Jakarta, Beritasatu.com – Di tengah masih tingginya biaya dana perbankan dan tantangan di perekonomian, penyaluran kredit PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) tetap meningkat sesuai yang diharapkan perseroan. Tingkat pertumbuhan kredit BTN lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan di industri perbankan nasional.
Adapun, pertumbuhan kredit dan pembiayaan BTN hingga akhir Agustus 2024 mencapai 13,05 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp 355,2 triliun. Di industri perbankan nasional, pertumbuhan kredit tercatat mencapai 11,4 persen yoy berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengatakan peningkatan penyaluran kredit tersebut didukung mesin utama yakni KPR subsidi dan non subsidi, serta kredit konstruksi untuk mendukung penyediaan perumahan bagi masyarakat Indonesia.
“Hal ini menunjukkan permintaan terhadap KPR yang masih tinggi di pasar. BTN optimistis dengan laju pertumbuhan kredit yang masih on-track hingga akhir tahun,” ujar Nixon di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Nixon mengatakan pertumbuhan kredit BTN akan tetap double digit karena minat masyarakat untuk membeli rumah masih tinggi. Hal itu terutama tercermin dari penyaluran KPR subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang secara nasional kuotanya telah habis pada Agustus 2024.
Tingginya permintaan KPR juga tercermin pada Survei Perbankan Bank Indonesia (BI) per kuartal III-2024. Berdasarkan survei tersebut, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru tercatat sebesar 80,6 persen, ditopang oleh pertumbuhan kredit konsumsi terutama penyaluran KPR.
Menurut BI, tren peningkatan SBT tersebut akan berlanjut hingga kuartal IV-2024, kendati terdapat pengetatan dalam hal persyaratan administrasi. Namun, pada aspek lainnya, suku bunga kredit, biaya persetujuan kredit, dan jangka waktu kredit diperkirakan akan lebih longgar.
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa para responden survei, dalam hal ini industri perbankan, menunjukkan optimisme mereka karena adanya prospek kondisi moneter dan ekonomi yang baik, disertai relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.
Apalagi, BI telah memutuskan untuk memberikan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) ke sektor padat karya, termasuk ke sektor perumahan. Untuk itu, Nixon mengapresiasi langkah bank sentral karena akan memberikan tambahan likuiditas bagi BTN yang fokus bisnisnya adalah menyalurkan pembiayaan ke sektor perumahan.
Nixon mengatakan, dukungan regulator dan pemerintah kepada sektor perumahan sangat penting karena sektor tersebut memiliki dampak turunan ke 185 subsektor lainnya yang juga bersifat padat karya.
“Berdasarkan perhitungan BTN, setiap pembangunan satu rumah dapat menyerap lima tenaga kerja, sehingga pembangunan 100.000 rumah akan menyerap 500.000 tenaga kerja per tahunnya. Dengan adanya pembangunan yang berkelanjutan, ekosistem perumahan dapat bergerak terus sehingga menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” tutur Nixon.
Dampak Program Tiga Juta Rumah bagi BTN
Tidak hanya itu, Nixon optimistis bahwa Program Tiga Juta Rumah per tahun yang diusung oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan memberikan dorongan bagi pertumbuhan kredit BTN ke depannya.
Dalam program tersebut, pemerintah akan membangun dua juta rumah di pedesaan, yang di antaranya termasuk renovasi atau perbaikan rumah tidak layak huni. Menurut BTN, renovasi atas rumah tidak layak huni dapat menggerakkan kebutuhan material bangunan, pekerja bangunan, dan permintaan kredit dengan lebih cepat karena lahan dan bangunan telah tersedia sejak awal.
“BTN siap mendukung langkah pemerintah dengan menyalurkan pembiayaan untuk renovasi rumah tidak layak huni di pedesaan. Berdasarkan perhitungan yang ada, jumlah rumah tidak layak huni masih mencapai sekitar 25 juta unit di seluruh Indonesia. Jadi, tidak hanya membangun rumah baru, tapi merenovasi rumah dari yang sebelumnya tidak layak huni menjadi layak huni dapat menjadi instrumen untuk menggerakkan ekonomi dari desa,” pungkas Nixon.