independen akan diteruskan ke pemerintah.
“Terkait tim investigasi atas dugaan indikasi dari kejadian-kejadian yang selama ini ada indikasi, bahkan Presiden sudah menyampaikan adanya indikasi makar, tentu DPR akan menyampaikan kepada pemerintah agar ini dilakukan secepatnya,” ujar Saan.
Politikus Nasdem itu menilai penting adanya tim investigasi independen agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Walaupun DPR tetap berkepentingan mendorong itu, kewenangannya tetap ada di pemerintah,” ucapnya.
Dasco menambahkan DPR akan segera menindaklanjuti tuntutan mahasiswa dan masyarakat yang digaungkan lewat gerakan 17+8, melalui rapat evaluasi dengan seluruh pimpinan fraksi di parlemen.
“Sebagian yang disampaikan oleh adik-adik perwakilan BEM ada di 17+8. Kita akan lakukan besok rapat evaluasi dengan pimpinan-pimpinan fraksi untuk menyatukan pendapat dan kesepakatan di DPR,” kata Dasco.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.