Dorong Keseimbangan Pembangunan dan Ketahanan Pangan, Pemkab Mojokerto – Stranas PK Bahas Alih Fungsi Lahan

Dorong Keseimbangan Pembangunan dan Ketahanan Pangan, Pemkab Mojokerto – Stranas PK Bahas Alih Fungsi Lahan

Mojokerto (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto bersama Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Republik Indonesia membahas kebijakan alih fungsi lahan pertanian dalam rangka mencari keseimbangan antara pembangunan daerah dan ketahanan pangan. Pertemuan berlangsung di Ruang Satya Bina Karya (SBK), Pemkab Mojokerto.

Pembahasan tersebut menjadi bagian dari proses penyempurnaan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mojokerto yang telah dimulai sejak 2018. Fokus diskusi diarahkan pada sinkronisasi penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) antara kabupaten dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra mengatakan, meski luas total KP2B tetap sama yaitu 26.596 hektare, terdapat perbedaan sebaran lahan yang perlu diselaraskan dengan peta provinsi. Ia menegaskan bahwa Pemkab Mojokerto tidak meminta pengurangan luas, melainkan mengusulkan penyesuaian lokasi agar sesuai kondisi riil lapangan.

“Kami tidak sedang meminta pengurangan luas KP2B. Justru kami mencadangkan lahan pengganti yang lebih produktif. Harapannya, peta KP2B Kabupaten Mojokerto dapat diakomodasi sehingga tidak menimbulkan potensi persoalan hukum di kemudian hari,” ungkapnya, Kamis (6/11/2025).

Ia menambahkan, terdapat lahan baku sawah di Kecamatan Jetis dan Dawarblandong yang tidak berada dalam irigasi teknis. Lahan tersebut, menurutnya, sebaiknya tidak seluruhnya ditetapkan sebagai KP2B agar Pemkab Mojokerto tetap memiliki ruang pengembangan permukiman dan industri.

“Kita ingin pembangunan tetap berjalan, tapi sawah produktif juga terlindungi. Prinsipnya harus seimbang,” tegasnya.

Dari pihak Stranas PK, Didik Mulyanto menilai persoalan alih fungsi lahan tidak cukup hanya diatur melalui garis batas tata ruang. Pemerintah juga perlu memikirkan skema insentif agar petani tetap memiliki motivasi mempertahankan sawahnya.

“Presiden sudah menegaskan bahwa kedaulatan pangan menjadi bagian dari Asta Cita. Karena itu, kebijakan tata ruang harus memastikan produktivitas pangan tidak terkorbankan,” jelasnya.

Diskusi akan kembali dilanjutkan pekan depan untuk merumuskan titik temu yang memberi kepastian hukum bagi petani, pelaku ekonomi, dan pemerintah daerah. Pemkab Mojokerto menargetkan pembahasan ini mampu menghasilkan regulasi yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Turut hadir Sekdakab Teguh Gunarko, serta sejumlah OPD terkait. [tin/suf]